Bagian 4

2046 Words
Tendangan demi tendangan mulai mencetak gol, River menarik sudut bibirnya saat netra minimalis cowok itu menatap kearah lapangan. Dia teringat akan masa lalunya, baik di London maupun di Panti Asuhan. Ya, River masih ingat betul tentang kenangan Panti Asuhan, dia sering pergi ke sana dan bermain  dengan gadis cantik yang punya wajah imut. Entah dimana gadis itu sekarang, River tidak tau. Tepukan pundak membuat atensi cowok itu teralihkan, “Ngapain lo bengong disini?” tanya Regan yang berdiri di samping teman barunya. “Gue kangen sekolah lama” alibi nya, tidak mungkin River mengatakan kalau dia tengah memikirkan panti asuhan lantaran cowok itu tidak akan mengerti pastinya. Regan memasukan kedua tangan nya di saku celana, membusungkan d**a seraya menarik nafas “Gak betah ya sekolah disini?” tanya cowok itu lagi membuat River mengembangkan senyum seraya menggeleng. Dia hanya butuh sedikit beradaptasi lagi, dan dia yakin akan nyaman mengenyam pendidikan di SMA Bina. Netra mereka berdua fokus menatap lapangan, menatap banyak orang yang tengah berebut satu bola. Hingga suara toa milik seseorang mengagetkan keduanya. River spontan mengelus dadanya, menenangkan jantung nya yang terkejut. Sementara Regan langsung misuh-misuh di tempatnya sembari menatap Tissa dengan pandangan tak suka. Kenapa sih cewek itu selalu menempel pada dirinya dan River? Sedikit risih sebenarnya. Tissa berdiri di tengah, menoleh ke kanan dan kirinya sebelum berceletuk “Gue nyariin kalian di kantin tadi, eh malah disini ketemunya” celetuk cewek berpipi itu “Kalian ngapain sih disini?” ucapan Tissa terhenti saat netranya menangkap serbuk berlian yang tengah memasukan bola ke kandang lawan. “Woaaah, paraaahh, paraaahh” Tissa berdecak kagum. “Apaan sih, Tiss?” tanya River bingung saat melihat binar di kedua netra almond milik Tissa. “Dahlah, lo nggak usah kepo sama dia. Orang kalo nggak waras terus di paksa waras ya gini hasilnya” siapa lagi yang berani menghujat Tissa kalau bukan Regan? Ucapan cowok itu membuat Tissa langsung menyipitkan matanya, kesal dan kesal. “Lo kalo ngomong biasain pake filter bisa kan??” “Enggak!” Regan menjulurkan lidahnya mengejek, Tissa tak peduli dan memilih untuk memunggungi teman laknat nya itu. Kini dia menghadap River “Itu tuh, kapten futsal SMA Bina, namanya Kak Rizal. Cakep nya 11-12 sama Arsen” netra Tissa tak mampu beralih dari pesona Kakak kelasnya yang tinggal menghitung bulan akan lulus. Suara Regan membuat tatapan Tissa terpaksa teralihkan. “Tiss, lo tau nggak..” sela Regan sembari menatap Tissa intens, cowok itu menggosok hidungnya, Tissa menunggu hujatan apa yang hendak di lontarkan oleh Regan lagi. “Lo tau nggak, kalau gue sama River nggak peduli!” lanjut cowok itu sembari memasang wajah super duper menyebalkan membuat Tissa naik pitam. Cewek itu memukuli Regan membabi buta, membuat sang empu mau tau mau harus berlari kabur kalau tidak ingin habis jadi samsak cewek bar-bar itu. Sementara River masih diam menikmati keributan yang ditimbulkan kedua temannya. Dari dulu, River tak pernah memiliki banyak teman. Dia lebih nyaman dengan dunianya sendiri, bermain musik dan menghabiskan waktu di rumah. Sesekali cowok itu keluar untuk menemani Mommy nya belanja. Kalau tidak ya menghabiskan waktu di sungai Thames sembari merenungkan beberapa hal, salah satunya.. dimana Daddy dia berada saat ini. “River!” Cowok itu kembali menoleh dan mendapati Sisi yang berjalan mendekat ke arah dia “Hai” balas sapanya. Sisi berhenti “Thanks ya udah nolongin gue kemarin” ucap cewek itu lagi. River mengangguk “Yang nolong elo kan Regan bukan gue” Sisi menggigit bibir bawahnya ragu, lantas mengangsurkan sebuah kotak kecil “Boleh nggak nitip ini buat Regan? Sebagai ucapan terima kasih gue” mereka memang sekelas, tapi Sisi masih canggung untuk berinteraksi lebih dekat dengan manusia bernama Regan, jadi dia memutuskan untuk meminta bantuan River yang sepertinya dekat dengan cowok itu. “Nggak masalah, nanti gue kasihin ke Regan” “Thanks sekali lagi ya, Ver” “Sama-sama” Cewek berambut sebahu itu melenggang pergi, menaruh harapan Regan akan menerima pemberiannya. Merasa sudah tidak ada yang bisa dilakukan lagi, River akhirnya berjalan menuju ke kelas. Mungkin Regan sudah ada disana. Di koridor dia melihat Tissa yang sepertinya tengah beradu mulut dengan seseorang. Haiiss, cewek satu itu! padahal baru beberapa menit dia bertengkar dengan Regan, kini cewek bar-bar itu sudah mencari gara-gara lagi. Tissa melipat tangannya di depan d**a sembari menatap kakak kelas yang menghadang jalannya dengan sengak, cewek itu tak pernah takut dengan siapapun kalau dia merasa benar. Kalaupun salah, dia akan meminta maaf meski dengan gaya yang menyebalkan. Seperti saat dia tak sengaja menabrak Regan di awal pertemuan mereka berdua. “Lo jadi adek kelas songong amat sih? Belum cukup ya peringatan gue kemarin, hm?!” cewek berambut cokelat yang di ombre itu menatap Tissa dengan tajam, sungguh tidak ada adik kelas yang berani melawannya kecuali Tissa. “Lagian gue nggak salah! Kenapa gue harus takut sama Kakak. Sejauh ini Kakak nggak punya bukti dan cuma bisa nuduh gue sebagai pelakor!” Tissa sudah muak sebenarnya, sudah sering dituduh sebagai pelakor oleh kakak-kakak kelasnya, mulai dari yang alim sampai yang bar-bar seperti saat ini. Siapa yang menuduh Tissa pelakor? Jawaban nya adalah mantan-mantan Arsen lantaran mengira Arsen memutuskan hubungan dengan mereka karena Tissa. Padahal cewek berpipi itu tidak pernah mengurusi kisah cinta Arsen sama sekali. “Mana ada maling ngaku?! Kalo pelakor mah pelakor aja, coy! Dasar muka tembok!” Tissa mengepalkan tangan nya kuat-kuat, siapa yang tidak tersinggung saat dikatai seperti itu? Tapi sebisa mungkin cewek berpipi chubby menahan emosinya lantaran ini masih di sekolah, dia tidak ingin mendapat masalah. “Kalo lo enggak gatel sama Arsen, dia nggak bakal mutusin gue!” Tissa menelan semua emosinya mentah-mentah, dalam hati cewek berpipi chubby itu merutuki kebodohannya lantaran mau saja menerima saran Arsen untuk masuk ke sekolah ini. Sekolah dimana dulu Arsen bersekolah, lebih sialnya lagi Arsen itu populer banget sampai pas dia lulus aja kepopuleran nya masih terasa di SMA Bina. Selain itu Arsen meninggalkan banyak jejak alias mantan disini, dan yang lebih sialnya lagi cowok itu jarang memposting foto bersama pacarnya melain terus bersama Tissa. Wajar kalau pacar-pacarnya yang sekarang jadi menuduh Tissa sebagai pelakor. “Gini ya, Kak. Sebenernya gue udah capek banget di tuduh sana sini, dijauhi teman-teman sekelas cuma karena isu kalo gue itu pelakor. Gue sama Arsen cuma temenan, ngerti kan temenan itu kayak gimana?” Tissa menjeda ucapannya “Dan gue nggak pernah ngurusin kisah cinta dia apalagi sampai jadi pelakor. Kalo Arsen mutusin Kakak atau yang pacar-pacar dia sebelumnya itu berarti dia udah nggak nyaman, atau bisa jadi kakak udah nggak cantik lagi menurut dia. Yakali serbuk berlian macam Arsen pacaran sama kaum kentank kayak kakak” Telak. Ucapan panjang lebar Tissa langsung memancing amarah kakak kelasnya, terlihat jelas dari tatapan tajam cewek berambut cokelat di depannya yang berubah menajam. Tissa menelan ludah, apakah kata-katanya tadi terlalu keterlaluan hingga membuat kakak kelasnya terdiam? Belum sempat Tissa menambah asumsi di benaknya tiba-tiba saja rambut pendeknya sudah di jambak oleh si kakak kelas laknat. Tissa mengerang kesakitan, dia tak bisa melawan lantaran semakin melawan cengkraman di rambutnya semakin menguat dan rasa sakitnya semakin bertambah. “Aduh, aduh, sakit kak! lepasin!” “Lo punya mulut sekali-kali harus di kasih pelajaran biar nggak asal bacot! Lo kira muka lo cantik?! Lo kira lo juga berlian kayak Arsen?! Ngaca!” Jambakan kakak kelasnya semakin erat membuat Tissa hampir saja menangis. “Begeee!” Tissa akhirnya memberontak, dengan sekuat tenaga cewek itu melepaskan cengkraman kakak kelasnya. Cewek itu menjerit keras saat merasakan helai rambutnya rontok semua, kini rambutnya sudah terlepas dari jambakkan Kakak kelas titisan dajjal tersebut. Tissa menatap cewek yang ada di depannya dengan tajam, nafasnya memburu. “b*****t! Gue sumpahin tangan lo kudisan muka lo jerawatan dan nasib lo sial terus-terusan!” bentak Tissa dengan penuh emosi, dia menelan ludahnya. Lutut nya gemetar, kenapa dia harus dihadapkan pada masalah yang seperti ini? Apa tidak cukup dia di kucilkan oleh teman-temannya yang lain? River yang sedari tadi bersembunyi kini baru keluar dari tempat persembunyiannya. Entah apa yang dipikirkan cowok itu, bukan nya membantu dia malah bersembunyi seperti tadi. Tapi saat melihat teman nya diperlakukan sekasar itu, River tak bisa tinggal diam lagi. Akhirnya cowok itu menghampiri Tissa “Lo nggak papa, Tiss?” Tissa menggeleng “Nggak” Cowok yang biasanya selalu menatap orang-orang dengan ramah dan santai kini berubah jadi tajam, dia menatap Kakak kelasnya dengan marah. Sementara si kakak kelas titisan dajjal masih diam menatap Tissa, aura ingin menyerang kembali. Tapi kedua temannya dengan sigap menahan lantaran jangan sampai terjadi keributan yang membuat mereka berada dalam masalah yang serius. River menarik sudut bibirnya, lantas mengeluarkan ponsel. Tampaklah sebuah Video dimana dia menyerang Tissa tadi, si kakak kelas terkejut dan terlihat takut, spontan tangan nya tergerak untuk merebut ponsel itu, tapi dia kalah cepat. River mengangkat tangannya keatas, menghindari serangan kakak kelasnya. “Aih, Aih, jangan main rebut gitu dong. Kan bisa minta nya baik-baik” ucap River, kakak kelasnya terdiam, menatap dongkol cowok yang malah ikut campur urusannya “Tapi nggak seru kalo cuma kita yang lihat, gimana kalo gue sebar video ini di grup sekolah? Gila! Viral pastinya” “Sialan! Siniin!” Kakak kelas yang belum diketahui namanya itu kembali mencoba merebut ponsel River, tapi cowok itu dengan sigap menghindar. Lama-lama melihat wajah cantik yang begitu ketakutan membuat River tak tega juga, dia menarik sudutnya kembali lantas memberikan penawaran “Oke, oke, gue nggak akan sebar ini video tapi dengan dua syarat. Lo minta maaf ke Tissa dengan tulus, lalu lo traktir kita bertiga makan di kantin selama seminggu. Gimana?” Tissa menyenggol lengan River “Bertiga?” tanya dia heran. “Regan” “Oh..” Kakak kelas itu menatap River dengan intens tanpa kedip, bagaimana bisa dia dipalak oleh adik kelas nya seperti ini? Sebuah penghinaan besar bagi cewek itu. Tapi dia tak punya pilihan lain kalau sampai video itu tersebar maka reputasi keluarganya akan tercemar dan dia tidak ingin itu terjadi. Akhirnya si kakak kelas melangkah mendekati Tissa “Gue minta maaf” tak ada sentuhan ketulusan sedikitpun, suaranya masih saja judes. River menggeleng, dia tidak bisa menerima begitu saja permintaan maaf yang tidak tulus. Tapi saat dirinya hendak membuka suara kembali, Tissa yang mendapatkan kesempatan lagi pun ikut nimbrung. “Coba sambil bilang, ‘Tissa yang cantik gue minta maaf ya karena udah jambakin rambut lo yang bagus itu’ nah baru gue terima permintaan maaf kakak” Cewek dengan rambut di ombre itu sudah hendak memukul Tissa lantaran adik kelasnya itu benar-benar sudah keterlaluan, tapi langsung ditahan oleh kedua teman nya “Udah, Dre. Minta maaf aja, jangan sampe tuh video nyebar” Cewek yang di panggil Dre itu terdiam, sedikit berfikir. Lantas dia kembali menatap Tissa yang langsung nyengir lebar, mengejek. “Gue minta maaf udah jambakin rambut lo, setelah ini gue juga bakal traktir kalian” tak mau memperpanjang lebar masalah lagi Audrey dan kedua temannya melenggang pergi meninggalkan River dan Tissa. “Gue anterin lo ke kelas” tawar River yang langsung menggandeng tangan Tissa, namun cewek itu justru menepisnya, dia tidak ingin dikasihani sekarang. “Gue bisa sendiri, oh, nanti lo aja sama Regan yang ke kantin gue nggak ikut” Tissa melenggang pergi, dia butuh waktu sendiri untuk menenangkan pikiran nya. Sudah berkali-kali dan dia masih diam. Tapi setelah ini Tissa tidak akan diam lagi, sepulang sekolah nanti cewek  berpipi cubby itu akan berbicara pada Arsen dan merundingkan tentang pertemanan mereka harus seperti apa agar dia tidak dituduh sebagai pelakor terus menerus. River hanya bisa menatap punggung Tissa yang menjauh, setelah hilang di tikungan cowok itu kembali melangkah menuju kelasnya. (^_^)(^_^) “Denger-denger, lo adik nya Arsen ya” River spontan menoleh saat Audrey yang awalnya duduk tak jauh dari mejanya kini jadi duduk di sebelahnya. Sementara Regan memandang keduanya dengan kernyitan di dahi. Tadi, dia di ajak River makan di kantin, katanya akan ada yang mentraktir makan siang mereka dan Regan fikir itu adalah Tissa, tapi ternyata tidak. “Gue Audrey, mantan nya Arsen” Busyeet, hampir saja Regan dan River menyemburkan tawanya saat mendengar nada dan binar kebanggaan saat menyebutkan kata ‘Mantan nya Arsen’ River yang malas menjawab mau tak mau harus menjawab, menghormati kakak kelas.“Hm, adik sepupu. Kenapa emang?” “Nggak papa, gue boleh minta nomor ponsel lo nggak?” Kini kedua cowok tampan itu saling melempar tatapan, River bukan cowok yang sombong, untuk itu dia memberikan nomor ponselnya, urusan kalau Audrey mengirimkan pesan dan dia balas atau tidak, itu urusan nanti. Setelah mendapatkan kontak River yang ternyata sangat mudah, Audrey kembali ke tempat duduknya dan meneruskan makan. Tatapan matanya tak lepas dari wajah River yang sudah menghipnotisnya. Kalau tidak mendapatkan kakak nya, adiknya juga boleh. Begitu pikiran Audrey saat ini. Sedangkan di mejanya River merasa horor, sedari tadi bulu kuduknya meremang lantaran terus ditatap se intens itu oleh kakak kelasnya, bakso yang biasanya terlihat nikmat kini rasanya jadi hambar. River bangkit dari kursinya, “Re, cabut yuk. Gue merinding nih”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD