Kenan menepikan mobilnya dengan sangat pelan dan segera mematikan lampu depan, pandangannya mengedar melihat villa tempat menginap keluarga Endrea yang terlihat sangat tenang. Hanya ada beberapa pengawalan yang menjaga pintu gerbang.
Tangan Kenan mencengkram kemudi dengan erat, dengan cepat dia mengenakan jaketnya dan memakaikan tudung, Kenan keluar dari mobilnya dan berlari membungkuk pergi ke belakang melewati rerumputan yang terawat rapi. Kenan mencar tempat yang paling minim pencahayaan dan kamera pengawas.
Kenan tidak bisa pergi ke gerbang, tidak masalah baginya mengahadapi para pengawal, namun Kenan tidak sanggup menghadapi Julian Giedon. Julian akan memaki Kenan dengan hadist gilanya.
Kenan berdiri di balik tembok tinggi menjulang, dia memanjat tembok dan melompatinya dengan mudah. Kenan sedikit kapok bila harus melompati pagar, terakhir kali dia melakukannya, Kenan kena setrum dan masuk perangkap Julian Giedon.
Dengan tangkas Kenan mendarat dan langsung berlari melewati bagian belakang villa. Kenan berdiri di bawah kamar Endrea, Kenan mengeluarkan gulungan tali dari tas, dia memasang sabuk di pinggangnya dan melemparkan tali paracord berjangkar hingga mengait di salah satu besi ketika mencoba di tarik.
Beberapa saat dia terdiam dan mengambil napas dalam-dalam, pandangannya mengedar melihat sekitar.
Kenan memutar tali untuk mengencangkan, dia mengambil sepasang alat perekat dinding agar bisa merayap. Dengan luwes dan terampil Kenan menaiki dinding tanpa hambatan, dia sudah sangat terbiasa melakukannya setiap kali akan menyelinap masuk ke kamar Endrea yang berada di lantai tiga.
Tangan Kenan merasakan sedikit pegal ketika dia sudah bisa menjangkau pagar, kaki Kenan yang terayun di udara itu perlahan naik ke ujung tembok. Kenan naik keatas dan dan melompati pagar. Tali di pinggang kenan terlepas dan jatuh ke lantai, dengan hati-hati dia melihat kedalam kamar mencari-cari sosok Endrea. Lampu di kamar tidak ada yang mati menandakan jika Endrea belum tidur.
Kenan membungkuk mengambil pisau dan memasukannya ke celah kusen untuk meraskan apakah pintu kaca di menuju balkon di kunci atau tidak, namun setelah merasakan pintu tidak terkunci, Kenan mendorong pelan pintu di depannya.
Sebuah hembusan napas lega keluar dari mulutnya begitu mengetahui jika pintu itu tidak terkunci. Dalam dorongan kuat Kenan membuka pintu, kepalanya masuk lebih dulu untuk melihat sekitar kamar hendak memanggil Endrea dengan bisikan. Namun belum sempat Kenan melihat apapun, sebuah pistol sudah menodong kepalanya.
“Mr. Julian” cengir Kenan dengan kaku, wajah tampannya pucat pasi melihat Julian berdiri menjulang di depannya menodongkan pistol di kepalanya.
Sebelah alis Julian terangkat “Mau apa kau?.”
Perlahan Kenan mundur dan menarik handle pintu berniat untuk kabur sebelum Julian mengomelinya dan menelpon ayahnya, urusannya akan menjadi panjang. “Aku ingin melihat Endrea.”
“Endrea tidak ada disini.”
“Oh..” cengiran Kenan semakin melebar kaku hingga giginya terasa sedikit kering, dia merasakaan kecanggungan yang luar biasa setiap kali berhadapan dengan Julian. Julian selalu mengintimidasinya. “Kalau begitu, saya pergi.”
Ketika Kenan mundur dan hendak pergi, dengan cepat Julian menangkap bahunya dan menariknya ke atas seperti anak kucing yang di bawa induknya. “Siapa yang menyuruhmu pergi heh, kau sudah menerobos masuk ke kamar puteriku. Kau pikir aku tidak tahu kau datang menyelinap hah, dalam radius enam meter saja aku sudah bisa mencium bau kemiskinan.” Omel Julian menarik baju Kenan dan menyeretnya masuk kedalam kamar.
“Maafkan saya. Saya mengkhawatirkan Endrea karena di Hotel x terjadi keributan.” Bela Kenan dengan tubuh terseok-seok di seret Julian.
“Kau sahabat Helian, harusnya kau memikirkan dia.”
“Tapi saya calon suami Endrea.”
Langkah Julian langsung terhenti, matanya membulat sempurna karena kaget, Julian langsung melepaskan pegangannya pada baju Kenan. “Astaga! Berhenti bermimpi” omelnya tidak percaya. “Apa yang bisa kau banggakan untuk mengambil puteriku hah, kau belum bisa lebih kaya dan sombong dariku. Jadi jangan harap bisa mengambil Endrea dariku.”
Bibir Kenan menekan, dia berdiri dengan tegap di hadapan Julian dengan perasaan bimbang harus kabur lewat mana, Kenan tidak tahan dengan omelan dan ceramahan gilanya. “Saya akan menjaga dan membahagiakan Endrea.”
“Menjaga?” suara Julian berubah menjadi geraman. Tubuh sedikit mencondong menatap tajam mata Kenan, “Kau sudah membiarkan puteriku mengotori tangannya sendiri untuk mengusir debu kecil yang ingin mengusikku, aku pikir aku bisa mempercayaimu. Tapi ternyata, kau tidak ada apa-apanya.”
Kepala Kenan terangkat seketika, dia merasa kaget dan sedikit tidak mengerti dengan arah pembicaraan Julian. “Dimana Endrea?.” Kenan mulai khawatir jika masalah tenggelamnya kapal dan kematian beberapa orang bawahan Hito, kini Endrea yang menanggungnya untuk melindungi Helian.
“Bawa Helian padaku dan bantu dia menyelesaikan masalahnya. Jika kau tidak bisa melakukannya, jangan harap bisa melihat Endrea.”
Napas Kenan tertahan dengan cepat, sangat mudah untuk Julian mencari orang. Termasuk keberadaan Helian puteranya sendiri, namun Julian sedang berusaha menjaga privasi rahasia Endrea dan Helian, Julian harus berpura-pura tidak tahu sampai dia melihat apakah Endrea puterinya bisa mengatasi masalah yang terjadi atau tidak.
Di sisi lain, Julian tidak ingin Helian pergi terlalu jauh meski tidak lepas dari pantauannya. Helian sedang mencari jati dirinya sendiri dan tidak ingin di anggap lemah oleh kedua orang tuanya.
Jika Julian meminta Kenan membawa kembali Helian, itu artinya Julian tidak akan turun tangan untuk menyelesaikan kekacauan di lautan.
Ada sedikit perasaan lega di hati Kenan, itu artinya Julian ingin Kenan terlibat di dalam masalah keluarganya. Tanpa sadar Kenan tersenyum senang karena merasa di percaya.
“Saya akan membawanya dan membantunya” jawab Kenan dengan tegas.
Julian menyimpan kembali pistolnya di belakang pakaiannya, “Keluarlah.” Usirnya tanpa keraguan.
Pupil mata Kenan melebar dengan mata sedikit berkaca-kaca meminta belas kasihan “Aku ingin melihat Endrea sebentar saja, aku mohon.”
“Sudah aku bilang kau akan melihat Endrea setelah membawa Helian dan membantunya.”
“Aku mohon, aku ingin melihat Endrea apakah baik-baik saja.”
“Oh astaga, aku ayahnya! Kau tidak percaya padaku hah?!. Keluar, sebelum aku menuntutmu atas dasar perlakukan tidak menyenangkan” pelotot Julian menarik bahu Kenan dan menyeretnya pergi keluar.
Namun Kenan tetap berusaha bertahan hingga berpegagan dan memeluk tiang ranjang, terus meminta ingin melihat Endrea. Pantang untuk Kenan sebelum melihat pujaan hatinya. Kenan memeluk tiang Ranjang seperti seekor koala, sementara Julian tengah menarik-naik pakaian Kenan dan berusaha menyeretnya seperti anak kucing.
“Keluar!” teriak Julian.
“Tidak, aku ingin bertemu Endrea dulu.” Kukuh Kenan yang tidak kalah kerasa kepalanya.
“Ada apa?”
Teriakan Kenan terhenti, tarikan Julian terlepas. Seketika kedua pria itu terdiam dan berdiri berdampingan begitu melihat Yura di ambang pintu. Yura memasuki kamar Endrea karena mendengar keributan dan teriakan.
“Kenapa kau ada disini?, kau menyelinap lagi?.” Tanya Yura dengan nada dinginnya, dia sudah terbiasa dengan sikap Kenan yang akan melakukan apapun untuk Endrea meski mendapatkan penolakan hingga bendera permusuhan dari Julian.
Kepala Kenan tertunduk seketika dengan semburat merah malu di wajahnya. Selain Endrea, sebagai wanita tercantik di matanya. Namun ada yang lebih cantik dari Endrea, dan dia adalah Yura.
Wanita itu tidak pernah menua sedikitpun hingga membuat Julian selalu resah di setiap waktunya ketika membiarkan isterinya pergi sendirian.
Kenan tidak pernah berani menatap Yura lebih dari lima detik, wanita itu adalah wanita yang dia kagumi karena kecantikan dan kecerdasannya, dan hanya Yura saja yang bisa mengatur kehidupan seorang Julian Giedon.
Mungkin karena itu juga Endrea sedikit tidak menyukai ibunya, karena dimanapun Endrea dan Yura bersama-sama, semua orang akan melupakan keberadaannya karena seribu pesona yang di miliki ibunya. Endrea selalu muak dengan bayang-bayangan kesempuranaan ibunya.
“Itu Nyonya, saya ingin bertemu Endrea.” Jawab Kenan gugup karena tatapan tajam Julian seperti sebuah laser yang bisa membutakan matanya karena Kenan sudah berani tersipu melihat isterinya.
Ekspresi di wajah Yura berubah bingun, “Aku juga mencari Endrea dan Helian. Dimana mereka?” tanya Yura balik, namun pertanyaan itu jelas tertuju pada suaminya.
“Mereka pergi jalan-jalan, jangan khawatir. Sebaiknya kita tidur” jawab Julian gelapakan, dengan cepat Julian menghalagi pandangan Kenan dengan cara memeluk isterinya. Julian tidak ingin Kenan bicara lebih jauh dan menimbulkan kecurigaan pada Yura.
“Bagaimana dengan Kenan?.”
“Dia harus pulang, lihat ini, lihat kulit tanganku. Tadi aku tidak sengaja menyentuhnya, aku harus segera mencuci tanganku sebelum gatal-gatal” Julian berlari terbirit-b***t ke kamar mandi kamar Endrea dan benar-benar mencuci tangannya.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” Tanya Yura dengan tajam. Kenan langsung menggeleng tidak berani menjawab, dia baru mendapatkan sedikit kepercayaan dari Julian, Kenan tidak akan menyia-nyiakannya.
Rambut putih panjang terurai Yura berjatuhan menyapu bahunya, wanita itu mendekat dan menatap tajam Kenan, “Kau tidak bisa berbohong.”
“Saya hanya ingin melihat Endrea.”
“Dimanapun Endrea berada, kau selalu berada di sisinya. Jelas terlihat ada sesuatu yang terjadi karena kau di sini, dan Endrea tidak ada.” Tekan Yura mengintimidasi.
“EHEM!” Deheman yang nyaris seperti teriakan menggema Julian mengalihkan ketegangan, jelas terlihat jika Julian ingin Kenan tetap tutup mulut.
“Saya permisi nyonya” Kenan langsung membungkuk memberi hormat dan berlari terbirit-b***t pergi keluar kamar Endrea. Kenan harus keluar secepatnya dan segera bergerak mencari keberadaan Helian meski dia belum mengetahui benang merah permasalah yang sebenarnya.
***
Nerissa terbangun dengan alarm yang menyala, langit hari ini terasa lebih mendung tanpa alasan. Ombak di lautan bergerak tidak setenang biasa.
Tubuh Nerissa bergerak kecil di bawah selimut, beberapa kali dia berkedip dan terdiam melihat kearah jendela. Gordeng putih dalam pandangannya itu bergerak-gerak tertiup angin. Nerissa bangun perlahan dan duduk memperhatikan ke sekitar.
“Di mana Zuko?” gumamnya melihat ke penjuru kamar. Nerissa tidak menemukan Zuko dimanapun. “Apa Kenan sudah pulih, aku belum menemui dia sejak semalam” pikir Nerissa lagi yang segera turun ranjang dan pergi keluar kamarnya.
Nerissa tidak menyadari keberadaan Zuko yang berada di dalam kamar mandi. Zuko duduk di bak mandi, mengepakan ekornya yang masih terluka, kedua tangan Zuko berpegangan pada sisi bak mandi merasakan perih menyengat luka di tubuhnya. Kepala Zuko perlahan terjatuh kedalam air dan terdiam dengan sedikit ketenangan.
Zuko tidak bisa menyembuhkan dirinya dengan cepat jika pohon kehidupan tidak kembali di hidupkan, dia harus segera menemukan orang yang di carinya agar Zuko bisa kembali ke lautan dan kembali menjalani kehidupan yang tenang.
Satu persatu sisik di d**a hingga Ekor Zuko menghilang bersama air, ekornya kembali berubah menjadi sepasang kaki.
Zuko kembali duduk, napasnya tesenggal semakin merasakan memudarnaya kekuatannya. Zuko tidak bisa menampakan sepasang sekornya lagi dengan mudah jika kondisi tubuhnya terluka. Andai tubuhnya benar-benar sembuh sekalipun, Zuko tidak bisa meyakinkan dirinya sendiri jika dia bisa mengembalikan ekornya seutuhnya.
Jika ini terus terjadi, energinya akan terkuras dan memaksa Zuko untuk melepaskan beberapa pilar segel emosinya yang terkunci selama beberapa abad.
Tidak ada jalan lain untuknya selain selain menemukan orang yang di carinya secepatnya. Atau Zuko harus merasakan beberapa emosi yang di miliki manusia.
Yang lebih parah adalah Zuko akan menjadi manusia biasa lagi. Zuko sungguh tidak menginginkannya, dia ingin berada dalam keabadian.
“Nona, kau mendengarku” panggil Zuko dengan tangan gemetar. “Aku membutuhkanmu.”
“Zuko” Nerissa berdiri di ambang pintu, gadis itu mendekat dengan hati-hati, memperhatikan Zuko berendam di bak mandi. “Aku mencarimu kemana-mana, rupanya kau disini. Aku pikir kau kabur karena semalam aku lupa memberimu makan.”
“Saya tidak akan pergi”
Bibir Nerissa langsung mencebik, mencoba mengeyahkan perasaan terpesonanya dengan ketampanan Zuko yang sangat sempurna dengan tubuh yang yang luar biasa. Nerissa tidak akan menyia-nyiakan mahluk ciptaan Tuhan yang sesempurna Zuko menjalani kehidupan yang biasa. Zuko seperti anjing peliharaan bangsawan, sangat bagus jika di pamerkan dan menghasilkan uang.
Zuko langsung berdiri dengan tubuh telanjang basahnya, semakin menunjukan kegagahannya di hadapan Nerissa. “Ada apa nona?.” Tanya Zuko dengan datar, dia sudah terbiasa tidak memakai apapun.
Seketika Nerissa membuang mukanya yang sangat merah, Nerissa menutupi wajahnya dengan tangannya, namun matanya terbuka lebar hingga melotot tidak bisa menyia-nyiakan asupan vitamin untuk jiwanya. “Zuko, itu anumu. Itu emm.. ehem belalai gajamu harus di tutup.”
Kepala Zuko tertunduk melihat kebawah tepat di bagian k*********a, Zuko hanya mengerjap tidak mengerti. Jiwanya yang setengah dewa dengan semua emosi yang di miliki manusia telah tesenggel, Zuko tidak memiliki perasaan apapun seperti manusia pada umumnya. Malu, takut, marah, sedih, senang, bahagia, tenang, hampa, percaya diri, gairah, hingga emosi yang lainnya, Zuko tidak memilikinya. Zuko hanya akan memiliki perasaan itu jika dia memiliki ikatan dengan mahluk setengah dewa lainnya.
“Ini?” Zuko menggerakan miliknya dengan tangannya.
“Ihh Zuko!” Jerit Nerissa semakin malu. “Berhenti melakukannya!” Protes Nerissa dengan hentakan kaki, gadis itu mengambil handuk di atas rak dan segera membelitkan handuk di pinggang Zuko. “Maksudku ini, kau harus menutupnya, jika kau tidak menutupnya kau menjadi peliharaan yang sangat amoral dan tidak terpuji, apa kau mengerti?.”
Zuko menggeleng
“Anumu, yang ini” Tunjuk Nerissa lebih jelas menunjuk s**********n Zuko tepat di miliknya. “Jangan membiarkan semua orang melihatnya karena itu sesuatu yang pribadi. Di dunia ini tidak hanya pria saja yang bisa memperkosa wanita, wanita juga bisa memperkosa pria, pria juga bisa memperkosa pria, jika pria itu tampan sepertimu. Apa yang kau lakukan barusan itu memancing birahi orang untuk grepe-grepe tubuhmu.”
“Mereka kawin?” pikir Zuko membayangkan ikan-ikan yang berenang bersama-sama melewati musim kawin mereka.
“Bukan!’ Ralat Neriss yang langsung berdiri di hadapan Zuko dengan kaki berjinjit, “Shwan bilang itu reuni kelamin.” Jelas Nerissa penuh tekanan. “Tapi kau tidak boleh sembarangan melakukannya. Kau hanya boleh melakukannya dengan pasanganmu, pasangan yang kau cintai. Jika kau sembarangan melakukannya, itu perbuatan tercela.” Nasihat Nerissa lagi dengan tegas, “Kau mengerti?.”
Kali ini Zuko mengangguk kecil.
“Kemari” Nerissa menuntun tangan Zuko dan membawanya berdiri di depan cermin, di ambilnya sikat gigi dan mengolesinya dengan pasta gigi. Nerissa mengambil sikat giginya sendiri, “Ayo sikat gigimu” perintanya.
Zuko menggenggam batang sikat gigi dan memandangnya tidak mengerti dan terasa aneh, tiba-tiba Zuko menyisirkan sikat giginya pada rambutnya. Karena warna pasta gigi itu sama dengan warna rambutnya.
“Bukan seperti itu!” Teriak Nerissa kaget, dengan cepat dia mengambil sikat gigi Zuko dan mencucinya. “Ada apa denganmu, apa selama ini aku tidak mengajarimu bagaimana cara membersihkan diri?” Gumamnya mengingat-ngingat. “Lihat aku, ikuti apa yang aku lakukan.”
Zuko tertunduk memandangi Nerissa melalui cermin, mulut Zuko terbuka lebar. Dia mulai menggosok giginya mengikuti apa yang Nerissa lakukan hingga mereka berkumur.
“Dan ini, lihat aku” Nerissa membasuh wajahnya. “Ayo lakukan” perintahnya lagi, dengan menurut Zuko membasuh wajahnya. Nerissa mengambil sabun pencuci muka dan kembali menunjukannya kepada Zuko bagaimana cara mengusap-ngusapkan tangannya hingga berbusa dan mencuci wajahnya dan membilasnya lagi dengan air.
“Ayo, sekarang kau yang melakukan” titah Nerissa.
Zuko menggerakan tangannya hingga berbusa, dia tertunduk membilas wajahnya dengan sabun pencuci wajah. “Nona, perih” tubuh Zuko kembali berdiri, matanya melotot menjatuhkan air mata hingga berubah menjadi butiran mutiara yang berjatuhan ke lantai. Zuko mencuci matanya juga dengan sabun dan mata terbuka.
“Zuko!!” Teriak Nerissa yang gelapakan langsung mengambil air dan membasuh wajah Zuko yang tidak berhenti menjatuhkan mutiara air matanya karena keperihan.
To Be Continue . . .