Bab 4. Penawaran

1135 Words
"Aku ingat, kamu orang yang berada di kamar itu. Tapi aku tidak mengenalmu? Yang jelas kamu harus bertanggung jawab. Karena sudah merenggut kesucianku," ucap Callista tanpa bahasa formal. "Hahaha, kamu ternyata lucu juga. Untuk apa aku memanggilmu, jika bukan untuk bertanggung jawab. Aku akan menjadikanmu wanitaku, kamu bisa tinggal di sini asalkan kamu bisa membuatku senang. Aku tidak suka wanita yang banyak membantah, jadi turuti apa saja kemauanku." "Apa? Jadi wanitamu? Kamu pikir pertanggung jawaban seperti itu yang aku mau? Kamu harus menikahiku, baru itu disebut tanggung jawab. Dan satu lagi, aku juga tidak suka diatur. Seumur hidup aku selalu diatur, jadi jika menikah aku tidak ingin dengan pria yang selalu mengatur dan mengekang hidupku. Lebih baik tidak usah bertanggung jawab jika semua hanya untuk kepentinganmu, apa-apaan itu aku harus membuatmu senang. Sedangkan kamulah tersangkanya di sini," sahut Callista ketus. "Menikah katamu? Aku tidak suka ikatan seperti itu, untuk apa menikah jika bisa hidup bersama. Apa sepenting itu pernikahan, aku akan memenuhi semua kebutuhanmu. Kamu tidak perlu bekerja, apa yang kamu mau akan aku kabulkan. Hanya saja kamu harus bisa menyenangkan hatiku, apa itu sulit?" "Sepertinya kamu bukan orang yang bisa diajak bicara, sebaiknya antar saja aku kembali ke tempat kerjaku. Aku akan menganggap semua ini tidak pernah terjadi," ucap Callista hendak berbalik pergi. Belum juga Callista melangkah, dua orang anak buah Maxime memeganginya. Callista yang terkejut dan merasa terancam, mencoba memberontak agar dilepaskan. Dia merasa jika tempat itu tidak aman untuknya, yang ada dalam pikirannya hanyalah pergi dari sana. "Lepaskan! Aku mau pergi, kalian tidak bisa melakukan ini padaku!" teriak Callista terus menggoyangkan badannya agar terlepas. "Diam! Siapapun yang sudah masuk ke sini, tidak bisa pergi begitu saja!" tegas Maxime seraya beranjak dan mendekati Callista. "Apa hakmu, kamu yang sudah melakukan hal buruk padaku. Harusnya aku yang menuntutmu, kenapa sekarang aku yang malah diperlakukan begini. Lepaskan aku!" Callista terus memberontak dan berteriak, sampai sebuah tamparan membuatnya terdiam dan tersadar jika bukan saatnya dia memberontak. Karena semua akan sia-sia, dia sedang berada di sarang macan saat ini. Dia harus memutar otaknya agar bisa lepas tanpa membuatnya celaka. "Apa kamu tuli! Sudah aku katakan aku tidak suka dibantah dan hanya aku yang bisa menentukan siapa yang boleh masuk dan pergi dari tempat ini!" bentak Maxime menatap tajam Callista. Callista berpikir sejenak sebelum mengatakan sesuatu, "Baiklah, setidaknya beri aku kesempatan untuk menghubungi temanku agar dia tidak khawatir dan memberitahu keluargaku. Aku tidak akan pergi sampai kamu mengijinkanku," ucap Callista berusaha bicara sopan agar Maxime mengerti. "Siapa yang mau kamu hubungi? Dan apa kamu yakin keluargamu akan perduli?" "Mereka pasti perduli jika aku tidak pulang, aku hanya ingin menelpon teman kerjaku. Dia adalah teman dekatku di tempat kerja, dia bisa membantuku memberitahu keluargaku agar tidak cemas. Jadi tolong izinkan aku menelpon sebentar saja," ucap Callista memohon. "Apa teman yang membawamu ke klub yang kamu maksud?" tanya Maxime saat teringat jika orang yang hendak menjualnya adalah teman kerjanya sendiri. "Iya, darimana kamu tahu kalau dia yang mengajakku ke klub?" Maxime menggelengkan kepalanya, "Dasar gadis bodoh, apa kamu tidak tahu jika dia yang menjualmu semalam?" "Tidak mungkin, aku dan dia sudah berteman lama. Mana mungkin dia melakukan itu, aku selalu menceritakan semua padanya. Dia sangat baik padaku, jadi jangan memfitnahnya!" tukas Callista tidak percaya. Maxime menggelengkan kepala dengan kebodohan Callista, "Jangan menjadi orang yang terlalu polos, itu kenapa kamu selalu dimanfaatkan oleh teman dan keluargamu. Percayalah, denganku kamu akan aman. Tidak akan ada yang berani menjahatimu, apalagi memanfaatkanmu hanya untuk mencari uang." "Iya tidak ada yang akan menjahatiku, tapi kamu sendiri yang jadi penjahatnya. Kamu yang akan menjahatiku kelak," batin Callista tidak berani bicara langsung. "Darimana kamu tahu semua itu, apa kamu menyelidikku?" "Tentu saja, aku tidak mungkin bersama wanita sembarangan. Apalagi wanita liar yang dipakai banyak lelaki, jadi sudah pasti aku akan menyelidiki lebih dulu." "Baiklah, mungkin kamu benar. Tapi, jika aku tiba-tiba menghilang, keluargaku bisa saja melaporkannya ke polisi. Jadi tolong setidaknya biarkan aku mengabari mereka, atau izinkan aku pulang sebentar saja. Aku janji akan kembali lagi," ucap Callista berusaha membujuk. Maxime terdiam sesaat, dia melihat keseriusan di wajah Callista. Dia pikir Callista bukanlah seseorang yang akan melakukan hal nekat, dia pun mencoba untuk mempercayai Callista. "Jika memang kamu bersikeras aku akan mengijinkan, hanya saja anak buahku yang akan mengantarmu. Karena jika tidak keluargamu tidak akan pernah mengijinkanmu pergi, mereka harus tahu berhadapan dengan siapa." "Lalu bagaimana nasib keluargaku, mereka hanya mengandalkanku selama ini. Aku harus membalas budi pada mereka, karena mereka sudah membesarkanku selama ini. Seburuk apapun perbuatan mereka, tetap saja mereka keluargaku dan orang yang sudah berjasa dalam hidupku." "Kamu tidak usah khawatir, aku tidak suka hal yang gratis. Aku akan berikan mereka uang yang cukup untuk mereka melanjutkan hidup," sahut Maxime meyakinkan. "Ya sudah kalau begitu antar aku pulang, aku juga harus mengambil barang-barangku." Maxime memberi kode pada anak buahnya untuk menuruti apa yang diinginkan Callista, Lois yang akan mengantarkan sendiri Callista berpamitan pada keluarganya. Tidak menunggu lama Callista keluar dan meninggalkan markas Red Wolves. Sepanjang perjalanan, Callista berusaha mencari akal agar bisa kabur dari orang-orang itu. Dia tidak ingin hidup terpenjara di tempat Maxime, dia sudah membayangkan kehidupan apa yang akan dijalaninya. Mungkin akan lebih buruk daripada tinggal bersama keluarga angkatnya saat ini. "Semoga saja aku bisa kabur nanti, aku tidak mau menjadi b***k hasratnya. Dia pikir dia siapa, aku yang harus menuntut pertanggungjawaban tapi kenapa aku yang harus terikat olehnya. Dia kira aku wanita seperti apa, seenaknya ingin menjadikanku seperti w************n diluar sana. Apalagi dia sampai menjelekkan temanku, Helen tidak mungkin melakukan hal buruk itu. Kami sudah seperti saudara, dia selalu mendengarkan ceritaku. Mana mungkin dia sampai ingin menjualku," ucap Callista dalam hatinya. Satu jam perjalan, barulah mereka tiba di rumah Callista. Bergegas Callista turun, Lois mengikuti Callista karena tahu apa yang akan terjadi jika keluarga Callista mengetahui jika Callista berhenti bekerja. "Kenapa sudah pulang, apa kamu tidak bekerja? Dan siapa orang-orang ini?" tanya Maria menatap tajam pada Callista. "Begini, Ma. Hemm ...." Callista bingung bagaimana menjelaskan pada ibu angkatnya itu. "Dia akan tinggal bersama Bos kami, jadi kalian tidak boleh mengusiknya lagi." Lois akhirnya menggantikan Callista memberitahu Maria tentang apa yang terjadi. "Tidak! Enak saja kalian mau membawa dia, kami sudah susah payah membesarkan dia. Dia harus membalas budi dan bekerja menghasilkan uang," sahut Maria ketus. Lois langsung melemparkan tas berisi uang ke hadapan Maria, melihat tas itu Maria langsung bergegas membukanya. Matanya terbelalak melihat ada banyak uang di dalamnya, baru kali ini dia melihat uang sebanyak itu. "Berapa ini?" tanya Maria penasaran. "Seratus ribu dollar, itu pasti cukup untuk membayar anak Anda. Meskipun dia bekerja siang dan malam, tidak mungkin dia akan menghasilkan uang sebanyak itu." "Tapi ini tidak cukup, setidaknya kami harus mendapatkan uang bulanan. Dia itu masih perawan, mana cukup dengan uang segini kalian membawanya." Maria yang tidak pernah puas melakukan penawaran lagi seolah Callista adalah sebuah barang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD