Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya (Alec memberiku seringaian paling menjelengkelkan yang bisa ia lakukan) Kami berempat mulai membuat rangka pagar. Sekali lagi aku bersyukur semua ini terjadi diambang musim gugur dan bukannya musim panas. Ketika akhirnya kami berhasil membuat rangka dari papan-papan kayu tebal yang disusun bertumpuk yang Alec dan Dad menolak menjelaskan padaku dari mana asalnya.
Dan yang paling mengejutkan dari semua ini adalah adalah betapa antusiasnya Abe membantu walau ia nyaris tidak mengatakan apapun kecuali seseorang mengajaknya bicara. Aku memarahi diriku sendiri karena baru menyadari jika Abe sama sekali tidak tidak menjawab pertanyaaan apapun yang dilontarkan padanya. Walau seaneh apapun pertanyaan itu.
Lalu kalian tahu apa lagi hal yang baru aku sadari dari malaikat itu?
Ia tidak pernah berbohong.
Namun Abe pandai sekali untuk berkilah dari pertanyaan yang tidak ingin ia beri jawaban pasti Seperti saat ini.
“Jadi, Abe. Kau masih belum memberitahu kami kau berasal dari New York sebelah mana?” Dad setelah memukul sebuah paku terakhir untuk rangka pagarnya yang sudah tertancap di tanah.
“New York yang tanpa kejahatan.” Abe dengan sangat tenang. Melepas tangannya dari rangka itu setelah yakin rangka itu sudah berdiri dengan tegak.
Aku menden gar seseorang meneriakkan namaku, membuatku terlonjak keras. Ternyatta Alec yang sudah bersimbah keringat. “Kembali kau ke sini, pemalas. Bantu aku menggali.”
Aku memutar bola mata namun akhirnya mendekat ke arahnya. Kami harus menggali beberapa lubang untung pancang pagar.
“Apa kau akan memagari ladang anggurmu juga?” tanyaku sambil bersungut-sunguut lalu mengambil sekop dan menancap ke tanah yang sudah ditandai Alec dan Dad dengan batu.
“Tidak, bodoh. Dan aku tahu kau mengatakan itu karena kau kesal. Hanya rumha utama. Paling tidak kita bisa menahan mereka sejenak sebelum menghabisi mereka.”
Tubuh Alec yang bersimbah keringat dan atletis itu membuatku memalingkan pandangan dan mulai menggali. Secepat yang bisa dibawa oleh tubuh yang menghabiskan banyak waktunya di dalam ruangan ini. Kami semua bekerja tanpa suara dan sesekali aku melirik ke arah Abe dan Dad yang bekerja sambil terus berbincang. Sesekali aku mendengar Dad tertawa dan Abe tersenyum...
Begitu aku selesai dengan lubang terakhir, aku terkapar di atas rumput dengan kedua tangan terentang. Napasku terengah, baik kaki dan lenganku terasa panas dan pegal. Aku menghalau sinar matahari dari mataku dengan lengan bawah.
Tidak berapa lama kemudian Alec menyusulku dan berbaring di sebelahku.
“Kenapa kau tidak memanggil Brooke untuk membantu kita juga?” tanyaku tanpa melepas lengan dari mataku.
“Brooke? Kau bercanda? Dia seorang gadis!”
Aku langsung duduk saat itu juga. Menatapnya tajam. “Apa kau bilang?”
“Brooke. Seorang gadis. Aku tidak mungkin menyuruh seorang gadis untuk melakukan hal-hal semacam ini....” Suara Alec perlahan menghilang. “Astaga, James. Jangan bilang...”
Aku memaki, mengacak-acak rambutku sebelum berbaring lagi ke tanah.
“Aku bahkan hanya sekali melirik tahu kalau ia seorang gadis. Well, dari wajahnya memang tidak ketahuan, sih. Kau harus punya banyak pengalaman untuk bisa membedakannya.”
Aku memaki abangku itu sebelum aku mendengarnya terkekeh...