BAB 3 : Menguasai Manusia

2641 Words
  Nerissa menekuk lututnya dan bergelung dalam selimut duduk berhadapan dengan Zuko yang sudah berpakaian memakai baju Kenan. Tidak ada ketakutan, perasaan curiga dan canggung sedikitpun di benak Nerissa, gadis itu itu menatap Zuko dengan lekat. “Nanti kita ke dokter setelah Kenan pulang” katanya dengan akrab. “Baik nona.” Jawab Zuko lagi dengan patuh. Nerissa melepaskan gulungan selimut yang menutupi tubuhnya, gadis itu merangkak kecil dan mendekati Zuko. “Siapa namamu?.” “Zuko.” Nerissa mulai terdiam dan memperhatikan Zuko lagi. “Maaf, aku melupakan nama peliharaanku sendiri” gumam Nerissa merasa sedih. Zuko telah berhasil meminjam sebagian nyawa Nerissa untuk bertahan hidup di daratan, karena itu pikiran Nerissa dapat dia kendalikan untuk bisa menerimanya dengan baik dan menganggap Zuko sudah bersamanya sudah begitu lama. Namun karena takdirnya Zuko sebagai duyung yang tidak lain tidak bukan adalah bagian ari ikani, jiwa manusia Nerissa menerima Zuko sebagai peliharaan. Sikap Nerissa boleh saja baik dan langsung menerima Zuko karena pikirannya yang terkendali dan ikatan batin yang kuat karena sebagian jiwa Nerissa berada dalam diri Zuko. Namun, Nerissa tidak bisa memandang Zuko sebagai manusia, melainkan peliharaan. Nerissa terdiam di tempatnya dan memandangi Zuko dengan teliti, kening gadis itu mengerut terlihat bingung melihat sosok Zuko yang di penuhi cahaya dengan rambut putih seperti mutiara, kulit yang seperti kapas dan bola mata yang sangat cerah dengan dua warna yang mengingatkan Nerissa pad sosok Bert. “Apa aku hilang ingatan?” tanya Nerissa bingung. Zuko hanya terdiam dan melihat Nerissa. “Kenapa aku tidak mengingatkmu sedikitpun, kau kan peliharaanku” pikir Nerissa dengan keras hingga tanpa sadar dia menggaruk kepalanya yang pusing karena tidak mengingat apapun tentang Zuko. Tahu-tahu mereka akrab dan menjadi seperti teman lama. “Nerissa, kau sudah tidur” suara Kenan terdengar di luar. Kenan memasuki rumahnya kembali dengan keadaan pakaian yang setengah basah, pandangan Kenan mengedar mencari-cari keberadaan Nerissa. Langkah Kenan langsung mengantarkan dirinya ke depan pintu kamar Nerissa dan mengetuknya. “Kau sudah tidur Nerissa?. Kau tidak menangis kan saat aku pergi?” tanyanya penuh perhatian. Nerissa terperanjat cepat, “Kenan sudah pulang.” “Nerissa” Kenan membuka pintu kamar Nerissa, tubuhnya yang basah kuyup itu diam membeku di ambang pintu. Tatapan tajam Kenan langsung tertuju pada Zuko yang duduk dengan tenang di ranjang Nerissa, “Siapa dia, kenapa kau membawa pria ke kamarmu?!” Teriaknya langsung marah. Sebagai seorang kakak, Kenan tidak bisa menyembunyikan sifat posesifnya yang sebenarnya kepada adiknya sendiri yang masih kecil dan kini membawa pria ke dalam kamarnya. “Apa maksudmu?” Nerissa kebingungan melihat kemarahan Kenan kepada Zuko. “Kenapa kau marah kepada peliharaanku Kenan?.” “Berhenti bicara omong kosong Nerissa.” “Aku tidak beromong kosong!.” “Diam Nerissa” bentak Kenan. Kini Kenan kemabali melihat kearah Zuko dengan tatapan penuh permusuhan. “b******k, siapa kau?. Jangan diam saja sialan” geram Kenan langsung melangkah lebar dan meraih tubuh Zuko, “b******n keluar kau, berani-beraninya mendekati adikku” usirnya dengan nada jijik melihat wajah dan tatapan polos Zuko yang tidak berkata-kata yang hanya menatap dirinya. Melihat kemarahan kakaknya yang marah tanpa alasan dan tidak dapat Nerissa tidak mengerti, membuat Nerissa panik. Cepat-cepat Nerissa mencoba melepaskan cengkraman Kenan pada kerah baju Zuko, “Lepas Kenan, kenapa kau kasar pada peliharaanku.” “Apa maksdumu Nerissa?. Kau mucikari?, kau sudah gila hah!” teriak Kenan semakin kuat mencengkram baju Zuko. “b******n, siapa kau” bentak Kenan dengan tangan terkepal kuat melayang cepat hendak memukul. Namun dalam sekejap tubuh Kenan terpental kuat hingga menabrak jendela dan terlempar keluar, Kenan terguling di atas rumput halaman tanpa Zuko lakukan apapun. “Arrgghhtt pinggangku” raung Kenan kesakitan seraya berguling mengusap pinggangnya yang merasakan retakan menyakitkan. “Kenan!” teriak Nerissa kaget. “Apa yang sudah kau lakukan? Kau melukai kakakku!.” teriak Nerissa memaki memarahi Zuko. Zuko langsung beranjak. “Saya akan menolongnya” ucapnya dengan datar, pria itu melompati jendela dan melangkah lebar di bawah hujan, Zuko mendekati Kenan yang maringis berusaha berdiri dengan pinggangnya yang terasa sangat sakit hingga terasaa ada patahan. Kenan beringsrut dengan cepat dengan kaki yang mengejang merasakan sakit luar biasa karena pinggangnya bergerak, matanya yang biru itu menatap tajam Zuko. “Menjauh dariku, dasar alien!. Pergi dari sini!” teriaknya mengusir. Kenan sangat ketakutan, bahkan tangannya tidak sempat memukul, namun kekuatan besar sudah menghantam dirinya keluar dari kamar dan terlempar ke luar. “Bangunlah Tuan, saya akan membantu.” Kata Zuko dengan datar tidak menunjukan ekspresi maupun emosi apapun. “Tidak!, pergi dari sini sialan!. Akan ku pecahkan kepalamu” geram Kenan menunjukan taring kewaspadaannya. Kenan terlalu kaget dengan kekuatan aneh yang baru pertama kali dia temui sepanjang hidupnya. “Penyihir, pergi!.” teriaknya semakin keras ketakutan karena Zuko semakin mendekatinya. Zuko membungkuk di depan Kenan tidak mempedulikan teriakannya. Zuko memperhatikan bagaimana mata Kenan itu sama persis dengan milik Nerissa. Biru tergulung kegelapan. Darah yang mengalir di tubuh mereka, darah Kenan dan Nerissa, darah yang sama. Mereka berdua adalah anak dari seseorang yang pernah mengalami kutukan, karena itu Zuko bisa mengambil setengah jiwa milik Nerissa. Zuko semakin membungkuk hingga rambut putih panjangnya menyapu rumput yang basah karena hujan, bola mata Zuko sedikit bercahaya. “Tuan” Zuko mencengkram bahu kenan menahan pergerakannya, tatapannya yang menghipnotis itu membuat Kenan perlahan diam dan kehilangan kewaspadaan hingga kemarahannya. “Ayo saya bantu.” Kata Zuko lagi dengan sangat tenang. Kemarahan di mata Kenan berubah seketika, ketegangan di bahunya menurun dengan cepat. Dalam waktu seperkian detik, kemarahan, ketakutan dan kewaspadaan pada Kenan berubah menjadi kepercayaan. Dengan tanpa protesan Kenan segera di bantu Zuko untuk berdiri, sikap Kenan berubah dengan cepat karena di bawah kendali Zuko. Dengan tertatih-tatih seraya memegang pingganya Kenan melangkah di papah Zuko. “Arrght.. kenapa aku bisa di luar” ringis Kenan kesakitan. Kini Zuko tidak hanya berhasil membuat Nerissa langusng akrab dengannya, namun Kenan juga. Sama halnya dengan apa yang terjadi pada Nerissa setelah di kendalikan oleh Zuko, kini Kenan tidak ingat sama sekali dengan apa yang telah terjadi padanya hingga mendapatkan luka yang dalam di pinggangnya. “Kenan!” Nerissa membuka pintu dengan tangisan yang langsung terpecah. “Kau baik-baik saja?..” Nerissa langsung memeluk Kenan dan menuntun kakaknya untuk masuk. “Baik-baik matamu Nerissa” geram Kenan marah dengan gigi bergelumutuk, Kenan duduk dengan hati-hati di sofa dengan ringisan. “Arrght pinggangku.” Nerissa langsung berdecak pinggang dan memukul-mukul Zuko dengan kemarahan dan tangisan yang keras. “Kurang ajar, kenapa kau melukai kakakku?!, mau aku buang ke penampungan hewan hah.” Ancam Nerissa yang tidak merubah sedikitpun ekspresi di wajah Zuko. “Diamlah Nerissa, kau berisik sekali” sela Kenan merasa terganggu dengan teriakan adiknya. “Cepat panggilkan Dokter pribadiku, aku harus mendapatkan perawatan.” Dengan sesegukan Nerissa mengusap air mata di pipinya, “Dia melukaimu. Aku akan memasukan dia ke kandang jika dia berulah lagi. Maafkan aku Kenan, aku akan memasukannya ke dalam kandang jika perlu.” “Dia tidak melukaiku.” “Dia melukaimu Kenan” tegas Nerissa yang masih di selimuti rasa bersalah. “Minta maaf pada Kenan” titah Nerissa seraya menunjuk Kenan, mengintruksikan Zuko untuk meminta maaf. “Maaf.” Kata Zuko dengan datar dan tidak bergerak sedikitpun karena dia tidak merasa bersalah. Manusia adalah golongan rendah untuk dirinya, dan Zuko akan melindungi diri jika manusia yang lemah hendak melukainya. “Mau aku pijat?” tawar Nerissa yang langsung duduk di samping Kenan dan memandanginya dengan kasihan. “Jangan marah kepada Zuko yaa.. dia tidak sengaja” isak Nerissa memeluk lengan Kenan. “Kenpa aku harus marah pada peliharaanmu?.” Ketus Kenan merasa bosan dengan ucapan Nerissa yang tidak dapat dia mengerti sama sekali. “Syukurlah.” Nerissa tidak mencurigai perubahan sikap Kenan yang tiba-tiba baik dan tidak risih dengan keberadaan Zuko, bahkan setelah Zuko telah melukai Kenan. Sebuah keajaiban bagi Nerissa melihat Kenan bisa bersikap baik pada Zuko yang telah melukainya hingga terpental dan terluka. Kenan di didik untuk menjadi orang yang tidak mudah mengalah, sangat aneh untuk Nerissa melihat Kenan yang bisa bersikap biasa saja, apalagi kepada seseorang yang telah melukainya. “Aku akan mengantarmu ke Dokter, jika memanggil dokter pribadi, akan memakan waktu lama. Tunggu aku mau ganti pakaian dulu.” Nerissa langsung berlari pergi meninggalkan Kenan dan Zuko berdua. Zuko duduk bersimpuh di lantai memandangi Kenan dengan ekspresi datarnya yang tidak menunjukan penyesalan apapun.  Zuko tidak bicara apapun dan hanya menonton, Zuko tidak memahami lagi sifat dan kepribadian manusia yang sebanrnya setelah lima abad lamanya dia diam di lautan. “Apa kau lihat-lihat?, aku tahu aku tampan. Jangan sombong dengan rambut putih panjangmu yang mirip dengan kuda poni” pelotot Kenan merasa risih di perhatikan Zuko. Zuko hanya berkedip beberapa kali dan memandangi Kenan, sikapnya yang di takdirkan setengah dewa dan hewan membuat Zuko tidak memiliki emosi dan perasaan apapun semenjak semua emosi dan perasaannya di tutup pilar-pilar tapanya beberapa ratus tahun hingga akhirnya dia memiliki keabadian. “Tuan, biar saya sembuhkan” tawar Zuko. Kenan berdecih mendengarnya, “Memangnya kau siapa” Zuko beringsrut di lantai dan mendekat. “Saya bisa menyembuhkan Anda.”  Zuko  meraih tangan Kenan dan menggenggamnya, namun dengan kasar Kenan menepisnya hingga mengangkat kakinya ke atas sofa terlihat jijik di sentuh Zuko. “Jangan sentuh-sentuh. Aku bukan gay.” Teriak Kenan seperti seseorang yang sangat alergi. “Tuan” Zuko segera berdiri, kepalanya bergerak melihat keluar dimana hujan tengah turun. Tangan Zuko terangkat terangkat di udara dan menggerakan jarinya, Zuko mengambil setetes air hujan yang turun, membawanya masuk dengan udara dan melewati celah kecil jendela dan hinggap di bahu Kenan. Setetes air itu menyerap masuk kedalam kulit Kenan dan perlahan mengangkat semua rasa sakit yang di dera Kenan. Setetes air bening itu kembali keluar menjadi setetes air hitam dan membuyar membasahi kain baju yang di pakai Kenan. Tubuh Kenan kerjatuh ke sofa dan tertidur, Kenan sudah berhasil di sembuhkan karena itu pria itu tertidur.  Zuko perlahan mundur dan duduk dengan tegak di sebrang Kenan hingga kedatangan Nerissa yang sudah bersiap-siap. “Kenan jangan tidur” Nerissa duduk di samping Kenan dan mengguncang tubuhnya mencoba membangunkan. “Ayo ke rumah sakit sekarang” ajaknya menarik lengan Kenan bermaksud untuk memapah langkahnya. Perlahan Kenan terbangun dan terlihat baik-baik saja, tidak lagi ringisan kesakitan di wajahnya sekarang. “Kenan ayo ke rumah sakit” Nerissa mengulangi ucapannya. “Aku baik-baik saja.” Jawab Kenan setengah termenung bingung karena rasa sakitnya yang termat luar biasa hingga membuat Kenan yakin ada tulang yang patah di pinggangnya, namun kini tidak terasa sakit lagi. “Aku baik-baik saja Nerissa.” “Tapi kau” “Ayo pulang ke kota. Aku juga akan memeriksanya disana.” “Apa maksudmu?, kita baru  satu minggu disini!.” Sesaat Kenan terdiam dan termenung, mengingat saat dia datang ke hotel tempat dimana tempat menginap  Helian yang terlihat baik-baik saja dan tidak menunjukan sesuatu yang aneh. Seseorang bersaksi jika mereka hanya melihat kedatangan Julian Giedon ke dalam hotel. Namun tidak ada yang melihat keberadaan Helian. Kenan tidak menemukan keberadaan Helian, namun dia melihat Endrea yang di giring banyak pengawal pergi memasuki mobil. Kenan tidak bisa mengikuti Endrea dalam keadaan seperti itu. Namun, Kenan yakin jika telah terjadi sesuatu lagi dengan Helian, dan Endrea yang sedang membereskan masalah yang di buat adiknya seperti biasa. Keadaan keluarga Endrea tengah berada dalam pusat perhatian banyak media karena ledakan kapal di lautan. Tidak hanya itu, terdapat beberapa tangki bahan bakar kapal yang bercampur dengan air laut yang kini menjadi bahan pembicaraan. Mungkin sebaiknya Kenan memastikannya nanti larut malam dan menanyakan langsung kepada Endrea. “Pergilah tidur Nerissa, aku baik-baik saja.” Tegas Kenan lagi seraya beranjak pergi dengan keadaan normal seperti semula. Sekilas Kenan melihat Zuko dan menunjuknya “Dia, meski dia pria gay, jangan biarkan dia tidur satu ranjang denganmu. Kau mengerti?.” Bibir Nerissa langsung menekan keras dia mengangguk kecil tidak membantah. “Kau mau kemana?. Mau aku panggilkan dokter?.” Tanya Nerissa lagi yang tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya. “Tidak, aku baik-baik saja” tegas Kenan sebelum memutuskan pergi ke kamarnya. ***   “Kau tidur disini” tunjuk Nerissa pada kamar tamu. Zuko hanya diam berdiri di belakang Nerissa, “Cepat masuk.” Titahnya dengan tegas. “Tidak, aku dengan nona” tolaknya dengan datar. Zuko harus memastikan jika jiwa Nerissa baik-baik saja selama sebagian jiwanya lagi menggumpal di dalam tubuhnya. Zuko harus memastikannya sampai terbitnya pajar besok. Pupil mata Nerissa melebar seketika, “Kenan akan marah!, kau tidak tahu jika Kenan marah, dia akan berubah menjadi reingkarnasi dajal.” Omel Nerissa dengan bisikan takutnya. Zuko hanya menggeleng dan menolak permintaan Nerissa. “Sana masuk!” Nerissa mendorong Zuko masuk kedalam kamar dan segera menutup pintu, lalu menguncinya. “Tidurlah dengan tenang” teriaknya sebelum meninggalkan kamar. Kaki kecil Nerissa bergerak cepat dan berlari secepat kilat menuju kamarnya. BRAKK Zuko menonjok daun pintu hingga terlepas dari engsel dan kusennya, masih dengan ekspresi datarnya Zuko melangkah lebar mengejar Nerissa hingga kembali berdiri di belakang gadis itu lagi. “Astaga!” Nerissa terlonjak kaget hingga hampir jatuh dan bersandar pada tembok. “Kau ini benar-benar nakal, sudah aku bilang Kenan akan marah” tekan Nerissa mempertegas. “Aku dengan nona.” “NERISSA! JANGAN MEMBUAT ULAH!” Teriak Kenan di dalam kamar yang merasakan getaran hingga suara berisik di luar karena ulah Zuko yang menonjok pintu hingga pelas dari kusennya. “Tuh kan” tekan Nerissa ketakutan. “Ada apa denganmu, cepat ke kamarmu sebelum Kenan mengamuk.” Usirnya mendorong Zuko untuk pergi menjauh darinya. “Aku dengan nona” jawab Zuko masih sama seperti sebelumnya. Dalam satu tarikan napas panjang, akhirnya Nerissa mengambil keputusan meraih tangan Zuko dan membawanya pergi ke kamarnya mengendap-endap melewati kamar Kenan dan segera membawanya masuk. Nerissa tidak ingin Kenan datang keluar dan memarahi Zuko lagi, Nerissa harus menghindari kejadian seperti beberapa menit yang lalu. Zuko bisa melukai Kenan lagi. Begitu Nerissa dan Zuko memasuki kamar, gadis itu langsung mengunci pintu agar Kenan tidak bisa masuk. Meski jendela kamar Nerissa, kini sudah kosong melompong tanpa jendela di sebabkan oleh ulah Zuko pula yang telah melempar Kenan keluar. “Kau tidur disitu, Kenan bilang aku tidak boleh membawa pria manapun ke ranjang” Nerissa menunjuk kusi panjang di depannya. Di ambilnya bantal dan kain tebal di dalam lemar. “Pakai ini.” Dengan patuh Zuko duduk di kursi panjang itu, lalu menatap keluar melalui gordeng yang bergerak, jendela yang telah di rusaknya tampaknya harus di perbaiki secepatanya. Zuko memandangi setiap tetesan air hujan yang jatuh dalam diam. Nerissa merangkak naik keatas ranjang dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, sesaat Nerissa melihat kearah Zuko dan menatapnya dengan lekat. “Aku lupa sejak kapan memeliharamu, kenapa tidak ada satupun photomu di gallery.” Pikirnya kebingungan. “Kau memiliki wajah yang sangat tampan, bagaimana jika kau ikutan casting iklan pakan hewan.” Zuko tetap membungkam, dia tidak mengerti sama sekali dengan dunia daratan. Perlu banyak kekuatan dan pemahaman cepat untuknya untuk memahami semua yang ada di daratan. Zuko bisa melakukannya dengan membuka beberapa pilar pengetahuan dan emosi di dalam jiwanya, namun Zuko akan kehilangan kedewaannya jika melakukannya dan membuat semua pilar hasil tapanya semua terbuka. “Aku akan membawamu kepada Momy, dia pasti mengenal produser terkenal. Wajah tampan seperti itu harus memiliki harga, sayang jika hanya jadi pajangan.” Kata Nerissa lagi sambil menguap. “Tidurlah. Besok aku akan membeli kalung untuk di lehermu” Nerissa mengambil gulingnya dan memeluknya di bawah selimut. “Selamat malam.” Zuko masih diam duduk dengan tegak memandang keluar. Sementara Nerissa sudah mulai terlelap dalam tidurnya.  Perlahan dia berdiri dan melangkah menuju sisi jendela untuk memandangi langit. “Nona, apa Anda bisa mendengar saya” ucapnya entah kepada siapa. “Hidupkan kembali hutan terlarang, saya harus menjaga lautan. Saya membutuhkan Anda.” Ucapnya terdengar seperti permohonan kuat. Angin berhembus sedikit kencang menggerakan rambutnya dengan lembut, “Manusia adalah predator terkejam di bumi ini Nona. Mereka lebih serakah dari dari keabadian dewa yang tidak pernah mati.” To Be Continue . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD