Bab 3: Tiga CEO Muda

1034 Words
"Pagi Pak." "Pagi Pak." "Selamat pagi, Pak." Sapaan selamat pagi terdengar di sepanjang jalan yang dilewati oleh tiga CEO Tampan yang memiliki paras hampir sempurna. Ketiga CEO itu pemilik perusahaan Lie, yang menjadi perusahaan terbesar di negaranya. Arshan, Adrian dan Aiden saudara kembar yang pertama kali dalam sejarah menjadi CEO di satu perusahaan yang dipercayakan untuk mereka bertiga. Meski begitu, mereka sangat kompeten dalam memajukan perusahaan yang semakin naik pesat. "Selamat Pagi Pak." Kembali sapaan terdengar dari sekretaris mereka. Ketiga CEO itu berhenti di depan pintu yang berbeda, tetapi bersebelahan dan tepat di depan ruangan itu terdapat meja kerja sekretaris masing-masing. Salah satu CEO mendekati meja kerja sekretaris cantiknya yang tengah sibuk berkutat dengan laptop. "Bawa berkas yang perlu ditandatangani ke ruangan saya!" "Baik Pak," ucap sekretaris itu. CEO bernama Arshan melihat ke arah dua ruangan adik kembarnya yang sudah tertutup rapat, kemudian dia masuk ke ruangannya. Tak lama terdengar suara langkah kaki dari luar, sekretaris bernama Liana membuka pintu ruangan Arshan sambil tersenyum genit. "Pagi Pak Arshan, ini berkas yang Anda minta," ucapnya berjalan berlenggak-lenggok mendekati meja lalu meletakkan berkas. Arshan mengamati pakaian sekretaris itu dari ujung kepala sampai kaki. "Kenapa kamu tidak memakai rok yang saya belikan waktu itu?" tanyanya dengan tatapan m***m. "Maaf Pak, roknya terlalu pendek, saya kena tegur Ibu saya," jawab Liana sambil menurunkan rok span biru tua yang dikenakan. "Pakai roknya di sini saja, saya kan sudah sering mengatakan kalau saya menyukai bentuk kakimu." "Tapi Pak, kalau saya pakai di sini, nanti karyawan lain curiga dan berpikir kalau saya mau godain Bapak. Saya di sini kan mau kerja, bukan mau genit-genit sama Bapak." Arshan tertawa kecil, "Saya suka wanita genit." Liana menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga, "Saya tahu kok Bapak suka sama wanita yang pandai menggoda, iya kan?" Arshan mengangguk lalu menggerakkan kursinya. "Duduk sini," ucapnya menunjuk paha. Liana menoleh ke belakang lalu kembali menatap Arshan, "Nanti ada yang masuk, gimana Pak?" "Kunci pintunya." "Tapi Pak, saya takut ada yang curiga." "Mau bonus dari saya?" tanya Arshan. "Mau Pak, mau banget, tapi bonus apa dulu?" "Liburan ke Bali dua hari. Kita menginap di Vila milik teman papa saya." Liana terdiam, berpikir sejenak lalu mengatakan, "Mau Pak," angguknya memberi jawaban. Ia pun menuruti Arshan duduk di pangkuan CEO tampan itu. Meski dia sering digoda oleh Arshan, tetapi mereka belum pernah melakukan sesuatu yang lebih intim lagi selain hanya berciuman dan berpelukan. "Berat badan kamu naik?" tanya Arshan yang tengah menikmati harum tubuh Liana. "Emang berat ya Pak?" "Ngga sih, cuma agak lebih besar aja," kekeh Arshan sambil meremas buah melon Liana. "Pak, jangan kenceng-kenceng dong, sakit tahu." "Sakit?" "Heeh." "Mungkin karena masih ada penutup, coba buka." "Pak, jangan di sini, malu." "Maunya di mana? Kamu saya ajak ke hotel nolak terus." "Bapak ngajakinnya ngumpet-ngumpet, kayak maling aja." "Saya kan harus menjaga reputasi saya," balas Arshan. Tangannya menyesap masuk ke rok span selutut milik Liana. "Pak, geli tahu." Liana meringis, mengigit bibir bawahnya saat merasakan tangan nakal sang bos sudah menjelajah liar. Tok Tok Tok! Suara ketukan pintu menghentikan kegiatan di ruangan itu. Liana bergegas turun dari pangkuan Arshan sambil merapikan rok dan kancing kemeja. Sedangkan Arshan memajukan kursi dan menegakkan tubuhnya. Pintu dibuka, Adrian masuk ke ruangan itu tanpa menunggu sang pemilik memintanya masuk. Adrian melirik Liana tajam lalu menatap sang kakak yang berpura-pura sibuk mengecek berkas. "Selamat pagi Pak," sapa Liana pada Adrian dengan ramah. "Hmm," sahut Adrian datar, berjalan mendekati meja kakaknya. "Saya permisi, Pak," ucap Liana lalu berjalan keluar dari ruangan. Adrian duduk di depan meja kerja kakaknya, menatap lekat ke arah Arshan lalu menyandarkan tubuh ke sandaran kursi. "Kita harus menjaga reputasi perusahaan, Ko," ucapnya tegas kemudian menegakkan tubuh ke depan meja. "Aku tahu," sahut Arshan tak membalas tatapan sang adik. "Aku tahu apa yang Koko lakukan dengan sekretaris itu." Kali ini Arshan menatap adiknya, "Kita ini laki-laki, wajar kalau butuh kesenangan. Selagi semua itu tidak merusak reputasi perusahaan, aku pikir tidak jadi masalah. Lagi pula, dia pasti akan menutup mulut. Kamu tenang saja." "Aku tahu Ko, tapi kan tetap saja rasanya kurang etis kalau sekretaris berada di ruangan bosnya dengan waktu yang lama, dan juga setelah dia keluar penampilan dia berantakan, pasti karyawan di sini akan curiga. Tolong lebih berhati-hati lagi." Arshan menutup laptop di depannya, dua tangan menopang dagu dan menatap sang adik. "Tidak akan ada yang curiga, kamu tahu kan kalau aku paling bisa menjaga reputasi, yang harusnya berhati-hati itu kamu dan Aiden. Apa kalian lupa, kalau kalian sering kepergok menghabiskan waktu di klub malam?" Adrian menelan saliva keras lalu menjawab, "Sudah lama aku tidak ke sana, begitu juga Aiden. Tapi aku dengar Koko baru saja menghadiri party di salah satu klub terbesar di Jakarta." "Aku ke sana karena ada undangan dari rekan bisnis," balas Arshan lalu kembali membuka laptop. "Kalau kedatanganmu ke sini hanya untuk memberiku ceramah, lebih baik kamu kembali ke ruanganmu!" "Aku hanya mengingatkan Koko," balas Adrian lalu berdiri dari kursi. "Tolong jangan bikin nama baik perusahaan ini rusak hanya karena kebiasaan Koko bersenang-senang dengan sekretaris itu." Arshan tertawa getir, "Tidur dengannya saja aku tidak pernah, darimana bersenang-senangnya?" "Jangan sampai Koko tidur dengan dia, karena semua itu akan menjadi bumerang untuk kita," tegas Adrian lalu memutar tubuhnya melangkah meninggalkan ruang kerja sang kakak. Arshan memijat kerutan kening sambil berdecak kesal. "Siapa wanita yang menjadi kekasihmu sekarang?" "Tidak ada, aku jomblo," jawab Adrian, menutup pintu rapat. Arshan tersenyum kecut. "Ck! Jomblo? Apa mungkin dia bisa hidup tanpa belaian wanita?" gumamnya tak bisa langsung percaya dengan ucapan mantan playboy itu. Meski kembar dan memiliki wajah nyaris sama persis, tetapi ketiga lelaki tampan itu memiliki karakter dan sifat berbeda. Arshan jauh lebih humble dan terbuka, Adrian sedikit pendiam dan tertutup, tetapi siapa yang menyangka jika Adrian sering kali gonta-ganti kekasih. Sedangkan Aiden, lelaki yang sulit ditebak. Hingga sekarang, kedua kakak laki-lakinya tidak pernah tahu apakah dia pernah menyukai wanita seumur hidupnya. Setelah Adrian kembali ke ruangannya, Arshan kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan sekaligus kesenangannya sebagai Casanova kelas kakap. "Malam ini di Hotel Santika, dan ingat, jangan memesan kamar atas namaku!" "Baik Tuan. Wanita cantik pesanan Tuan sudah siap melayani Anda di sana." "Bagus, aku sudah tidak sabar ingin melihat permainannya." Arshan menutup telepon dan meletakkan benda pipih itu ke atas meja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD