BAB.3

928 Words
"Na." "Ina." "Na..Ina...!!" Aku mengabaikan panggilan itu. Tetap berusaha cuek sambil berpura-pura baca buku. "Ina." Aku tetap diam, menganggap seolah mahluk ghoib bernama Alfa itu tidak ada. "Ina!!!!!" Alfa berteriak keras di dekat telingaku sehingga aku terpaksa menoleh padanya. "Apaan, sih?" tanyaku agak kesal. "Kamu budeg?" tanyanya dengan nada yang tidak kalah kesal. "Nggak, lagian ngapain kamu manggil aku?" kataku balik nanya. "Aku lihat PR matematikamu, dong!" jawabnya setengah mengiba. "Nggak! Suruh siapa nggak ngerjain!" tolakku tegas. "Yaelah, pelit amat," gerutu Alfa kesal. "Bodo amat," sahutku sewot membuat si Alfa mendecih kesal. "Kau ya keterlaluan, sama temen sendiri. Tega," omelnya. Aku hanya memandangnya sinis. Kalau tidak memberinya contekan itu dianggap 'teman yang tega', lalu apa kabar dengan dengan dia yang mempermalukanku dulu? Kalau kata si Cinta sih, 'apa yang kamu lakukan pada saya itu, Jahat!'. "Na, lihat dong! Otakku asli mental kalau soal matematika!" Alfa mencoba membujukku lagi. Aku menggelengkan kepalaku, menolak permintaannya. "Na, hidupku tergantung pada kebaikan hatimu yang putih kayak kapur." Alfa mencoba membujukku memakai pujian ngawur. "Alay," dengusku BT. Alfa mengerucutkan bibirnya, kesal. "Yaudah deh, aku nyontek sama yang lain!" katanya mulai lelah dan memutuskan menyerah. "Bagus," Alfa memonyongkan bibirnya lalu mulai berkeliling mencari contekan pada teman yang lain. Aku menghela napas panjang. Kupandangi Alfa yang mulai merayu Ayu, ketua kelasku yang super fat dengan body xxl. Otaknya pintar dan dia udah taken sama kakak kelas. Demi anime eyeshield21-ku, aku sangat iri padanya. Mungkin cewek kurus sudah tidak laku di pasaran bernama 'pacaran'. Aku memalingkan pandanganku ke luar jendela, melihat pantulan diriku di kaca. Hal ini membuatku menyadari satu hal, kalau cantik dan pintar tidak menjamin akan selamat dari hubungan absurd bernama 'friendzone'. Aku tertegun saat bukuku sedikit bergeser tetapi aku mengabaikannya. Aku terlalu asyik merenungkan nasib cintaku yang dicampakkan oleh Alfa bahkan sebelum sempat berkembang. Apes sekali aku bisa menyukai dan jatuh cinta padanya. "Na, mikirin apa?" Pertanyaan itu terdengar dan mungkin karena kerja otakku yang melambat karena Alfa, aku tidak fokus itu suara siapa. "Mikirin utangmu ya?" tebaknya. Aku menggelengkan kepalaku. "Nggak, aku nggak punya utang," sanggahku. "Oh, kalau kutang punya nggak?" ledeknya. Aku hanya menghela napas. "Apa sih, geje," cibirku. "Oh, lupa! Kamu kan bukan cewek," ledeknya lagi. Aku mengerutkan dahiku lalu spontan menoleh. "Anjir, Alfa kamu ngapain?" tanyaku kaget saat si Alfa sudah duduk di dekatku sambil menyalin PR Matematika dari buku tugasku. "Bukuku," teriakku. Alfa hanya tersenyum lebar. "Balikin!" "Nggak, nanggung Na, udah tiga soal. Kurang dua lagi!" sanggah si Alfa. Aku hanya diam, terlanjur basah si Alfa nyontek. Jadi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. "Lagian kamu sih bengong, mikirin apaan sih?" tanya Alfa penasaran. Aku hanya menggelengkan kepalaku. "Bukan apa-apa, bukan urusanmu!" sahutku. "Pasti mikirin aku kan?" tebaknya kePDan. "Nggak, amit-amit!" sahutku sewot. Alfa memicingkan matanya sambil tersenyum penuh curiga membuatku entah kenapa semakin kesal padanya. "Masak sih? Aku kan cogan," goda Alfa tidak percaya pada jawaban yang kuberikan. "Cogan? Siapa? Kamu?" tanyaku ragu. Alfa tertawa kecil. "Iyalah, kamu nggak liat ketampananku? Aku ini cogan (cowok ganteng) paling hot seantero Smanma," kata Alfa sombong. Aku mencibirnya. "Iya, aku tahu kamu cogan!" sahutku. "Ya kan? Kamu aja mengakui kalau aku ini cowok ganteng," kata Alfa bangga. "Iya, kamu emang cogan! Cowok gagal tamvan!" sahutku lalu tertawa terpingkal-pingkal membuat si Alfa langsung datar mendadak. "k*****t kau!" dengusnya kesal. Aku tidak peduli, puas sekali mengerjainya. "Tapi Na, setelah dilihat-lihat," si Alfa tiba-tiba memasang wajah serius. "Apa?" tanyaku mendadak berhenti tertawa. "Kamu itu cantik," pujinya. Aku terdiam, tidak menduga Alfa akan mengatakan pujian itu padaku. "Eh? Kamu udah nganggep aku cewek Fa?" tanyaku senang, entah mengapa senyuman langsung tersungging di bibirku. Bahagia. Alfa senyum. "Nggak," jawabnya beberapa detik kemudian. "Hah?" seruku kaget. "Kamu masih bukan cewek buat aku,” kata Alfa menegaskan. "Wut? Kamu katarak? Aku pake rok," ujarku sambil menunjuk rok yang aku kenakan. "Waria persimpangan juga pake rok tuh," sanggah Alfa santai membuatku ingin menerkamnya. "Lah, tadi kamu bilang aku cantik tuh," kataku bingung. "Oh, iya aku emang bilang kamu cantik tapi bukan cantik yang itu," kata Alfa menjelaskan. "Terus cantik yang mana?" tanyaku semakin bingung. "Calon titisan itik," jawab Alfa lantas tertawa. Aku mengusap-usap dadaku yang nyaris erupsi. Aku ambil buku matematikaku dengan kasar darinya dan memasukkannya ke dalam tasku. "Lah, kok diambil Na?" tanya Alfa bingung. "Dilarang nyontek," jawabku. "Hah? Bercanda, Na! Ayolah tanggung kurang satu setengah soal lagi!" mohonnya mendadak panik. "Bodo amat," sahutku. Alfa memasang wajah iba senatural mungkin walau masih kelihatan maksa. "Ayolah, Na! Aku mohon, please," mohonnya. Aku menggeleng kepalaku dengan  yakin. "Kagak!" Alfa menghela napas berat. "Ina jahat!" "Emang!" Alfa menutup bukunya lalu berdiri dari bangkunya. "Na.” "Apa?" "Aku pergi nih!" kata si Alfa sambil menoleh ke arahku. Mungkin berharap aku akan mencegahnya agar tidak pergi. "Ya pergi aja!" Alfa manyun. "Tega!" "Emang!" "Udah nggak naksir aku lagi ya?" tanyanya. "Iya, udah move on," sahutku tegas. "Hm," Alfa berwajah sedih. "Gagal deh," kata Alfa lemas. "Apanya?" tanyaku penasaran. "Jadi Homo," jawab Alfa lantas ketawa. "a***y!" Alfa masih cekikikan. Alfa tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke depanku sehingga membuatku diam mendadak. Deg deg deg. Jantungku berdegup kencang. Rasanya aku memang masih menyukai Alfa walau aku enggan sekali mengakuinya. "Na," panggilnya lirih. "Ya?" "Pas kita sedeket ini," "Ya?" "Aku baru tahu," "Hm?" "Kalau." "Apa?" "Kamu berkumis," "k*****t!!" Aku mendorong Alfa menjauh dan cowok BBF itu hanya tertawa terpingkal-pingkal. "Yaudah, deh! Semangat move on-nya," katanya tanpa beban lalu pergi. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat. Rasanya ingin meluapkan amarah yang sudah mencapi ubun-ubun. Namun sekali lagi, aku hanya mengeluarkan mantera dari kantong rokku dan membacanya. Ina bodoh!! Udah dibilangin si Alfa itu cuma BBF!!! Jangan kemakan gombalannya, Oon!!!! Dasar k*****t.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD