Aline benar-benar muak, sedari tadi dirinya memasang senyum jumawa. Sejujurnya dia bukanlah tipikal wanita yang berpura-pura baik di depan, namun busuk dibelakang. Dirinya justru wanita yang jujur, jika dirinya tidak menyukai seseorang dia akan berterus terang. Maka sejak dulu dirinya tidak memiliki banyak teman karena sifat yang dimilikinya. Namun, ketika dirinya sudah menikah, dirinya harus selalu berpura-pura untuk seperti ini, entah untuk waktu berapa lama.
"Well aku tidak tahu kau begitu berani," Aline mulai membuka obrolan ketika mobil mereka mulai meninggalkan rumah orangtua Andrian.
Andrian menaikan alisnya bingung, tidak mengerti dengan perkataan Aline.
"Maksudmu?"
Aline berdecak mendengar jawaban Andrian.
"Sudah lah, tidak usah berpura-pura. Aku tahu semuanya, kau tidak usah mengelak lagi,"
Andrian bukannya berpura-pura, dia memang tidak tahu dengan apa yang dibicaran oleh istrinya itu.
"Aku ingin membuat kesepakatan denganmu,"
Perkataan Aline membuat firasat Andrian buruk.
"Aku ingin membuat perjanjian, dan kau harus menyetujuinya."
Andrian diam enggan untum memotong perkataan Aline.
"Ini akan menguntungkan kita berdua, jika kau setuju."
"Apa yang kamu inginkan?"
Aline mengubah duduknya menjadi menyamping, dengan wajah memandang Andria sambil menunjukkan senyum penuh arti, ketika pendengarannya mendengar jawaban Andrian.
"Aku ingin kau tidak mencampuri urusanku, dan aku pun tidak akan mencampuri urusanmu. Aku akan tutup mulut ketika kau bersama wanita lain, begitupun denganmu. Dan ingat, aku ingin kita berpisah saat usia pernikahan kita satu tahun. Kita bisa beralasan karena kita tidak cocok dan tidak memiliki anak, sehingga orangtua kita akan memaklumi alasan kita berpisah, bagaimana? Kau setuju kan?"
Andrian jelas saja tidak setuju, perkataan Aline begitu mudah untuk wanita itu ucapkan. Tapi berbeda dengan dirinya, Andrian jatuh cinta pada pandangan pertama pada Aline. Bahkan dia rela mengikuti apapun yang wanit itu inginkan, termasuk dengan perjanjian gila itu.
"Kau tidak menjawab perkataanku?"
"Apa yang harus aku jawab?" Tanya Andrian sambil memandang Aline yang kini sudah duduk kembali dengan benar.
Aline mendengus kesal, pertanyaannya di balas lagi dengan pertanyaan.
"Setidaknya kau ikut berkomentar,"
"Jika aku ikut berkomentar, kamu akan marah. Jadi sebaiknya aku diam,"
Dan lagi-lagi Aline mendengus mendengar jawaban aneh Andrian.
_
_
_
_
_
Setiap weekend biasanya Andrian berada di rumah, namun karena besok mereka akan berbulan madu. Andrian memilih untuk menyelesaikan semua pekerjaannya dulu, agar Arian tidak kaget dan kebingungan dengan pekerjaannya nanti. Akibat itu lah, Andrian pulang larut malam. Andrian belum makan dan begitu lelah, dia juga belum menyiapkan pakaiannya untuk dibawa besok. Meminta tolong asisten rumah tangganya rasanya percuma, karena semua pekerjanya telah pulang sebelum maghrib. Jika dirinya meminta tolong pada Aline pun rasanya sungkan, dan dia tidak berani mengingat sikap Aline yang selama ini kepadanya seperti itu.
Menghela napasnya lelah, Andrian berjalan ke atas menuju kamarnya yang berada di sebelah Aline. Andrian benar-benar lelah, sehingga dirinya langsung merebahkan tubuhnya di atas kasue tanpa mempedulikan perut dan pakaiannya untuk besok.
Ke esokkan paginya, Aline terbangun setelah sarapan pagi. Dia seketika berdiri begitu melihat jam di atas nakas, sial dia terlambat. Pesawat yang akan ditumpangi mereka akan berangkat satu jam lagi dan dia belum bersiap. Dengan tergesa-gesa dia berlari ke kamar mandi, mandi secepat kilat. Lalu memakai pakaiannya yang sudah dia siapkan, merias diri sesingkat mungkin lalu mengambil tas kecil, dan juga koper yang telah dia siapkan. Setelah di rasa barang yang diperlukannya tidak ada yang tertinggal, dia meninggalkan kamarnya dengan menyeret koper lalu turun ke bawah dengan langkah cepat.
Namun, begitu sampai di bawah dia melihat keadaan rumah yang sepi. Asisten rumah tangganya memang dia liburkan karena mereka akan pergi, degup jantung Aline seketika berdegup cepat. Dia berpikir jika Andrian telah meninggalkanya, dengan cepat dia berlari menuju basement. Mobil mewah Andrian masih terparkir di sana, dan itu membuat dirinya semakin was-was. Apakah Andrian pergi sendiri menggunakan taksi dan meninggalkannya? Tapi mengapa pria itu meninggalkannya alih-alih membangunkan dirinya.
Ah Aline tahu, Andrian memang sengaja meninggalkannya agar pria itu bisa berlibur dengan si Tika. Wanita ular penggoda, curang juga pria itu. Seharusnya pria itu berbicara kepadanya, jika dirinya tidak boleh ikut. Jika seperti itu kan dia akan memaklumi, tapi tetap saja dia kesal karena pria itu tidak memberitahunya terlebih dahulu.
Dengan wajah kesal, Aline kembali masuk ke dalam rumah. Perutnya tiba-tiba saja berbunyi, pertanda minta di isi. Aline kemudian berjalan menuju dapur, ia melihat kulkas yang masih berisi banyak sayur dan daging.
Aline itu lemah dalam memasak, maka ketika dirinya melihat bahan-bahan masakan yang ada di depannya dia hanya bisa terdiam. Dia lapar, sangat lapar. Tapi melihat bahan masakan yang ada di hadapannya, dia kebingungan.
Aline mengambil fillet ayam, dan juga telur. Kemudian mengambil tepung terigu instan yang sudah ada perasa, yah dia akan membuat ayam goreng tepung. Aline mencoba untuk membersihkan ayam, dia mengernyit melihat di dalam daging ayam itu masih ada darah yang tersisa. Dengan raut jijik ia mulai membersihkan daging ayam itu. Setelah di rasa bersih ia mulai memotongnya menjadi beberapa bagian.
Setelah dagingnya terpotong, dia mulai melakukan tahapan selanjutnya yaitu membaluri daging dengan tepung. Aline mencoba untuk memasak ayam tersebut, namun begitu dia baru memasukan ayam ke dalam penggorengan minya dari wajan tersebut ke atas mengenai kulit tangannya membuat Aline mengumpat. Dia benar-benar kesal, sudah lapar, gerah tangannya begitu sakit karena terciprat oleh minyak membuat nafsu makannya menghilang. Aline yang kesal pun membiarkan itu semua, dia lebih memilih untuk membeli makan daripada harus memasak. Jadi setelah dirinya mematikan kompor, dia kembali ke lantai atas menarik kopernya membiarkan dapurnya dalam kondisi berantakan.
Begitu di depan kamarnya, alis Aline terangkat melihat pintu kamar Andrian yang terbuka sedikit. Jiwa penasaran Aline keluar, dia penasaran sekali dengan kamar Andrian. Selama dirinya tinggal di sini, dia belum pernah sekalipun masuk ke kamar suami terpaksanya itu. Maka ini lah saatnya untuk dia mengetahui kamar Andrian, toh pemiliknya itu tidak ada. Jadi dirinya bebas untuk masuk ke dalam kamar tersebut.
Dengan pelan dia masuk ke dalam kamar Andrian, dia menyalakan kamar itu yang gelap. Seketika terdengar suara erangan dari dalam kamar tersebut, Aline seketika kaget melihat Andrian yang tertidur lengkap dengan pakaian kerjanya. Bahkan sepatunya masih terpakai, Aline berjalan menghampiri Andrian. Dia kemudian memandang pria itu yang terlihat pucat, tangannya terulur untuk memegangi kening Andrian. Namun, sebelum tangannya menyentuh kening Andrian. Pria itu membuka matanya dengan perlahan membuat Aline memundurkan tubuhnya.
"Apa kau sakit?"
Andrian memandang Aline sayu, kemudian kepalanya menggeleng lemah.
Aline berdecak melihat Andrian yang keras kepala, dia pikir pria itu meninggalkannya di rumah sendirian dengan berlibur dengan wanita gilanya. Tapi ternyata dugaan dirinya salah, Andrian tidak meninggalkannya. Pria itu sedang dalam kondisi kurang baik.
"Aku akan menelepon Bu Fitri, menyuruhnya untuk kembali bekerja."
Andrian menggeleng tidak menyetujui perkataan Aline, pria itu kembali menutup matanya dengan lengannya.
"Lalu siapa yang akan mengurusmu? Aku? Ck ayolah kita bukan suami istri sungguhan, aku tidak berkewajiban untuk mengurusmu." Jawabnya sadis dan jelas melukai Andrian.
"Tak apa, aku hanya telat makan kemarin. Kau bisa kembali ke kamarmu," balas Andrian dengan pelan.
Aline berdecak, pria di depannya ini benar-benar tahu untuk membuat dirinya kesal.
Aline seketika kembali berjalan meninggalkan kamar Andrian untuk kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia mengambil ponselnya, kemudian memesan bubur dan beberapa makanan untuk dirinya. Sambil menunggu makanan yang dipesannya datang, Aline memainkan ponselnya yang tidak begitu asyik. Tak lama kemudian dia turun untuk mengambil makanannya yang sudah datang.
Aline kembali lagi ke kamar Andrian, dia lalu menaruh bubur di atas meja di samping ranjang Andrian.
"Aku sudah membelikanmu bubur, cepat di makan. Aku tidak ingin orangtuamu tahu dan mengatakan yang tidak-tidak tentangku, jadi kau tidak usah besar kepala karena aku membelikanmu makanan." Jelas Aline yang kemudian pergi dari kamar Andrian.
Andrian menarik lengannya yang menutupi kedua matanya, pria itu tersenyum nanar melihat pintu kamarnya yang terbuka, pertanda jika Aline tidak menutup kembali pintunya.
"Sampai kapan kamu akan memperlakukanku begini, Lan?"
Tbc