Bagian 24

2611 Words
Ketukan pintu membuat seluruh isi kelas yang awalnya ramai kini mendadak senyap, tak lama Bu Indah masuk sembari mengembangkan senyum. Kalau Bu Indah bertamu, hanya ada dua kemungkinan. Satu, menyampaikan kabar dan tugas jika ada guru yang tengah absen dan yang kedua, ada murid baru yang hendak di kenalkan. Bu Indah menyapukan pandangan, tangan nya bertengger di belakang punggung dengan d**a yang  membusung, wajah Bu Indah tidak galak, justru staff SMA Bina itu lebih banyak mengembangkan senyumnya. “Selamat pagi anak-anak” sapa Bu Indah, seluruh isi kelas menjawab sapaan selamat pagi itu dengan kompak. “Baik, kebetulan  hari ini Bu Mawar sedang tidak bisa mengajar, kalian diberi tugas untuk mengerjakan buku paket halaman 50-53" ucap Bu Indah "Dan satu hal lagi, hari ini kalian akan mendapatkan teman baru" pintu kelas kembali terbuka, dari sana muncul wajah imut seorang cewek berambut hitam panjang bergelombang. Tak lama terdengar cuit-cuitan dari cowok-cowok sekelas mereka membuat cewek itu harus menahan malu. "Nah, kenalkan diri kamu ke mereka ya" Cewek imut itu mendongak, menyapukan pandangan, terlihat teman-teman nya yang begitu antusias menunggu dia untuk mengenalkan diri "Hai, namaku Almira, kalian boleh panggil Ira. Aku pindahan dari London" Bu Indah mengangkat telapak tangan nya saat ada yang ingin bertanya atau lebih tepatnya ajang menggoda kepada Ira. Staff itu tersenyum, lantas menoleh ke arah Ira yang membalas senyuman itu dengan canggung “Nah, sekarang Ira boleh duduk satu bangku sama Raha—“ “Bu!” salah satu dari mereka mengangkat tangan, menyela ucapan Bu Indah. “Saya mau pindah tempat duduk di sebelah Rahayu. Almira biar duduk disini saja” kata cewek itu, Bu Indah mengangguk membuat Dinda tersenyum. Sebelum beranjak, dia menyempatkan menoleh kearah Tissa yang hanya menatap Dinda dengan datar “Akhirnya gue bisa pisah sama lo, Tiss” “Lo ada masalah apa sih sama gue?” Tak menjawab, Dinda langsung melenggang untuk duduk satu bangku dengan Rahayu. Cewek itu sudah lama ingin pindah tempat duduk lantaran dia tidak ingin dijauhi oleh anak-anak Bina seperti Tissa. “Baik, kalau begitu Ibu tinggal dulu. Untuk tugasnya jangan lupa dikerjakan dan dikumpulkan pas jam istirahat nanti” “Baik, Buuuu” Almira berjalan menuju bangku yang ditunjuk oleh Bu Indah tadi, saat tau siapa yang akan menjadi teman sebangkunya Ira tersentak kaget. Cewek itu berhenti sejenak di samping bangku, menatap Tissa yang sibuk dengan ponselnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah dia. Ira lantas duduk dengan canggung, dia masih ingat kalau cewek yang menjadi teman sebangkunya itu adalah cewek yang tadi pagi melakukan skinship dengan Regan. Dengan sedikit ragu, Ira menoleh lantas mengulurkan tangan untuk berkenalan “Em, namaku Almira, nama kamu siapa?” Tissa menoleh, lantas menjawab singkat “Tissa”  Tissa tak begitu tertarik untuk berkenalan lebih jauh dengan Ira, lantaran dia pikir cewek yang duduk di sebelahnya ini akan sama dengan cewek-cewek Bina lain. Tinggal tunggu waktu kapan teman sebangkunya ini kena hasutan soal rumor kalau Tissa adalah pelakor, dan tinggal tunggu waktu dia akan kembali duduk seorang diri lagi. Lain hal nya dengan Tissa yang cuek dan bahkan kini cewek itu mulai sibuk mengerjakan tugasnya. Ira punya banyak pertanyaan yang ingin di lontarkan hingga dia bingung mau mengajukan yang mana dulu. “Tissa, boleh aku tanya sesuatu sama kamu?” celetuk Ira bertanya. Lama Tissa tak menjawab, sebelum akhirnya dia hanya mengangguk. Ira yang seperti mendapat kesempatan kini langsung mengajukan pertanyaan yang sedari tadi mengganjal pikirannya “Kamu kenal sama Regan? Regan Mahesa Gunawan?” Mendengar nama Regan di sebut Tissa jadi menghentikan kegiatan mengerjakan tugasnya, dia menoleh ke arah Ira. Kenapa murid baru seperti cewek yang ada di sampingnya ini sudah mengenal Regan? perasaan cowok gulali nenek itu tidak famous di SMA Bina. Tapi, di SMA Bina yang namanya Regan ya cuma cowok gulali nenek, tidak ada yang lain. Dengan ragu Tissa mengangguk “Kenal, lo kenapa bisa kenal sama Regan?” Tissa balik bertanya membuat Ira mengembangkan senyumnya. “Rahasia, nanti bantuin aku buat ketemu sama Regan ya, Tiss?” “Ogah” Ira menekuk wajahnya, Tissa yang melihat itu lantas mendengus, dia tidak boleh bersikap jahat pada mereka yang baik kepadanya, meski Tissa rasa kebaikan teman barunya ini hanya akan sementara saja “Iya, iya, gue temenin nanti” Senyum di wajah Ira kembali timbul, “Yes, makasih, Tissa” “Hm” Cewek berpipi dan berponi tengah itu kembali menghentikan kegiatan menulisnya, dia menoleh menatap Ira yang menatap teman-teman lainnya. “Kenapa?” tanya dia. Ira kaget, tapi dia menggeleng “Nggak papa, mereka pada cuek-cuek ya” gumam Ira, dia heran. Bahkan teman yang ada di depan dia tidak menoleh saat Ira panggil ketika dia hendak mengajak kenalan. Kenapa seisi kelas kompak untuk bersikap cuek seperti ini. Sebenarnya tak ada alasan lain selain murid baru itu duduk sebangku dengan Tissa yang dianggap parasit oleh ciwi-ciwi SMA Bina “Mereka nggak cuek, tunggu aja pas nanti lo jauh dari gue. Pasti mereka bakalan mau berteman sama lo” jawab Tissa jujur, meski nada suaranya terdengar biasa saja, tapi di dalam hati Tissa merasa tersakiti. Dia sakit lantaran tidak ada yang mau berteman dengannya. “Kenapa gitu? emangnya kamu punya salah apa sama mereka sampe mereka jauhin kamu” “Lo ternyata banyak tanya juga ya, bawel” Ira tersipu, dia malu sendiri. Yah, dia kan kepo, kalau tidak banyak bertanya Ira akan ketinggalan banyak hal yang seru tentang berita dan teman-teman sekelasnya. Meski suara Tissa terdengar jutek tak membuat Ira tersinggung sama sekali, diam-diam cewek berdimple di pipi kirinya itu menyukai Tissa, dia ingin berteman dengan Tissa. “Tapi karena lo anak baru jadi gue maklumi deh.” lanjut Tissa, kini dia sedikit berbisik membuat Ira mendekatkan telinganya pada wajah Tissa “Mereka tuh iri sama gue yang bisa pacaran sama alumni most wanted di SMA Bina. Mereka juga pernah anggap gue sebagai pelakor, tapi yaudah lah, namanya juga iri. Dari bulan pertama gue masuk disini, mereka udah pada jauhin gue” “Yah, sendiri dong berarti kamu.” sela Ira “Nggak papa, aku bakal jadi teman pertamamu. Gimana?” Senyum di wajah Tissa timbul, dia menepuk pundak Ira bersahabat “Duh, lo udah telat kalo mau jadi temen pertama gue. Karena gue udah punya 2 temen yang sangat berarti.” “Wah, kalo gitu aku yang jadi nomer 3 nya gimana? boleh kan?” “Sounds good” Mereka sama-sama melemparkan senyuman, baru kali ini Tissa bisa bicara sesantai ini pada teman cewek sekelasnya. Yah, biar bagaimanapun dia belum terlalu mengenal Ira, Tissa hanya memanfaatkan kesempatan untuk merasakan punya teman cewek sebelum negara api menyerang. Maksudnya sebelum semua isu dan hasutan masuk ke telinga Ira, dan cewek berubah jadi membencinya seperti yang lain. “Lo sendiri dari London kenapa pindah ke Indo?” Tissa balik bertanya membuat Ira tersenyum sangat manis “Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan disini” jawab Ira dengan santai “Sebenernya aku dulu pernah tinggal di Indo, terus orang tuaku pindah ke London. Jadi ya, aku ikut aja. Lagipula, aku nggak akan lama kok disini. Setelah urusanku selesai aku akan ke London lagi” "Jadi kalo urusan lo selesainya besok, besoknya lagi lo bakal keluar dari Bina dan pindah ke London gitu?" Ira terkekeh, lantas mengangguk. Gampang nya sih gitu, tapi dia rasa semua tak akan semudah itu. Menemukan orang yang dia cari saja pasti akan membutuhkan waktu yang lama, belum lagi menyelesaikan janji mereka berdua. “Ya semoga urusan lo nggak selesai-selesai biar gue terus punya temen cewek" gurau Tissa yang mengundang tawa Ira. Satu dua teman sekelas yang melihat interaksi itu hanya bisa mendengus sebal, mereka tak suka melihat Tissa bahagia.  (^_^)(^_^) “Re” Cowok yang tengah fokus menyalin tulisan guru di papan spontan menoleh, River mengembangkan senyumnya “Gue udah baikan sama Bang Arsen” ucap River berbisik, dia tak sabar ingin menceritakan semuanya kepada Regan “Dan lo tau apa yang paling membahagiakan? kata Opa gadis kecil di masa lalu gue lagi ada di Indonesia, dan kayaknya dia juga lagi nyariin gue. Opa juga bilang tinggal tunggu takdir yang mempertemukan kita” Regan tak menjawab, cowok itu  mengetukkan bolpoin yang dia pegang ke jidat River membuat sang empu mendengus. Regan tersenyum menggoda “Lo ngomongin soal takdir bikin gue geli tau nggak. Yah, tapi gue ikut seneng sih akhirnya lo nggak jadi sadboy lagi dan bisa move on dari Tissa” jawab Regan yang sama-sama berbisik. River tersipu malu, aiisshh, mana ada cowok se soft itu. “Tapi gue belum baikan nih sama Tissa, lo udah?" "Udah tadi pagi" “Regan! River!” Keduanya sontak menoleh ke arah depan, dimana Pak Yoga tengah mendelik menatap kedua remaja yang sibuk dengan pembicaraan mereka sendiri tanpa memperhatikan guru yang ada di kelas. Regan dan River hanya bisa menelan ludah kaku saat guru berkacamata kotak itu berjalan menghampiri bangku pojok belakang tepat dimana mereka duduk. Pak Yoga menurunkan sedikit kacamata nya, lantas menatap buku catatan milik Regan dan River yang tulisannya baru beberapa baris “Hal seru apa yang sedang kalian diskusikan sampai mengabaikan jam pelajaran saya?” Dengan ragu mereka menggeleng, “Nggak ada, Pak” jawab River mendahului Regan. “Berdiri di lapangan sampai jam pelajaran saya selesai, setelah itu kalian catat semua materi yang saya sampaikan tadi dan kumpulkan saat  jam pulang sekolah nanti” Regan jelas tak terima, dia hanya melakukan satu kesalahan tapi kenapa dia mendapatkan 2 hukuman? keadilan sosial bagi seluruh guru kalau gini caranya. “Nggak bisa gitu dong, Pak. Kan kita cuma bisik-bisik lagian nggak ada yang terganggu, kenapa malah dihukum? mana 2 hukuman sekaligus lagi” “Mau bapak tambahi hukuman kalian?” River menggeleng, bisa kacau kalau sampai hukumannya ditambah apalagi tambahan itu adalah membersihkan toilet. Hiyek! River tidak akan pernah sudi melakukannya. Dengan cepat cowok itu mengangguk dan menarik Regan untuk segera berlari ke tengah lapangan. “Udahlah, lagian panas pagi tuh bikin sehat” “Sehat pala lo, gosong sih iya. Lagian ini udah jam setengah 12” Cowok bermata sipit itu terkekeh, berdiri di bawah tiang bendera dan melakukan hormat. Garing banget tanpa pembicaraan,  Regan sih biasa aja, karena menurut dia semakin banyak bicara membuatnya semakin lelah. Beda dengan River yang tidak betah berdiam-diaman saja seperti ini. “Re, menurut lo Mommy gue cocok nggak sama Om Zee?” si perfect smile lip and eye itu mengajukan pertanyaan random. Habisnya dia tidak tau mau bahas apa. Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari River membuat Regan menoleh dan menyatukan alisnya. Seingin itukah River punya Daddy? tapi Regan tidak menyalahkan, River hanya bersikap normal dengan mengharapkan sosok laki-laki yang bisa dia panggil Daddy “Cocok, tapi Ver, kenapa lo nggak coba cari tau soal Daddy lo? Mumpung nggak ada Tante Ra, lo tanya aja sama Oma-Opa mereka pasti tau” “Daddy ya.. entahlah, Re. Gue pengen menyelesaikan masalah satu-satu. Untuk saat ini, gue percaya sama Mommy kalau Daddy udah meninggal. Meski gue sendiri belum yakin sepenuhnya, terlalu banyak hal yang janggal" "Emang lo punya masalah apa aja sih? Kesannya hidup lo penuh akan masalah deh" River terkekeh "Pertama, gue pengen minta maaf dulu ke Tissa, dan persahabatan kita bisa jadi kayak dulu lagi. Kedua, gue pengen ketemu sama gadis masa lalu yang sekarang lagi ada di Indo, nah setelah itu baru deh gue cari tau soal Daddy" ucapan River terpotong saat netra minimalisnya tak sengaja menangkap siluet seseorang, seseorang yang mirip sekali dengan gadis masa kecilnya, Lami. “River!” Regan menyenggol bahu River membuat sang empu langsung tersadar. “Tadi, tadi gue lihat..” “Lihat apaan sih?” Regan menoleh kebelakang, tak ada disapa pun disana “Ngingo ya lo?” River menggeleng-gelengkan kepala, mungkin dia halusinasi akibat kelamaan terpapar sinar matahari dan kepanasan. Cowok itu jadi berhalu kalau tadi dia melihat gadis kecil masa lalunya, tidak mungkin gadis itu ada di Bina kan? Keringat dingin membasahi pelipis River, Regan yang hanya bisa menatap sahabatnya dengan khawatir masih bingung dengan perubahan raut wajah River. “Re, gue ke mau ke UKS. Kayaknya lagi nggak sehat otak sama tubuh gue” “Heh! lo masih di hukum, Ver!” Teriakan Regan tak diindahkan oleh River, cowok itu terus berjalan menuju UKS. Mungkin efek kepanasan jadi otak dan matanya tidak sinkron, apalagi sedari tadi yang ada di fikiran River hanya Lami dan Lami. Maka dia simpulkan kalau kejadian tadi hanya halusinasi. Dari pada menghabiskan masa hukuman sendiri Regan memilih untuk mengikuti River ke UKS lumayan bisa ngadem sambil tiduran disana. UKS tak jauh dari lapangan, Regan hanya membutuhkan waktu satu menit untuk sampai di depan pintu, dia mengetuknya terlebih dahulu “Permisi, Bu” “Regan, kok kamu keringetan banget?” “Iya nih, Bu. Kepala saya pusing banget, efek habis minum kiranti deh kayaknya” ucap Regan ngawur. Ibu  yang menjaga UKS menatap Regan dengan curiga, mana ada cowok minum kiranti, kan yang seharusnya minum kiranti itu cewek. “Bu?” Tak mau ambil pusing menghadapi keanehan Regan, Ibu penjaga UKS  mengangguk “Yasudah, sana” Sembari menahan senyum Regan berjalan menuju salah satu bilik, mengusap peluh dengan tisu yang di sediakan lantas membaringkan tubuhnya di ranjang. Kalau begini akhirnya, Regan tidak menyesal lantaran sudah dihukum tadi. Bolos satu mata pelajaran tidak akan membuat dia mendadak jadi bodoh. (^_^)(^_^) London Setelah jam pulang kantor Mommy Ra tak langsung pulang, kebiasaan wanita itu untuk lembur tak membuat rekan-rekan kerjanya curiga. Tapi hari ini, Mommy Ra pulang telat bukan untuk lembur, melainkan Zee memanggilnya dan menyuruhnya untuk pergi ke ruangan pria itu. Meski sedikit malas, Mommy Ra tetap menemui laki-laki yang selama ini telah banyak membantu dia. Apalagi pertemuan mereka kali ini untuk membahas tentang si penguntit kemarin.  Zee mengembangkan senyum, entah kenapa wanita yang baru saja masuk ke ruangan nya itu tidak pernah tersenyum manis kalau dengan dia. “Sit first, Noona” kata Zee, mempersilahkan wanita nya untuk duduk.  “Stop call me Noona, don’t you see my face is old?” tanya dia membuat Zee yang tengah menahan senyum. Dia tak pernah merasa kalau wajah Mommy Ra itu tua, justru di mata Zee semakin matang wajah seorang wanita maka aura kecantikan nya akan semakin terlihat dan mempesona. “But you look young and beautiful, I love you” balas pria itu tak mau kalah, malahan dia menyelipkan gombalan di barengi dengan wink singkat. “Chicken!”  Zee terkekeh, tangan pria itu meraih amplop yang ada tergeletak di meja, dia mengeluarkan foto-foto yang ada di amplop coklat itu. Raut wajahnya kini berubah serius, tak ada lagi niatan untuk menggoda Mommy Ra. “Your ex-husband is really still alive. Dia memantau kamu dan River selama sepuluh tahun lamanya, dia tahu semua hal tentang kamu dan River. Termasuk, saat kamu mengirim River kembali ke Indonesia” Mommy Ra menatap foto-foto dirinya dan River yang di ambil diam-diam, selama ini dia tidak sadar kalau tengah di intai dan di mata-matai. Bahkan itu semua adalah perbuatan mantan suaminya yang pura-pura meninggal. Kalau kalian jadi Mommy Ra, marah itu wajar. “Why did he do all that?” “You will get an answer after you go to Indonesian” jawab Zee lagi, suaranya tenang “Because he’s there now, to meet River” Speechless, ternyata dugaan Mommy Ra benar. Takdir masih mempermainkan kehidupan nya bahkan sampai belasan tahun lamanya. Dari dulu Mommy Ra selalu bertanya dosa apa yang sudah dia lakukan hingga takdir bisa sekejam ini memperlakukannya. Di saat dia hamil, suaminya malah menceraikan dia. Dia saat dia melahirkan, justru laki-laki lain yang berada di sampingnya lantaran sebelum itu Mommy Ra mendapatkan kabar duka bahwa suaminya meninggal. Belum berhenti di situ, di saat Mommy Ra ingin memulai hidup baru dengan River, sekarang malah begini kejadiannya. Mana ada orang yang kabarnya sudah meninggal dan dia melihat jasad suaminya di kebumikan dengan mata kepala sendiri kini malah hidup kembali?  What the hell! “Are you okay, Ra?” tanya Zee sembari meremas tangan Mommy Ra. Wanita itu menjatuhkan kepalanya pada d**a bidang milik Zee yang spontan langsung memeluk. Dia tau kalau situasi ini sangat berat buat Mommy Ra lewati.  You know, Zee. Belasan tahun aku coba bangkit dari luka ini, belasan tahun aku hanya bisa menatap sosok yang kukira sudah meninggal  lewat foto, belasan tahun juga aku menutup hati karena dia.” kata wanita itu, Zee mengeratkan pelukannya, dia tidak tega saat melihat wanita pujaan nya  menangis tersedu sedan seperti ini. “Dan sekarang dia muncul, untuk menemui River. Damn it!” “Are you going to Indonesia to meet him?” Mommy Ra mengusap air matanya, tatapan wanita itu menajam “Yes, I’ll leave. Bukan untuk bertemu dengan dia, tapi untuk mencegah mereka bertemu."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD