PROLOG

719 Words
Ya Tuhan, aku hamil …. Seorang gadis cantik dan anggun mendadak terguncang saat menyaksikan alat uji kehamilan yang bertengger di tangan kanan, menunjukkan dua garis merah. Seketika gadis yang bernama Amara tersebut meneteskan air mata. Tak kuasa menahan laju cairan bening yang mengalir deras di pipi halus wanita itu mengingat statusnya sekarang yang masih single atau belum menikah. Amara tak menyangka bahwa kesalahan yang terjadi di malam pesta sebulan yang lalu pada sebuah resort di Pulau Komodo bersama seorang pria angkuh yang sangat ia kenal telah berhasil menghadirkan janin di rahimnya. Ia hanya bisa menangis tersedu-sedu memikirkan kenyataan pahit ini. Apalagi jika kedua orang tua Amara yang berstatus terpandang di negeri ini sampai tahu. Amara bisa disiksa oleh sang ayah jika tahu tengah mengandung anak haram yang bisa mempermalukan keluarga mereka. Gadis yang lahir dan besar dari keluarga kaya raya tersebut hanya bisa terisak. Amara memegang alat uji kehamilan dengan tangan bergetar dan keringat dingin yang membasahi sekujur tubuh. Ketika ia hendak memberi kabar kehamilan pada kedua orang tua, jantungnya berdebar tak karuan. Masih tak menyangka bahwa sekarang ia sedang mengandung anak pria yang keluarganya adalah musuh utama keluarga gadis itu sendiri. “M-Ma, Pa … Amara …” sapa Amara tergugu dengan suara lirih dan berusaha kuat untuk menyampaikan fakta mengejutkan ini. “Kamu kenapa?” tanya Dian Respati, sang ibu yang tengah sibuk memainkan ponsel. “Amara … Amara hamil …” ucap gadis itu yang mendadak bersimpuh di kaki ibunya seraya berurai air mata. Hingga kalimat yang terlontar dari mulut Amara langsung membuat kedua orang tuanya yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing terlonjak. Sosok pria paruh baya berkumis tebal segera angkat bicara. “APA MAKSUDMU???” tanya Rendra Respati, sang ayah yang seorang pengusaha kelapa sawit terkemuka di Pulau Sumatra. “Amara mengandung cucu, Papa dan Mama,” sahut Amara yang masih berlinang air mata. Tetap tak bisa berhenti menangis hingga sesenggukan. Mendengar ucapan sang putri, Rendra jadi kalut lalu segera melepas ikat pinggang untuk mencambuk anaknya sendiri. Sekali, dua kali, hingga tiga kali mencambuk punggung Amara hingga gadis itu kesakitan. “Kau benar-benar anak yang nggak tahu diuntung! Beraninya kau membawa aib untuk keluargamu sendiri. Dasar anak nggak tahu malu!!!” sergah Rendra berniat melanjutkan pencambukan pada anak perempuannya itu. Namun ketika ia hendak melayangkan cambukan, tiba-tiba Dian menahannya. “Sudah, Pa. Cukup-cukup. Kasihan Amara sudah kesakitan begitu. Amara tetaplah anak kita sesalah apapun dia. Sekarang kita interogasi dia saja,” bujuk Dian bijak. Sebenarnya ia juga tak tega melihat Amara menderita. Rendra pun luluh pada istrinya lantas memakai lagi ikat pinggang miliknya. “Baiklah, sekarang aku tanya, siapa yang sudah menghamilimu? Jawab!!!” jerit Rendra seraya menatap tajam Amara. Dian yang tak tega melihat putrinya bersimpuh, lekas membimbing Amara agar ia bangkit dan berdiri di depannya dan Rendra. “Jawablah pertanyaan Papamu, siapa ayah dari calon anak yang ada di kandunganmu?” tanya Dian menatap khawatir ke arah putrinya. Amara hanya membisu. Tak berani mengatakan nama laki-laki yang sudah meniduri gadis itu di suatu malam saat mereka sama-sama berada di Pulau Komodo. Karena Amara tak segera menjawab pertanyaan kedua orang tuanya, Rendra menjadi berang kembali dan berteriak-teriak marah. “JAWAB!!! SIAPA DIA???” pekik Rendra bersungut-sungut Dengan berat hati Amara menjawab, “Bara Gandawasa ….” Ucapan sang anak spontan membuat Rendra dan Dian terlonjak. Tak menyangka bahwa seorang Bara yang selama ini terkenal berhati dingin sama seperti ayahnya bisa-bisanya menghamili Amara yang berasal dari keluarga Respati yang menjadi musuh bebuyutan keluarga Gandawasa. “Apa??? Bara Gandawasa???” tanya Rendra seraya melirik sang istri. Amara hanya bisa mengangguk pasrah. Menyesali apa yang telah terjadi di malam itu hingga mengakibatkan ia hamil seperti ini. Namun nasi sudah menjadi bubur. Mau tak mau ia harus menerima keadaan bahwa ia tengah mengandung darah daging Bara. “Terus bagaimana ini, Pa?” tanya Dian yang tampak frustasi sembari menggaruk kening. Rendra termangu sejenak. Kemudian menatap tajam ke arah anaknya seraya berkata, “Kau akan menikah dengan Bara secepatnya. Mereka harus tanggung jawab! Keluarga sialan itu harus membayar apa yang sudah diperbuat pada keluarga Respati.” Amara tak bisa berkata apa-apa lagi usai mendengar titah sang ayah. Ia hanya bisa menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Berusaha tegar seraya memegangi perut yang berisi ‘benih’ dari Bara Gandawasa. Berusaha untuk ikhlas dengan keadaan meski tak tahu jika penderitaannya akan dimulai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD