Jika di hadapan Damar dia akan diam seribu bahasa,beda jika di depan putranya, Nadine akan berceloteh panjang mengajak anaknya untuk berbicara.
"Kamu Bisu? kenapa setiap Ku ajakin ngomong kamu hanya diam saja?"Damar semakin khilaf Dan hampir saja melayangkan tangan kepada istrinya tersebut karena tak menanggapi setiap ucapan yang dilontarkan oleh Damar.
"Mau kamu apa Mas? aku diam salah! menjawab apa lagi, lebih salah Bukan?"jawaban sarkas dari Nadine membuat Damar diam.
Damar tak menampik bahwa yang dikatakan oleh Nadine ada benarnya, sebenarnya saat sang Ibu dan juga saudaranya menjelekkan Nadine Damar ragu untuk percaya, apalagi dia sendiri menyadari bahwa dirinya dulu hanya memberikan 600.000 per bulan, bila dibandingkan dengan uang bensin dan uang makan siangnya saja lebih banyakan uang itu.
Setiap Damar gajian uang itu sudah dibagi-bagi sama Damar, 600 untuk Nadine, 3 juta untuk ibunya, satu juta untuk Sarah dan satu juta untuk Sinta sedangkan untuk dirinya sendiri dia menggunakan 3 juta untuk uang bensin dan uang makan siang, itu artinya setiap hari dia menjatah dirinya sendiri 100.000 untuk bensin dan makan siang. angka yang sangat tidak adil jika dibanding-bandingkan untuk semuanya terutama untuk Nadine.
bahkan uang jajan Sarah dan Sinta jauh lebih besar dari uang nafkah yang diberikan untuk Nadine.
Nadine selalu dituntut untuk bisa hemat dan mencukupkan uang rp600.000 dalam sebulan sedangkan dirinya sendiri saja tidak bisa jika sehari cuma rp50.000.
Tapi fakta setelah melahirkan putra mereka membuat Damar sedikit terpancing dengan hasutan dari keluarganya. ia menduga selama ini uang yang diberikan kepada Nadine disalahgunakan karena menurut ibunya, Nadine selalu menghambur-hamburkan uang dengan jajan di luar saat Damar tidak di rumah.
"300.000 saja cukup untuk 1 bulan, berarti yang lalu lalu sisa uang belanja itu di kemanakan sama Nadine? 300.000 jika diakumulasikan selama 3 tahun maka cukup lumayan! coba nanti aku akan tanya ke Nadine ke mana sisa uang belanja yang lalu, lumayan untuk kembali menjatah dirinya setiap bulan!"pikiran culas Damar pun mulai bekerja.
Damar seolah menutup mata dengan apa yang dilihatnya dan disuguhkan di hadapannya, untuk makan siangnya saja dia kadang bisa menghabiskan rp50.000 untuk sekali makan, tapi karena sikap culas yang dipupuk oleh keluarganya tersebut membuat dan Damar gelap mata.
"Mau kamu apa Mas?"tanya Nadine sekali lagi.
"Kamu pasti menyimpan uang sisa dari uang belanja yang telah lalu! tidak main-main loh dek itu jumlahnya! 300.000 per bulan jika di akumulasi menjadi 3 tahun jumlahnya lebih dari 10 juta. coba sini berikan ke Mas untuk membayar biaya rumah sakitmu kemaren!"tanpa tahu malu Damar menadahkan tangan meminta sesuatu yang sama sekali tidak ada.
"Bentar dulu...! kamu salah minum obat? atau kepalamu habis kepentok di mana begitu? Kenapa perkataanmu melantur seperti ini? uang mana yang kamu tanyakan?"dengan ucapan santai Nadine menjawab pertanyaan dari suaminya.
"Ya uang nafkah yang setiap bulan aku berikan kepadamu, buktinya selama 2 bulan ini Aku memberikanmu 300.000 cukup kan? itu pasti yang lalu saat aku berikan 600.000 sisanya Ada separuh bahkan lebih! bukan begitu dek?" jawab Damar dengan pede nya.
"Sini dulu deh Mas, coba merunduk, Aku mau melihat sesuatu di kepalamu!" postur tubuh Nadine yang lebih pendek dari Damar itu tentu tidak akan bisa menggapai kepala damar makanya dia menyuruh suaminya untuk menunduk.
"Perasaan tidak anget deh, tapi kenapa jadi konslet otaknya?"tanya Nadine saat menyentuh kening Damar dan pura-pura bingung.
Damar pun menjadi naik pitam mendengar perkataan dari istrinya tersebut, "Kauuuu,,,!".
Damar meneriaki Nadine dan melotot ke arahnya, dia tak suka saat Nadine mengatakan demikian, perkataan yang diucapkan oleh Nadine sama artinya dengan menganggap dirinya gila.
"Sudah tidak usah berbelit-belit dan banyak mengelak, di mana uang itu kamu simpan?Lumayan untuk membayar separuh dari biaya operasi Caesar kamu di rumah sakit!"bentak Damar masih tak menyerah dengan keyakinannya.
"Oh ya lupa,,,! mari ikut aku, aku kasih tahu kemana larinya uang yang kamu maksudkan tadi..!"mendengar ucapan dari Nadine membuat Damar tersenyum bahagia, kalau mau minta uang yang disimpan sama Nadine tak terlalu susah maka dari kemarin dia akan memintanya.
Beda fikiran Damar, beda pula yang direncanakan oleh Nadine. Ibu muda beranak satu itu merencanakan mengajak Damar menuju sepiteng rumah kontrakan mereka. Damar yang tidak curiga pun terus mengikuti langkah sang istri, keningnya mengernyit saat disadarinya sang istri membawanya menuju sepiteng belakang rumahnya.
"Ke mana kamu akan membawaku Dek?"tanya Damar pada akhirnya.
"Kamu menanyakan uang nafkah tak layak yang kamu berikan kepadaku setiap bulannya bukan? di sanalah aku menyimpannya!"jawab Nadine dengan menunjuk septic tank.
"Kurang ajar! Kamu sengaja mempermainkanku? awas aja kalau sampai aku menemukan di mana kamu meletakkan uang simpananmu itu! sedikitpun Kamu tidak akan pernah bisa mengambilnya kembali jika sudah berada di tanganku!"ancam Damar penuh dengan kemarahan saat sang istri malah mempermainkan dirinya.
"Silakan cari kemanapun kamu mau, kalau perlu obrak-abrik saja seluruh isi rumah kontrakan ini! untuk apa aku menyimpan nafkah tak layak darimu itu, kalau pada kenyataannya aku sendiri merasa kekurangan?"perkataan sarkas dari Nadine sedikit membuat Damar sadar, tapi lagi-lagi egonya memaksanya untuk tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh Nadine.
Di tengah perdebatan mereka, putra kecil mereka yaitu Gibran, menangis kencang dari kamar mereka.
Tangis itu menghentikan perdebatan antara Nadine Dan juga Damar, tanpa memperdulikan Damar suaminya lagi dia langsung lari tergopoh menyusul putranya yang tengah menangis.
"Dasar istri sialan, berani-beraninya mempermainkan ku! aku yakin kamu pasti menyimpan uang itu!"Damar dalam hatinya merutuk dan mengumpat.
Damar pun berjalan menyusul keberadaan istrinya, Gibran yang katanya adalah putranya itu belum pernah satu kali pun disentuh olehnya, entah mengapa kali ini dia ingin sekali menyentuh anaknya tersebut ia ingin membuktikan bahwa perkataan ibunya yang mengatakan Gibran bukanlah anak kandungnya itu tidak benar.
Tangan itu spontan terulur ingin menggendong sang anak, dengan seksama dia memperhatikan garis wajah sang anak. Wajah itu memperingat kannya dengan wajah kecil seseorang, tapi dia lupa seseorang itu siapa.
Garis alisnya yang tebal sangat mirip dengan miliknya, rambutnya yang hitam dan sedikit ikal pun menurun darinya, "tapi wajahnya mirip siapa?"batin Damar dalam hatinya.
Ada perasaan menghangat di hati Nadine saat Damar Mau menyentuh putranya untuk yang pertama kali, padahal bayi itu sudah berusia hampir 3 bulan.
Seolah tahu jika yang menggendongnya adalah Ayah kandungnya, Gibran tertawa riang dan berceloteh ria, tangannya yang kecil menggapai-gapai wajah sang ayah.
Tapi perasaan hangat itu tiba-tiba sirna saat mendengar Damar mengatakan sesuatu yang sangat menyakitkan.
"Kata ibu anak ini sama sekali tidak mirip denganku,,,! Apakah benar jika dia bukan darah dagingku?"pertanyaan yang serupa tuduhan itu benar-benar menikam jantung seorang Nadine.
Dia ingin berteriak di wajah suaminya dan mengatakan bahwa dirinya bukanlah w************n, tapi itu urung dilakukannya karena di antara mereka masih ada Gibran, Nadine sangat takut jika akan menimbulkan trauma di diri bayi Malang tersebut.
"Aku pastikan kamu akan menyesal suatu saat nanti dengan apa yang kamu pertanyakan saat ini!"pertanyaan Damar justru dijawab dengan ungkapan yang lainnya.
"Aku bukan Salome, Aku bukan mawar Hitam, Aku bukan kupu-kupu malam, benih yang tertanam di rahimku 100% darimu! dan jika kamu memang meragukan Gibran adalah putramu, maka jatuhkanlah talakmu! dengan senang hati aku akan membawa jauh putramu dan aku tidak akan pernah meminta pertanggungjawaban mu ataupun nafkah darimu meskipun itu satu rupiah saja! anakku laki-laki ia tidak membutuhkan wali saat dia dewasa nanti dan ingin menikah!"dengan sangat panjang lebar Nadin menjabarkan kekecewaannya.
"Jatuhkanlah talakmu sekarang juga, maka dengan senang hati aku akan pergi membawa anakmu,,,! Maaf salah ucap anakku sendiri!"Nadin mempertegas ucapannya.
"Kenapa kamu minta talak? Apakah benar apa yang dituduhkan oleh ibu kepadamu? dasar w************n! lelaki mana yang sudah berhasil membuahimu sehingga melahirkan anak haram itu!"bahkan kini kata-kata Damar jauh lebih menyakitkan.
Damar meragukan kesetiaannya dan juga darah dagingnya sendiri.
Mendengar itu Nadin tersenyum sinis, kemudian berkata.
"Untuk apa kamu bertahan kalau memang sudah tiada kepercayaanmu di hatimu untukku? lepaskanlah aku dan turutilah segala yang dikatakan oleh orang tuamu!" kata Nadine dengan berderai air mata.
"Meskipun aku anak yatim piatu, Aku pastikan Aku tidak akan menelantarkan anakku sendiri dan akan menjamin hidupnya sampai dia sukses di kemudian hari!"kata Nadine tegas.
"Damar agung Prasetyo! mohon dengan sangat jatuhkan talak mu sekarang juga!"