Bab 6

1150 Words
Aiden masih menunggu jawaban kakaknya dan melihat ekspresi wajah sang kakak yang berubah panik. Dia memang bukan seorang Cenayang, tetapi sedikit banyaknya dia mengerti dengan ekspresi seperti itu. Aiden mengangkat satu alis tebalnya sambil terus menatap Arshan kakak yang usianya lebih tua sepuluh menit setelah kelahiran Adrian. "Ko," tegur Aiden saat suasana di ruang itu hening karena Arshan hanya diam membisu. "Lo tahu sesuatu? Atau lo melakukan sesuatu? Jangan menutupi apapun dari gue karena gue bisa aja mencari tahu sendiri tentang semua ini." Pernyataan menyelidik itu langsung ditepis oleh Arshan dengan tawa kecil, hambar. "Gue ngga tahu apapun tentang itu, lo kan tahu gue sibuk dan sebenarnya gue ada janji mau menemui klien penting sore ini. Kalau soal masalah itu, apa lo udah benar-benar ngecek pengeluaran perusahaan? Atau lo salah itung?" Aiden manggut-manggut sambil tersenyum getir, "Klien penting." Ia menatap lurus ke arah Arshan dengan sinis. "Mungkin kedatangan gue ke sini mengganggu lo tapi gue cuma mau menyampaikan sesuatu yang sangat genting, mungkin lebih penting lagi dari meeting yang bisa ditunda." "Satu lagi, kalau soal mengecek pengeluaran perusahaan, itu semua udah gue lakuin dan itu juga alasan gue ke sini karena gue menemukan sesuatu yang janggal. Kalau bukan karena masalah pengeluaran yang ngga jelas ke mana, gue ngga akan repot-repot ke ruangan lo dan mengganggu ketenangan lo," sambung Aiden dengan nada tegas. Arshan mengusap keringat dengan cepat sambil melirik adiknya. "Ya gue tahu semua itu lebih penting daripada meeting. Kalau lo udah yakin ada yang menggelapkan keuangan perusahaan ini, nanti gue periksa lagi catatannya." Aiden memajukan tubuh merapat ke pinggiran meja dan menatap kakaknya lekat. "Kira-kira siapa yang menggelapkan uang perusahaan? Jumlahnya ngga kecil Ko, dan uang yang keluar itu benar-benar ngga jelas buat apa. Kalau kita diemin aja, semuanya akan berdampak buruk untuk perusahaan kita." Kembali Arshan mengusap keringat yang membasahi kening lalu menegakkan tubuh, dan mulai memasang wajah serius. "Gue tahu soal itu dan ngga mungkin gue tinggal diam. Gue akan menyelidiki semuanya. Lo tenang aja gue ngga akan diam aja gue bakal nyari siapapun orang yang udah menggelapkan uang perusahaan kita." Aiden mengangkat kedua alis, batuk pelan sambil merapikan dasi kerjanya. Meski terdengar serius, tetapi dalam hati dia tidak percaya pada ucapan sang kakak. Ekspresi wajah tak percaya dan sedikit mengejek itu terlihat jelas oleh Arshan. "Lo ngga percaya sama omongan gue? Gue bisa menyelesaikan semuanya dan lo ngga usah khawatir berlebihan begitu, gue pasti bisa mencari tahu siapa orang yang udah ngambil uang perusahaan kita," ujar Arshan dengan nada tinggi, terdengar kesal. "Ya, gue coba untuk percaya sama lo. Semoga lo bisa menyelesaikan semua masalah ini dan menemukan siapa yang menggelapkan uang itu." Aiden berdiri dari kursi. "Ingat ya Ko, siapapun yang merusak reputasi perusahaan dan juga merugikan perusahaan, dia harus siap menerima semua konsekuensinya, termasuk dicoret dari daftar pewaris!" Aiden memutar tubuhnya ke belakang lalu melangkah keluar dari ruangan. Deg! Ucapan terakhir Aiden membuat Arshan terdiam mematung sambil menatap punggung adiknya yang berjalan mendekati pintu lalu keluar dari ruangan itu. "Siapa yang akan dicoret dari daftar pewaris? Aku? Tidak mungkin Papi mencoret namaku, aku anak kesayangannya," gumam Arshan sambil merapikan dasi lalu berdiri dari tempat duduk dan melangkah keluar. Di lift, Arshan mengeluarkan ponsel lalu menghubungi anak buahnya. "Batalkan semuanya! Aku tidak mood untuk bercinta malam ini!" "Tapi Tuan, saya sudah membayar wanita itu, bagaimana?" "Pakai saja kalau kamu mau. Aku bisa mencari wanita lain." "Terima kasih Tuan," ucap anak buahnya dari ujung sambungan. "Kalau hotel Tuan?" "Belum kamu boking kan?" "Hmm, belum Tuan." "Batalkan! Aku ingin beristirahat di rumah malam ini." "Baik Tuan." Arshan mengakhiri panggilan, memasukan ponsel ke dalam saku celana sambil mendengus kesal. Keinginan untuk bercinta dengan wanita cantik sewaan harus dibatalkan karena moodnya rusak. "Sialan! Kenapa juga Aiden mencari tahu tentang uang perusahaan, memangnya itu tugas dia?" desis Arshan mengepalkan tinjuan. *** Malam harinya .... "Ah!" Pelepasan untuk kesekian kali dirasakan cukup nikmat oleh seorang pemuda yang saat ini tengah menikmati malam minggu di rumah seseorang. Setelah mengeluarkan cairan kenikmatan yang tak bisa diungkapkan dengan kata, tubuh pemuda itu ambruk di atas tubuh wanita cantik yang menjadi teman bercinta malam ini. "Kapan kita menikah?" Pertanyaan untuk kesekian kali kembali didengar oleh pemuda itu, yang akhirnya merebahkan tubuh ke samping sang wanita. "Ko, kapan kamu nikahin aku?" rengek wanita itu, mengubah posisi tidur miring ke samping. "Katanya kamu mau nikahin aku? Kita udah lama pacaran, tapi belum ada kejelasan kamu mau nikahin aku." Adrian tersenyum kecil, membelai lembut pipi wanitanya lalu mengecup hidung mancung yang menambah kecantikan kekasihnya itu. "Kok diem? Kenapa setiap kali aku bertanya kapan kamu menikahiku kamu cuma senyum?" kesal wanita itu sambil memukul d**a bidang Adrian. "Aku belum siap menikah," jawabnya pelan lalu mengubah posisi tidur telentang, menatap langit-langit kamar. "Lalu hubungan kita ini kamu anggap apa? Setiap kamu pengen, kamu menemui aku tapi kamu ngga mau menikahi aku." "Kamu kekasihku," jawab Adrian santai. "Apa semua wanita yang kamu temui, kamu jadikan teman tidur? Dan kamu mengatakan pada wanita-wanita itu kalau mereka kekasihmu?" Wanita bernama Emely itu menarik selimut, menutupi tubuh polosnya. Adrian beranjak duduk ke tepi ranjang lalu mengambil ponselnya dan menyalakan lampu tidur di atas nakas. Kamar yang semula gelap gulita menjadi terang sebagian. "Jawab aku!" desak Emely dengan nada tinggi. Hubungan dia dan Adrian memang sudah lama terjalin. Emely adalah kekasih Adrian dan mereka sempat putus lima bulan lalu, tetapi tiba-tiba saja Adrian datang ke rumah Emely dan meminta untuk mengulang hubungan mereka seperti dulu lagi. Emely tahu dia hanya menjadi wanita persinggahan Adrian di saat lelaki itu merasa bosan dengan wanita diluaran sana yang biasa hanya dijadikan kekasih selama beberapa bulan saja. Namun, perasaan cinta yang membuat Emely menjadi buta dan mau-mau saja menjadi b***k nafsu Adrian. "Ko! Kok diam?" Emely mendekati Adrian yang tengah sibuk memainkan ponsel sambil menghisap vape tanpa asap. Adrian menoleh ke samping. Cup! Kecupan lembut mendarat di pipi Emely. "Kamu tahu kan pertanyaanmu itu tidak akan mendapatkan jawaban apapun dariku, jadi berhentilah untuk bertanya kapan aku akan menikahimu. Yang jelas aku dan kamu saling mencintai dan aku tidak pernah memakai tubuh indahmu secara gratis." Ia menunjukkan layar ponsel pada Emely, sepuluh juta sudah ditransfer ke rekening Emely untuk uang kuliah. Emely tersenyum kecil. "Jujur aku tidak suka dengan caramu memberikan uang, kesannya aku ini seperti w************n, tapi aku memang butuh uang. Terima kasih." Ia memeluk tubuh polos Adrian erat. Adrian kembali naik ke ranjang dan memulai pergulatan di atas tempat tidur bersama kekasihnya. Kamar sunyi itu menjadi saksi kemesraan mereka berdua dan juga menjadi saksi keperkasaan Adrian. Beberapa gaya dilakukan untuk memuaskan hasrat sang CEO ... Emely sangat tahu apa yang disukai oleh Adrian. Rumah sederhana yang menjadi tempat terindah untuk melampiaskan hasrat itu adalah rumah nenek Emely, yang sudah lama kosong. Emely hanya anak dari seorang pegawai kecil, ayahnya memiliki dua anak perempuan dan keduanya memang sering mencari uang tambahan kuliah dengan cara seperti itu. Bedanya, Emely melayani kekasihnya sendiri sedangkan sang kakak melayani lelaki hidung belang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD