TIGA PULUH TUJUH: LO MENGHINDAR, PRIL?

1117 Words
Jun diam di mejanya. Kalo diperhatikan, di seperti sedang serius membaca dokumen di depannya sambil memainkan bolpoin di antara jari - jarinya. Tangan yang lainnya menyangga dagunya yang kepalanya agak menunduk. Dilihat sekilas sih dia seperti khusyuk bekerja. Tapi kalau mau lihat yang bener, matanya lagi melototin April aslinya. Jun kepo parah. Tapi bukan salahnya dong, habisnya April orangnya tertutup banget sih. Memang, mereka ini sudah seperti adik kakak. Deket banget. Jun kenal April pas umur cewek itu belum genap sebulan. Jun tau kebiasaan dan watak April juga Mei dengan baik. Bahkan Jun juga bisa bilang kalau mereka berdua pasti tau juga wataknya bagaimana. Tapi soal perasaan, April bukan orang yang terbuka. Beda sama Mei yang pastii cerita, 'Bang gue naksir dia, Bang gue ditembak dia, gue jadiannya sama dia, Bang, gue abis ciuman sama itu, Bang. Semuanya kalau Mei pasti cerita. Tapi April beda banget walaupun mereka berdua sepabrik. "...Jun! Ish ngelamun coba dia!" Jun tergagap saat suara April yang terdengar gusar berhasil menembus kabut lamunannya. "Apa?" "Gue nanya, ini yang proposal Bu Sabrina mau lo jawab kaya gimana? Uda lo baca kan proposalnya?" "Diemin dulu, ada yang mau gue bahas lebih lanjut sama dia sebelum penyelesaian acc." "Oh… okay." Gadis itu mengedikkan bahu tak acuh dan kembali fokus dengan pekerjaannya. Sementara Jun, sama, dia juga kembali fokus pada apa yang dilakukannya sebelumnya. Melamum memikirkan April. Akhir - akhir ini April aneh nggak, sih? Mendadak bilang sesuatu yang ambigu tentang status keperawanannya, lalu mendadak punya teman cowok, dan tiba - tiba juga bilang kalau dia sudah punya orang lain yang dia suka. Ini semua mengarah kemana? Bingung dia. Tapi sebenarnya yang lebih membingungkan adalah kegalauan Jun tiap kali April begini. Tapi Jun punya pembelaan. Dia kenal April dari dia kecil, she's practically his baby sister. Tentu saja normal dong, kalau dia concern dengan segala sesuatu yang terjadi pada April? "Pril." "Hmm?" April menyahut sambil lalu tanpa mengalihkan fokusnya pada layar PC di depannya. "Cowok yang lo suka itu siapa?" *** "Cowok yang lo suka itu siapa?" April menegang di tempatnya. Ini lagi?! Setelah tadi pagi dia bisa dengan mulus menghindar untuk menjawab? Jun ini kepo bener, deh. Nanti giliran tahu, malah makin bingung loh, sukurin. April menengok ke kanan pada atasannya si raksasa yang walaupun dengan berat hati harus April akui, ganteng, bagai sosok Arimbo kakak Arimbi istrinya Werkudara dalam sosok pewayangan yang tersohor itu. Pria itu sedang duduk menyangga dagu menatapnya. Dari tadi posisinya begitu. April kira lagi serius kerja. Jangan - jangan… April menggeleng pada kemungkinan yang terbentuk di kepalanya. "Lo dari tadi merhatiin gue kayak gitu?" "Lo dari pagi nggak jawabin pertanyaan gue, kenapa?" Jun balas bertanya. Kalau diterusin, debat kusir mereka bisa lebih lama dari perang seratus tahunnya Inggris Prancis. Makanya April diem, pasang wajah datar sambil balas lihatin Jun. "Nggak mempan lo pasang wajah begituan sama gue. Gue tetep pengen jawaban." Jun memperingatkan. "Lo kenapa sih, kepo banget. Mei aja udah punya tunangan, ya masa gue pacaran aja nggak boleh?! Mana yang larangin lo lagi. Lo siapa gue coba?" April mulai merepet. Habis akal menghadapi Jun. Hanya itu yang bisa dia pikirkan. Defense. Lalu serang balik. Sampai kapan dia mau menghindari perasaannya buat Jun? Well, sampai dia yakin kalau perasaannya nggak akan menyakiti siapapun. Syukur - syukur dia bisa move on, kan dapet cowok lain yang lebih baik gitu dari Jun. Masalahnya satu, bagi April, selain sikap Jun yang Pakboi dan hanya menganggap April adik, Jun di mata April sempurna. Kan susah nyari yang lebih lagi. Kecuali April mempertimbangkan buat ounya pacar dati bangsa malaikat. Kan, April jadi ngelantur. "Gue kan punya kewajiban jagain lo. Gue cuma mau mastiin aja, lo baik - baik aja. Cowok ini baik apa nggak, dia bisa nggak gue percayain buat jaga lo? Gue nggak mau lo kenapa - napa tau." Giliran Jun yang menjelaskan panjang lebar. Suaranya jadi agak keras karena dia gemas, sampai April harus mengingatkan Jun untuk mengecilkan suaranya dengan menempelkan telunjuk di bibirnya. Gila ih Jun! Kalau pas barusan ada yang lewat terus dengar gimana, dong! Karir April dipertaruhkan di sini! Bisa gagal cita - citanya buat bikin bakery kalau dia harus keluar dari sini. Bisa sih, cari pekerjaan lain. April masih muda ini. Usianya masih amat produktif. Tapi yang kerjaannya enak dan gajinya lumayan tinggi selain di sini mungkin nggak ada lagi. April menghela nafas berat. "Dia baik." Jun baik sama April. "Dia bisa jagain gue." Seperti biasa, Jun selalu bisa jagain April, meskipun dengan cara yang April kira agak mengkhawatirkan. Tapi April hampir selalu merasa aman kalau sama Jun. "Dia nggak pernah ngapa - ngapain gue." Jun memang pakboi, tapi dia kalau sama Mei dan April itungannya sopan kok. Nggak pernah bercanda yang mengarah ke s****l harrashment ataupun body shaming. Yah masalah Jun sama Mei yang ternyata cipokan dibelakang April, well… saat itu kan mereka sama - sama single. Nggak masalah. Yang punya masalah kan April yang jadi sakit hati gitu liatnya. "Tapi dia ngambil perawan lo." *** "Apa, sih?" Jun bertanya dengan wajah defensif saat dia masuk ke lift yang sama dengan April dan beberapa karyawan lain untuk turun ke lobby. Pas dia masuk mendadak April langsung melotot nggak terima. Tapi kan ini lift umum. Memangnya, ada yang salah dengan pernyataan dia tadi? Kan April bilang sendiri kemungkinan dia udah nggak oerawan. Dan sekarang April bilang dia lagi suka sama seseorang. Wajar kan kalau Jun mengasumsikan orang yang disuka April adalah orang yang sama dengan orang yang menjadi partner April untuk pertama kalinya? Mikirin gitu aja dia rasanya panas mendidih nyaris meledak. Tapi bukan dia yang marah, dia malah dilempar April pakai post it yang tebal yang mendarat dengan mulus di bibirnya. Kok bisa pas banget sih. April mengamuk. Walaupun tanpa suara. Tapi dia nggak mau deket - deket Jun dan langsung menyentak kalau Jun mendekat. Apalagi kalau Jun tanya - tanya tentang hal itu lagi. Rasanya Jun seperti bisa melihat tanduk tumbuh keluar dari atas kepalanya. Lift sampai di lobby dan semua penumpangnya berbondong - bondong turun. Pengen cepet pulang dan sampai rumah karena besok hari minggu. Termasuk juga April. Dia mau tidur! Matanya udah sepet banget. Jun gelagapan. Rencananya dia mau ajakin April pulang bareng. Tapi karena habis ngamuk, pasti harus ada acara bujuk - bujukan dulu. Tapi sekarang lagi rame, banyak orang. Kalau Jun menyapa April sekarang, bisa - bisa sampai rumah dia digorok. Makanya sekarang dia cuma berdiri bingung di samping mobilnya. Gimana nih? "Pril." Dia mencoba memanggil April pelan. Tapi April nggak dengar. Dia masih sibuk dengan ponselnya. Jun menunggu sampai sepi dan hendak menghampiri April, tapi gadis itu malah beranjak pergi menghampiri…. Kang ojol. Ketikung sama ojol deh, Jun. Dia memaki pelan, kesal luar biasa. Ojol kampret! Makinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD