26

1796 Words
Semua orang tampak melakukan tugasnya masing-masing. Aku melihat Mom dan Brooke melanjutkan proyek mengerjakan pagar. Sedangkan aku tidak melihat Alec dan Dalla di manapun. Aku rasa mereka masih dalam tahap pemindahan angur yang telah diolah ke dalam tong-tong di belakang. Sedangkan Gray sedang berbaring di atas rumput dengan dua kakinya terlipat di bawah dagunya. Sama sekali tidak terpengaruh Ketika kami turun dengan barang bawaanku kami, Dad yangs edari tadi memerhatikan kami dari kejauhan amat senang dengan senapan yang aku temukan. “Darimana kau dapatkan ini?” Aku bertukar pandang dengan Abe sebelum ia mengedikkan bahu dan kabur masuk ke rumah lebih dulu. “Ceritanya panjang, Dad. Nanti aku akan ceritakan.” Jadi aku menyimpan semua barang-barang itu di ruang tamu. Mengambil Glock 17-ku dari dalam tas selempang sebelum bergabung dengan tim yang mengerjakan pagar. “Kenapa kalian pergi jauh sekali hanya untuk berlatih menembak dan memanah?” Mom sambil memegangi papan yang sedang dipaku oleh Dad. “Permintaan Abe. Katanya ia butuh tempat yang sepi untuk mengajariku karena aku mudah teralihkan.” Dan entah kenapa aku malah bertukar pandang dengan Brooke yang sedang membawa papan lain untuk dipasang. “Yeah, aku setuju dengannya.” Dad mengedip ke arahku dan aku memutar bola mata. “Jadi apa sudah ada kemajuan dengan kemampuanmu?” Dad bertanya lagi sambil terus memukul-mukul paku. “Aku rasa lebih mudah mengatakan paling tidak aku tidak begitu buruk dari beberapa hari lalu.” Begitu Dad selesai Mom melepaskan sarung tangannya, melemparkannya ke dadaku yang refleks kutangkap kemudian berkata. “Aku harus menyiapkan makan malam dan seseorang harus membantuku.” Ia kemudian meraih lengan Brooke dan menariknya bersamanya dengan Gray yang juga memutuskan untuk bergabung dengan mereka. Kami para pria hanya bisa mengamati kepergian mereka dari kejauhan sebelum Dad mengerang panjang. “Well, sekarang tinggal kau dan aku. Dan mari kita selesaikan pagar sialan ini sebelum hujan turun.” Aku menggumam mengiyakan sambil memakai sarung tangan yang ditinggalkan padaku tadi. Dad dan aku bekerja dengan kecepatan yang bertambah seiring dengan suara petir yang terus menggelegar. “Aku tahu kau sangat terganggu dengan ide memegang dan membawa-bawa senjata dan menghabiskan banyak waktu di luar rumah seperti ini, James. Tapi dunia telah berubah. Kita semua berubah.” Dad sambil membantuku memasang papan pada kerangka pagar yang telah tertancap. “Yang benar kitalah yang dipaksa untuk berubah, Dad.” Dad menatapku dengan pandangan curiga sejenak sebelum berdecak-decak. "Astaga, tidak pernah terpikir olehku akan datang masa di mana aku akan mendengar kau berkata seperti itu. Apalagi bersedia untuk tidak memakai segala macam produk skincare entah untuk berapa lama nanti." Aku menghentakkan kaki sebagai bentuk protes dan itu membuat Dad terkekeh. Sebagai pria yang berusia akhir dua puluhan sikap seperti itu sama sekali tidak macho. Tapi peduli setan. Dunia akan kiamat sebentar lagi. Sebagai anak bungsu dalam keluarga ini aku punya privillage untuk melakukan itu. “Jangan sampai Brooke melihatmu bertingkah seperti tadi, oke?” Dad menepuk-nepuk pipiku sebelum memberiku geraman untuk melanjutkan pekerjaan kami lagi. Langit benar-benar gelap sekarang dan bau hujan sudah tercium di udara. Tinggal sedikit lagi kerangka pagar yang belum ditutup dan kami bekerja secepat yang kami bisa tanpa membuat tangan kami terpaku atau terpukul martil. Namun tinggal satu papan lagi dan hujan sudah turun tanpa aba-aba. Aku mendengar Dad memaki dalam bahasa ibunya sebelum menarik lenganku untuk berlari masuk ke rumah bersamanya. Kami benar-benar basah dari atas hingga bawah setelah menuutp pintu di belakang kami. Aku mendengar Mom menggerutu. Karena sepertinya Alec dan Dalla juga masuk dalam keadaan basah dari pintu belakang. “Jangan ke mana-mana. Kalian akan membasahi seluruh lantai!” Mom berteriak dan Brooke muncul dengan tumpukan handuk di dalam pelukannya. “Dan kalian harus mencuci pakalian kalian sendiri besok!” Dad dan aku mengucap terimakasih bersamaan setelah menerima handuk kami. Sama-sama mencoba untuk mengeringkan pakaian kami dari tetesan-tetesan air. Terdengar suara bersin dari ujung sana disela-sela suara petir yang menyambar. Setelah rasanya kami cukup kering aku membuka sepatuku dan melemparkannya di samping pintu. Membungkus diri dengan handuk basah. Hujan di musim gugur adalah sesuatu. “Dalla dan Alec akan memakai kamar mandi di atas.” Mom memberitahu kami sebelum memutar bola mata. Ia mengambil-alih handuk dari tangan Dad sebelum membantu suaminya mengeringkan rambutnya “Ayahmu akan mandi lebih dulu. Karena kau selalu mandi yang paling lama.” Aku menerim nasibku dengan tetap berdiri di depan pintu. Mengawasi punggung Mom yang mengantar suaminya ke kamar mandi.   “Kau mau duduk?” Brooke membawakanku kursi dari meja makan karena kursi tersebut terbuat dari kayu tanpa bantalan. Aku mengucapkan terimakasih lalu duduk di sana. “Jadi itu alasan Gray ikut masuk dengan kami. Dan juga Abe.” Suara hujan memang cukup keras tapi aku masih bisa mendengar Gray mengeong dari kejauhan seakan-akan mengejekku. Aku menyeringai. “Tidak ada pemanas di rumah ini. Ibumu berkata aku bisa menghidupkan perapian...” Namun aku sudah meraih tangan Brooke yang hangat. “Tinggal saja di sini.” Dan sekarang aku memegang tangannya dengan kedua tanganku. “Kau sudah cukup hangat untukku.” Hening lama dan tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Tidak ada keberadaan Abe di manapun. Jadi sekarang aku menempelkan dahiku di perut Brooke dan menikmati hangat tubuhnya disekitarku. “Kalau kau tidak sebasah ini. Aku mungkin akan memelukmu juga.” “Well, kita bisa melakukan itu nanti.” Brooke melepaskan satu tangannya untuk mencubit puncak telingaku lembut. Aku kembali menangkap tangannya dan kami tetap seperti itu.... ***   Semua orang tampak melakukan tugasnya masing-masing. Aku melihat Mom dan Brooke melanjutkan proyek mengerjakan pagar. Sedangkan aku tidak melihat Alec dan Dalla di manapun. Aku rasa mereka masih dalam tahap pemindahan angur yang telah diolah ke dalam tong-tong di belakang. Sedangkan Gray sedang berbaring di atas rumput dengan dua kakinya terlipat di bawah dagunya. Sama sekali tidak terpengaruh Ketika kami turun dengan barang bawaanku kami, Dad yangs edari tadi memerhatikan kami dari kejauhan amat senang dengan senapan yang aku temukan. “Darimana kau dapatkan ini?” Aku bertukar pandang dengan Abe sebelum ia mengedikkan bahu dan kabur masuk ke rumah lebih dulu. “Ceritanya panjang, Dad. Nanti aku akan ceritakan.” Jadi aku menyimpan semua barang-barang itu di ruang tamu. Mengambil Glock 17-ku dari dalam tas selempang sebelum bergabung dengan tim yang mengerjakan pagar. “Kenapa kalian pergi jauh sekali hanya untuk berlatih menembak dan memanah?” Mom sambil memegangi papan yang sedang dipaku oleh Dad. “Permintaan Abe. Katanya ia butuh tempat yang sepi untuk mengajariku karena aku mudah teralihkan.” Dan entah kenapa aku malah bertukar pandang dengan Brooke yang sedang membawa papan lain untuk dipasang. “Yeah, aku setuju dengannya.” Dad mengedip ke arahku dan aku memutar bola mata. “Jadi apa sudah ada kemajuan dengan kemampuanmu?” Dad bertanya lagi sambil terus memukul-mukul paku. “Aku rasa lebih mudah mengatakan paling tidak aku tidak begitu buruk dari beberapa hari lalu.” Begitu Dad selesai Mom melepaskan sarung tangannya, melemparkannya ke dadaku yang refleks kutangkap kemudian berkata. “Aku harus menyiapkan makan malam dan seseorang harus membantuku.” Ia kemudian meraih lengan Brooke dan menariknya bersamanya dengan Gray yang juga memutuskan untuk bergabung dengan mereka. Kami para pria hanya bisa mengamati kepergian mereka dari kejauhan sebelum Dad mengerang panjang. “Well, sekarang tinggal kau dan aku. Dan mari kita selesaikan pagar sialan ini sebelum hujan turun.” Aku menggumam mengiyakan sambil memakai sarung tangan yang ditinggalkan padaku tadi. Dad dan aku bekerja dengan kecepatan yang bertambah seiring dengan suara petir yang terus menggelegar. “Aku tahu kau sangat terganggu dengan ide memegang dan membawa-bawa senjata dan menghabiskan banyak waktu di luar rumah seperti ini, James. Tapi dunia telah berubah. Kita semua berubah.” Dad sambil membantuku memasang papan pada kerangka pagar yang telah tertancap. “Yang benar kitalah yang dipaksa untuk berubah, Dad.” Dad menatapku dengan pandangan curiga sejenak sebelum berdecak-decak. "Astaga, tidak pernah terpikir olehku akan datang masa di mana aku akan mendengar kau berkata seperti itu. Apalagi bersedia untuk tidak memakai segala macam produk skincare entah untuk berapa lama nanti." Aku menghentakkan kaki sebagai bentuk protes dan itu membuat Dad terkekeh. Sebagai pria yang berusia akhir dua puluhan sikap seperti itu sama sekali tidak macho. Tapi peduli setan. Dunia akan kiamat sebentar lagi. Sebagai anak bungsu dalam keluarga ini aku punya privillage untuk melakukan itu. “Jangan sampai Brooke melihatmu bertingkah seperti tadi, oke?” Dad menepuk-nepuk pipiku sebelum memberiku geraman untuk melanjutkan pekerjaan kami lagi. Langit benar-benar gelap sekarang dan bau hujan sudah tercium di udara. Tinggal sedikit lagi kerangka pagar yang belum ditutup dan kami bekerja secepat yang kami bisa tanpa membuat tangan kami terpaku atau terpukul martil. Namun tinggal satu papan lagi dan hujan sudah turun tanpa aba-aba. Aku mendengar Dad memaki dalam bahasa ibunya sebelum menarik lenganku untuk berlari masuk ke rumah bersamanya. Kami benar-benar basah dari atas hingga bawah setelah menuutp pintu di belakang kami. Aku mendengar Mom menggerutu. Karena sepertinya Alec dan Dalla juga masuk dalam keadaan basah dari pintu belakang. “Jangan ke mana-mana. Kalian akan membasahi seluruh lantai!” Mom berteriak dan Brooke muncul dengan tumpukan handuk di dalam pelukannya. “Dan kalian harus mencuci pakalian kalian sendiri besok!” Dad dan aku mengucap terimakasih bersamaan setelah menerima handuk kami. Sama-sama mencoba untuk mengeringkan pakaian kami dari tetesan-tetesan air. Terdengar suara bersin dari ujung sana disela-sela suara petir yang menyambar. Setelah rasanya kami cukup kering aku membuka sepatuku dan melemparkannya di samping pintu. Membungkus diri dengan handuk basah. Hujan di musim gugur adalah sesuatu. “Dalla dan Alec akan memakai kamar mandi di atas.” Mom memberitahu kami sebelum memutar bola mata. Ia mengambil-alih handuk dari tangan Dad sebelum membantu suaminya mengeringkan rambutnya “Ayahmu akan mandi lebih dulu. Karena kau selalu mandi yang paling lama.” Aku menerim nasibku dengan tetap berdiri di depan pintu. Mengawasi punggung Mom yang mengantar suaminya ke kamar mandi.   “Kau mau duduk?” Brooke membawakanku kursi dari meja makan karena kursi tersebut terbuat dari kayu tanpa bantalan. Aku mengucapkan terimakasih lalu duduk di sana. “Jadi itu alasan Gray ikut masuk dengan kami. Dan juga Abe.” Suara hujan memang cukup keras tapi aku masih bisa mendengar Gray mengeong dari kejauhan seakan-akan mengejekku. Aku menyeringai. “Tidak ada pemanas di rumah ini. Ibumu berkata aku bisa menghidupkan perapian...” Namun aku sudah meraih tangan Brooke yang hangat. “Tinggal saja di sini.” Dan sekarang aku memegang tangannya dengan kedua tanganku. “Kau sudah cukup hangat untukku.” Hening lama dan tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Tidak ada keberadaan Abe di manapun. Jadi sekarang aku menempelkan dahiku di perut Brooke dan menikmati hangat tubuhnya disekitarku. “Kalau kau tidak sebasah ini. Aku mungkin akan memelukmu juga.” “Well, kita bisa melakukan itu nanti.” Brooke melepaskan satu tangannya untuk mencubit puncak telingaku lembut. Aku kembali menangkap tangannya dan kami tetap seperti itu.... ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD