Bab 2 Pertemuan.

1089 Words
Dengan pandangan terbatas dan mengedar ke segala penjuru arah, gadis dengan setelan jas lusuh dan rambut berantakan itu pun mulai berjalan masuk semakin jauh kedalam bar. "Mas Diaz, kemana sih kamu sebenarnya?" ucap tanya dalam hati Ica saat itu yang mulai turut berdesakan dengan pengunjung bar lainnya. Hingga tatapannya tertuju pada sosok yang tengah saling ber pagut didepan meja Bartender. Ica jelas melihat kekasihnya itu tengah berciuman dengan seorang gadis yang seksi disana, bahkan terlihat gadis itu lebih segala-gala nya dari dirinya. "Ria!" ucap dalam hati Ica yang langsung mengenali siapa gadis tersebut disana. Meski ia hanya melihat gaun malam se pangkal paha dan juga punggung mulus serta rambut yang teramat pendek. Namun ia jelas bisa mengenali gadis yang tengah mengalungkan kedua tangannya ke leher lelaki yang sudah tiga tahun menjalin hubungan dengannya. Karena gadis itu juga teman baiknya, bahkan keduanya berteman sejak masih duduk di bangku SMA. "Kalian menghianati ku?" ucap pilu dalam hati Ica saat itu, ia merasa dunianya seakan runtuh disana. Ica bekerja siang-malam dan bahkan lembur hanya untuk mendapat gaji lebih. Di ulang tahun kekasihnya ia sudah menyiapkan kado sebuah jam tangan yang lelaki itu inginkan, harganya lumayan mahal, bukan ia tidak ingin menghamburkan uang pendapatannya. Namun ia menjadi tulang punggung keluarganya setelah ayahnya jatuh sakit dan ia harus membiayai sekolah adiknya yang baru lulus SMA dan akan masuk perguruan tinggi. Bahkan untuk makan sehari-hari pun ia hanya membawa bekal seadanya dari rumah. Ayahnya hanya bisa memasakkan makanan untuk seisi rumah saja. Tanpa sadar, tanpa ia bisa kendalikan, Ica melangkah maju menuju sebuah kerumunan. Tanpa tanggung-tanggung gadis itu segera menyambar satu botol minuman beralkohol diatas meja yang ada didepannya. Lalu meneguknya hingga beberapa kali tegukan disana. "Apaan ini? kenapa rasanya tidak enak?" ucap Ica saat itu. Namun Ica tidak menyadari jika semua mata yang tengah duduk di sofa melingkar sana tengah menatapnya. "Siapa dia?" tanya Davian pada beberapa gadis yang ada di sekelilingnya. Namun semua menggeleng beberapa kali. Tanda semua tidak ada yang mengenalnya. "Akh sudahlah!" ucap Davian yang merasa apa yang gadis itu minum hanya sedikit, dan itu tidak masuk dalam hitungan jika bagi Davian. Hingga salah satu tangan Davian terlihat terangkat dan memanggil salah satu pegawai bar tersebut. Davian segera memberikan satu kartunya untuk membayar semua minuman dan makanan yang teman-temannya habiskan disana. Namun beberapa saat si pegawai bar pergi, lalu datang kembali menuju kearah Davian. "Maaf tuan, kartu anda tidak bisa digunakan." Ucap si pegawai. Dan baru sekali saja Davian mengeluarkan kartunya namun tidak berguna itu, semua teman-temannya yang ada disana satu persatu pamit pergi terlebih dahulu meninggalkannya. Termasuk para gadis yang tadi memuja dan merayunya dengan minuman. "b******k kalian semua!" umpat Davian pada semua temannya. "Tenang...oke, mari kita lihat...aku masih punya banyak kartu!" ucap Davian yang lalu memberikan beberapa kartu untuk p********n pesanannya tadi. Namun semua tidak ada yang berhasil saat itu. "Sial!" ucap Davian dengan umpatannya. Saat ia menerima kartu-kartunya kembali karena tidak ada satupun yang bisa digunakan. Disana Davian segera melihat kedalam isi dompetnya, hanya terdapat beberapa lembar uang saja. "Haiz! kenapa papa memblokir semua kartu-kartu itu?!" gerutu Davian dengan kesalnya. "Tunggu! aku mau telfon Asisten papa aku dulu." Ucap Davian saat si pegawai masih berdiri disana dan mengawasinya. Segera saja lelaki itu menghubungi seseorang disana, yaitu Asisten papanya dan juga adalah anak bibinya. "Halo Gas...tolong jemput aku Gas..." ucap Davian saat lelaki yang sering ia panggil Bagas itu tengah mengangkat panggilannya. "Aduh...maaf Ian...aku lagi diluar Kota, aku sibuk dulu ya..." ucap Bagas yang lalu mematikan panggilannya. "Ngapain Bagas malam-malam begini sibuk diluar Kota segala?" ucap dalam hati Davian saat itu. Dan Ian mencoba memutar otaknya kembali untuk menemukan orang yang bisa ia mintai tolong saat itu. "Aha! kak Liona, pasti bisa bantu." Ucap dalam hati Davian saat itu. Lalu ia pun segera menghubungi seorang wanita yang bernama Liona. Liona adalah menantu dari bibinya, yaitu istri dari lelaki yang bernama Bagas, yang baru di telephone oleh Davian barusan. "Halo kak Liona...bisa bantu Davian nggak?" tanya lelaki itu saat Liona sudah mengangkat panggilannya. "Aduh Ian...maaf ya...kaka juga lagi sibuk nih, sudah dulu ya..." ucap Liona saat itu yang langsung menyudahi panggilannya. Rupanya saat itu Bagas dan juga Liona serta bibi tengah berkumpul di ruang keluarga di kediaman keluarga Davian. Ketiganya menunduk saat melihat di kursi paling ujung, papa Davian tengah menatap tajam kearah semuanya. "Siapa diantara kalian yang belum mendapat panggilan dari anak itu?" tanya papa Davian pada semua orang yang berkumpul disana. Namun semua tidak ada yang berani menjawabnya. Tetapi tatapan mata semuanya tertuju pada mama Davian, yaitu istri dari Pratama Wijaya, papa dari Davian. "Sudahlah pah...maafkan dia sekali ini saja ya?" ucap wanita yang bernama Nisa itu pada suaminya. "Tidak! tidak ada kata maaf lagi mulai sekarang! dia sudah keterlaluan! banyak diluar sana yang sedang membutuhkan uang. Tapi lihat putra kita! apa yang dia lakukan setelah lulus kuliah?!" ucap papa Davian dengan marah-marah. Dan semua orang yang ada disana hanya bisa menunduk terdiam ditempatnya, tidak ada yang berani bersuara saat itu. "Jika aku tahu diantara kalian yang menolong Davian meski sekecil uang receh. Aku tidak segan-segan mencoret kalian dari daftar keluarga Pratama Wijaya! termasuk kamu juga istriku. Jadi jangan anggap peringatan ku kali ini hanya main-main saja!" ucap papa Davian disana yang merasa semua orang keterlaluan saat tanpa sepengetahuan Pratama, mereka rupanya diam-diam membantu anak lelakinya saat membutuhkan uang. "Iya pah...aku ngerti, papa sudah ya jangan marah-marah lagi, ingat kesehatan papa!" ucap sang istri yang mencoba menenangkan. "Aku tahu jika kamu terlalu memanjakan anak kita itu, tapi cukup aku mohon sampai sini saja! jika memang kamu sayang Davian, bantu dia agar dia tahu bagaimana sulitnya mencari uang, agar dia bisa menghargai uang." Ucap Pratama pada sang istri. "Iya pah, iya...maafkan aku dan juga kita semua yang ada disini jika sering mengabaikan peringatan mu, yang sering melawan perintah mu, kami janji kali ini akan menuruti semua yang papa inginkan." Ucap Nisa dengan isakannya, saat melihat sang suami dengan nafas terengah-engah. Tanda kesehatan Pratama saat itu tidak sedang baik-baik saja. "Yasudah ayo kekamar pah, istirahat, sudah mama nggak akan ngurusin Davian lagi, yang terpenting sekarang adalah kesehatan papa." Ucap Nisa dengan sesekali menyeka air mata yang menetes dari pelupuk matanya. Ditempat Davian, terlihat lelaki itu sudah mondar-mandir kesana-kemari seolah kehabisan ide lagi. Hingga ia berjalan menuju kearah toilet bar. Rupanya di lorong masuk menuju ke toilet tersebut terlihat seorang gadis yang tadi tengah menyambar minuman di mejanya dan sekarang tengah terduduk dilantai. Dimana saat itu Ica tengah melihat adegan terlarang antara kekasihnya dan sahabat baiknya didalam toilet. Hingga membuat kedua kakinya lemas tidak berdaya, seolah tidak ada tulang penyangga disana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD