Sesuai dengan perkataan Andrian, pria itu hanya telat makan yang di mana dia memiliki penyakit magh. Dan kejadian seperti ini sering terjadi jika dirinya telat makan dan sedang stress saja. Begitu dirinya makan dan meminum obat, tubuhnya sudah jauh lebih baik. Andrian kemudian turun ke lantai bawah, sekedar untuk mengurangi rasa bosannya.
Andrian menyalakan tv, guna untuk mengurangi rasa sepi rumahnya. Bahkan Andrian menganggap jika dirinya tinggal sendiri, sampai langkah kaki seseorang menghampirinya.
Aline memandang Andrian datar, wanita itu benar-benar seolah tidak merasa simpati pada pria yang selalu memberinya nafkah. Aline malah duduk di sofa yang di tempati Andrian, mengambil jarak yang lumayan jauh dengan suaminya itu. Tanpa kata wanita itu mengambil remot dan mengganti channel, tanpa bertanya pada Andrian.
Selama beberapa menit, mereka begitu asyik dengan tontonan mereka. Sampai perut Andrian berbunyi membuat Aline reflek memandang suaminya itu. Andrian diam saja, pura-pura tidak sadar jika bunyi tersebut berasal dari perut dirinya.
"Kau benar-benar merepotkan ya!" Seru Aline kesal yang kemudian mengambil ponselnya.
Andrian yang tahu jika Aline akan kembali memasankan makanan untuknya merasa tidak enak. Dia benar-benar tidak enak karena harus merepotkan Aline, meskipun hanya memesnkan makanan untuknya.
"Aline, tidak usah. Biar aku saja yang memesan makanan," ucap Andrian pelan.
"Ck sudah lah, aku juga lapar. Sebaiknya kau memikirkan kesehatanmu itu, jangan membuatku repot lagi." Cetusnya yang membuat Andrian memandang Aline sendu.
"Aku minta maaf, gara-gara aku. Kita tidak jadi pergi,"
Aline memandang remeh Andrian.
"Tidak usah meminta maaf, justru aku senang kita tidak jadi pergi. Berduaan denganmu saja di dalam rumah aku sudah muak, apalagi jika harus berlibur berdua, ck."
Andrian kembali diam, dia menghela napas.
"Apa kamu benar-benar tidak menginginkan pernikahan ini?" Tanya Andrian dengan mata yang kembali memandang tv.
Aline kembali berdecak, kali ini giliran dirinya yang memandang Andrian.
"Tentu saja, gara-gara kau! Aku tidak jadi menikah dengan kekasihku, gara-gara kau! Aku kehilangan kekasihku, dan gara-gara kau. Aku menyakiti kekasihku! Bagian mana yang menurutmu aku menginginkan pernikahan ini?!"
Keluar sudah kekesalan Aline yang selama ini dia pendam pada pria di sampingnya itu. Sejujurnya Andrian tidak berhak disalahkan juga, karena pria itu pun dijodohkan. Tapi tetap saja pria itu salah, salah karena menerima perjodohan ini. Coba saja jika Andrian sama dengan dirinya, yang menentang perjodohan ini mungkin mereka tidak jadi menikah. Dan Aline jelas menyalahkan Andrian untuk kesalahannya itu.
Andrian yang mendengar kata demi kata yang dilontarkan Aline kepadanya, membuat perasaan pria itu sakit. Tidak percaya jika alasan Aline yang bersikap seperti ini kepadanya bukan karena Aline yang belum beradaptasi dengannya. Melainkan Aline telah memiliki kekasih, yang bahkan wanita itu cintai sampai sekarang. Perasaaanya jelas saja terluka, tapi mau bagaimana lagi Aline memang tidak menyukainya bahkan mungkin mencintainya.
"Maaf, tapi aku tidak bisa menolak keinginan ayahku."
Aline tidak membalas, wanita itu malah beranjak dari sofa yang di dudukinya. Rupanya makanan yang mereka pesan telah datang, karena begitu Aline kembali. Wanita itu menenteng sebuah paper bag yang berisi makanan yang dipesannya. Aline menaruh paper bag tersebut di atas meja, kemudian pergi menuju dapur untuk mengambil piring dan sendok.
"Makan, aku tidak sudi untuk memasakanmu makanan. Maka dari itu lah, aku membelikanmu makanan, aku tidak peduli jika kau alergi atau tidak suka dengan makanan yang aku pesan."
Aline berujar ketus, sambil membuka paper bag yang berisi nasi padang. Sebenarnya nasi padang tidak masalah bagi Andrian, dia juga suka memakannya. Tapi, rasanya saat ini perut dirinya belum bisa memakan makanan pedas tersebut. Dengan pelan ia membuka nasi yang terbungkus oleh sterofoam, di sana ada nasi, ayam pop, kering udang dan juga sate padang.
Sedangkan Aline sendiri justru kebalikannya, wanita itu justru memilih rendang, gulai ayam dan juga tumis kentang yang jelas masakan itu pedas.
Andrian yang mengetahui perbedaan menu masakannya dengan Aline sedikit tersenyum. Meskipun Aline selalu menyakitinya, baik itu dalam sikap maupun perkataan namun ternyata Aline juga memperhatikannya. Dan itu membuat Andirian senang, karena merasa diperhatikan oleh Aline.
Aline sendiri yang menyadari jika Andrian memandangnya dengan tatapan aneh, membuat Aline seketika melotot.
"Cih, jangan kegeeran yah. Asal kamu tahu, aku bukan peduli dengan memperhatikan makananmu. Tapi, aku tidak ingin mendengar jika keluargamu menjelakanmu, karena aku tidak becus menjaga dirimu,"
Andrian mengangguk sambil tersenyum tipis. "Terima kasih,"
Ucapan terima kasih Andrian justru di anggap tidak penting oleh Aline. Aline malah sibuk kembali dengan makanannya. Makanan yang disukai oleh Romi, dan tentunya disukai olehnya juga. Karena dulu, ketika mereka berdua berkencan. Romi selalu mengajak Aline untuk makan-makanan kesukaan pria itu. Seperti mie ayam, bakso, nasi padang, soto ayam dan makanan pinggir jalan lainnya.
Ketika Aline makan, tiba-tiba saja dirinya teringat akan Romi. Membuat perasaannya begitu sesak merindukan mantan kekasihnya itu, dia sudah lama tidak bertemu dengan Romi bahkan bertukar kabar melalui ponsel saja tidak. Dia takut, takut karena menggantungkan Romi dengan ketidak jelasan hubungan mereka. Dia sendiri bahkan tidak tahu sampai kapan pernikahan tidak normal mereka selesai. Karena sejujurnya dia sudah muak dengan kepura-puraan ini. Tanpa sadar air Aline menangis, membuat Andrian yang memperhatikan Aline merasa sakit.
Apa wanita itu benar-benar tidak menganggapnya? Kenapa rasanya sakit sekali melihat Aline yang tidak nyaman dengannya. Bahkan menangisi pria lain, yang jelas-jelas terlarang untuk wanita itu tangisi.
"Aline, apa kamu benar-benar ingin berpisah dengan saya?" Tanya Andrian tanpa embel-embel aku-kamu seperti sebelum-sebelumnya.
Aline yang tengah menunduk seketika mendongak, kemudian memandang Andrian dengan kedua alis menyatu.
"Saya akan menuruti keinginan kamu, dan tidak akan menahan kamu lebih lama lagi. Saya akan memajukan masa pernikahan kita, kita akan berpisah di usia pernikahan kita yang kedelapan bulan. Dan selama itu, saya minta kepada kamu, apa kamu mau?"
Aline masih tidak mengerti maksud dari Andrian.
"Kau meminta apa? Melayani dirimu seperti istri pada umumnya?!" Tebak Aline dengan nada suara meninggi.
Andrian mengangguk.
"Kau memang b******k! Sampai kapan pun aku tidak sudi harus menyerahkan tubuhku untukmu, tubuhku hanya untuk Romi! Kau dengar aku? Aku tidak akan sudi untuk tidur denganmu!" Berang Aline sambil berdiri dari duduknya.
Andrian memandang Aline dengan padangan sulit di artikan.
"Maaf, sepertinya kamu salah paham, Lan. Saya tidak meminta kamu untuk melayani saya di ranjang, tapi saya hanya ingin kamu melayani kebutuhan sehari-hari saya saja. Seperti menyediakan saya sarapan, menyediakan saya pakaian untuk kerja. Hanya itu saja yang saya minta dari kamu,"
Aline jelas bengong mendengar perkataan Andrian. Dia sungguh malu, bisa-bisa dia berbicara seperti itu kepadanya.
"Apa kamu bisa Aline?"
Aline mengangguk kemudian memandang ke arah lain, masih malu dengan perkataannya tadi.
"Dan lagi, saya juga akan membebaskanmu untuk bertemu dengan kekasihmu itu. Dengan syarat tidak sampai ketahuan oleh kedua orangtua kita, apa kamu sanggup?"
Perkataan Andrian jelas membuat Aline senang bukan main. Jika begini itu berarti hubungan dirinya dan juga Romi akan kembali bersama, dan dia sudah tidak sabar untuk memberitahu mantan kekasihnya itu. Karena sekarang, semuanya sudah jelas.
"Kau yakin? Apakah ini bukan trikmu untuk menjebakku?"
Mata Aline memicing ketika bersuara.
Andrian jelas menggeleng, dia tidak pernah berbohong dengan ucapannya.
Namun, Aline yang masih belum mempercayainya kembali bertanya untuk meyakinkan dirnya.
"Lalu, mengapa kau menawariku ini?"
Sebelum menjawab, Aline malah kembali bersuara.
"Ah aku tahu, kau mungkin akan kembali pada cintamu, iya kan? Ck aku sampai sekarang tidak percaya jika kau selama ini bermain gila. Tapi itu tidak penting, karena aku tidak akan peduli dengan urusanmu."
Dan perkataan Aline menjadi penutup malam itu.
Tbc