BAB 11 : Penolakan

1866 Words
Suasana malam itu terasa sedikit sepi, ruangan makan yang memiliki desain klasik terlihat sangat memanjakan mata. Meja makan yang besar dan panjang membentang di tengah ruangan dan membuat kursi-kursi memiliki jarak yang cukup jauh satu sama lainnya. Keluarga Nerissa duduk satu meja tengah melakukan makan malam bersama termasuk Zuko yang tengah duduk dengan tegak melihat semua makanan yang tersaji di meja. Meski Zuko di izinkan makan malam bersama, namun kehadirannya benar-benar berada dalam pengawasan Lucas yang sejak awal kedatangannya Lucas tidak pernah sedetikpun berhenti melotot kepadanya karena Zuko dekat dengan puterinya, Nerissa. Bahkan Nerissa menggeser tempat duduknya agar bisa berdekatan dengan Zuko. Suasana hati Nerissa terlihat sangat baik, gadis itu menikmati harinya bermain dan mengajari Zuko banyak hal. Nerissa merasa senang dan tidak kesepian lagi karena kedua sahabatnya Arabelle dan Endrea sedang tidak ada di sisinya. Endrea entah berada di mana, sementara Arabelle sedang sibuk bekerja dan melakukan pendekatan dengan calon tunangannya yang ke sebelas. Ketika semua orang sibuk makan, Zuko hanya meminum anggur beberapa gelas tanpa menyentuh makanan yang lain. Zuko tidak pernah merasakan lapar apalagi memiliki keinginan untuk memakan sesuatu kecuali air. Meminum anggur membuat Zuko merasa seperti kembali ke zaman dulu sebelum dirinya menjadi dewa, rasa alcohol membangkitkan banyak kenangan pada masa lalunya yang sudah terlewatkan. Zuko yang mengendalikan pikiran satu keluarga dalam satu rumah itu membuat tindakan tidak normal Zuko menjadi sesuatu yang tebiasa bagi keluarga Nerissa. Lucas menelan makananya perlahan dan mengusap mulutnya dengan tishu. Pria itu mengambil anggur di gelas dan meminumnya sambil mengalihkan perhatiannya kepada puteranya, Kenan. Kenan terlihat tidak begitu menikmati makan malamnya dan lebih banyak merenung, Kenan terlihat lemah, lunglai, lesu. Lucas tidak perlu menanyakan alasannya apa, tidak ada yang bisa membuat Kenan menjadi seperti selain Endrea Giedon, puteri dari Julian Giedon. Sahabat sekaligus musuh Lucas. Kenan sudah pergi jauh mencari keberadaan Helian, namun pria itu tidak di temukan dalam waktu yang begitu cepat.  “Bagaimana dengan pekerjaanmu Kenan?” tanya Lucas mengajak berbicara.  “Baik-baik saja” jawab Kenan terdengar seperti sebuah gumaman dan terlihat tidak begitu tertarik membicarakan bisnis yang baru di rintisnya dua tahun ini. Kenan tidak suka melanjutkan bisnis Lucas dan berada di bawah telunjuknya, karena itu Kenan masih belajar merintis usahanya sendiri dalam waktu dua tahun terakhir ini. Kenan selalu berusaha menunjukan diri di hadapan Julian bahwa dia adalah pria yang bisa di andalkan untuk Endrea dan memiliki tanggung jawab juga dedikasi dengan apa yang di kerjakannya. “Ada masalah?” tanya Lucas yang melihat jelas Kenan tengah memiliki masalah. Kenan membuang napasnya dengan berat. “Nanti kita bicara setelah makan malam.” Jawab Kenan terlihat enggan untuk langsung menceritakannya di hadapan Nerissa, Zuko maupun ibunya, Alexa. “Kau sungguh tidak apa-apa Kenan?. kau terlihat memiliki masalah” Alexa ikut berbicara. “Tidak apa-apa Mom. Ini bukan masalah, aku hanya_” Euu Semua orang langsung melihat kearah Zuko. Suara sendawa Zuko yang terlalu banyak memasukan anggur kedalam mulutnya terdengar, sudah ada beberapa botol anggur yang hadis dan berjajar di hadapannya. Nerissa yang mendengarkan terlihat sedikit panik takut Lucas menggebrak meja. Nerissa langsung berbisik kepada Zuko dan menasihatnya, Setelah mendengarkan nasihat Nerissa, Zuko langsung berdiri dan membungkuk. “Maaf” ucapnya terdengar datar, Zuko kembali duduk. “Aku hanya lelah. Jangan khawatir” Kenan melanjutkan ucapannya kembali untuk memecahkan suasana tegang yang terjadi. “Nerissa, tiga bulan lagi hari ulang tahunmu. Kau mau merayakannya?” Alexa mulai angkat bicara, sekilas wanita itu melihat kearah Zuko yang sejak awal duduk di meja hanya meminum anggur dengan mata berbinar terlihat seperti anak kecil yang baru pertama kali mendapatkan pengalaman pertamanya pergi ke taman bermain. Alexa membuang napasnya dengan lega setelah. “Dua bulan lagi ulangtahunmu Nerissa. Kau mau merayakannya?.” Tanya Alexa yang kini beralih memperhatikan Nerissa. Bibir Nerissa sedikit berputar, gadis itu terlihat sedang berpikir sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. “Boleh saja, aku mau mau memikirkannya terlebih dahulu karena ini perayaan usiaku yang ke delapan belas.” “Bagaimana denganmu Zuko?” Lucas melirik Zuko dengan tatapan tajamnya. “Akan sampai kapan  akan tinggal disini?.” Tanya Lucas terang-terangan, sebagai seorang ayah, Lucas tetap merasa khawatir bila melihat Nerissa terlalu dekat dengan lawan jenisnya. Nerissa masih sangat muda, Lucas ingin Nerissa mengalami masa pubertas yang sewajarnya, nakal, bermain selayaknya anak remaja seusianya. Namun Lucas tidak suka bila kenakalan Nerissa berhubungan dengan lawan jenisnya. Zuko yang menengadahkan kepalanya merasakan tetesan terakhir anggur dari botolnya langsung duduk dengan tegak dan tidak menunjukan efek mabuk apapun. “Sampai bertemu dengan pemilik saya yang sesungguhnya. Saya akan segera pergi.” Jawabnya dengan jujur. “Kapan itu?.” “Secepatnya saya akan menemukannya.” Garpu di tangan Nerissa terjatuh ke piring, gadis itu tampak bengong kaget karena mendengar jawaban Zuko. Apalagi Nerissa tidak pernah sekalipun memikirkan Zuko akan pergi dan mereka berpisah. “Kau akan pergi meninggalkanku?” tanya Nerissa terlihat sedih dan khawatir. Nerissa baru mendapatkan kembali kehangatan dalam kehidupannya dengan kehadiran Zuko yang bisa menemani harinya di saat semua orang tengah sibuk. Meski Nerissa memiliki hubungan yang sangat baik dengan Arabelle dan Endrea, namun mereka berdua adalah calon penerus yang memiliki banyak tugas di setiap waktu dan tidak bisa seperti Nerissa. Nerissa merasa sedih jika Zuko pergi dan meninggalkan Nerissa yang akan kembali merasa kesepian. Nerissa sudah merasa sangat dekat dengan Zuko, bahkan tidak pernah sekalipun dia berpikir bahwa suatu saat nanti Zuko akan pergi. “Dia memang harus pergi ketika waktunya tiba Nerissa.” Jawab Kenan dengan santai. “Dia memiliki kehidupannya sendiri, tidak mungkin selamanya dia disini.” Apa yang di ucapkan oleh Kenan semakin membuat Nerissa sedih dan bingung bagaimana harus menyikapinya. “Kenapa tidak tinggal denganku saja disini?. Aku tidak keberatan.” Jawab Nerissa mulai dengan mata yang berkaca-kaca. “Kenapa kau mau pergi?. Kau tidak betah disini denganku?. Aku tidak akan marah-marah lagi kepadamu jika itu membuatmu tidak nyaman.” Zuko yang melihat kesedihan Nerissa karena mendengar rencananya akan pergi ketika setelah menemukan penolongnya terlihat tidak memiliki perasaan sedih yang sama seperti apa yang Nerissa rasakan. Zuko tidak mengenal rasa takut, khawatir dan kehilangan. Zuko hanya merasakan kekhawatiran di mata Nerissa yang menunjukan banyak ketulusan bahwa dia menerima kehadiran Zuko dengan baik tulus dari hatinya. Brakk Lucas menggebrak meja membuat semua orang yang terlihat bersantai langsung di buat terkejut. Aura kelam Lucas yang di penuhi kemarahan tergambar jelas di wajahnya. Lucas tidak suka dengan sikap Nerissa yang terlalu baik kepada orang asing yang baru di kenalnya apalagi tanpa mereka ketahui asal usulnya. “Tidak bisa, jika sudah saatnya dia pergi, dia harus pergi. Rumah ini bukan tempat penampungan.” Kata Lucas dengan tegas. “Sudahlah Lucas. Biarkan saja mereka melakukan apa yang mereka suka selama tidak berbuat hal yang buruk. Lagi pula Zuko juga belum genap seminggu tinggal disini. lihatlah Nerissa dan Zuko, mereka berteman dengan baik. Biarkan mereka berdua nyaman dan mengurus urusan mereka” relai Alexa yang terlihat enggan untuk adanya keribut dalam makan malam keluarga mereka. “Tidak Alexa.” Tekan Lucas tidak mau mengubah keputusannya. “Aku tidak akan pernah membenarkan menerima orang asing ke dalam keluarga  kita.” “Daddy sangat egois.” Nerissa langsung beranjak, “Kalian tidak pernah memahamiku!” teriaknya  gadis itu langsung pergi berlari tidak dapat membendung tangisannya. Zuko yang melihat kepergian Nerissa dalam tangisan langsung ikut beranjak dan pergi menyusul Nerissa. “Mau kemana kau?!” teriak Lucas ikut beranjak tidak rela Zuko mengejak Nerissa. “Lucas, sudah!” kini giliran Alexa yang berteriak dan membuat Lucas langsung duduk kembai dan hanya bersedekap kesal. “Tidak seharusnya kau berbicara seperti itu di depan Nerissa. Dia sangat bahagia memiliki teman yang terus mengisi rasa kesepiannya karena kita tidak bisa memiliki banyak waktu untuknya. Apa kau paham?. Kita selalu memantaunya, namun beri dia waktu untuk dirinya sendiri tanpa kekangan!” bentak Alexa yang kini semakin marah melebihi Lucas. “Hibur Nerissa” Lucas sedikit menggerakan dagunya memerintah Kenan untuk segera pergi menemui puterinya. “Jangan biarkan cecunguk itu berdekatan dengan Nerissa.” Kenan hanya bisa membuang napasnya dengan berat dan langsung beranjak pergi untuk menyusul kepergian Nerissa yang kini tengah ngambek. ***  “Hiks” Nerissa mengusap air matanya beberapa kali yang sempat membasahi pipinya, gadis itu duduk di sisi ranjang tengah meredakan kesedihannya karena ayahnya masih tidak menyukai kehadiran Zuko dalam kehidupan Nerissa. Nerissa juga bersedih karena Zuko memikirkan akan pergi meninggalkanya. Zuko datang dan berdiri di depan pintu, saat melihat tangisan Nerissa yang terlihat bersedih membuat Zuko sedikit merasakan ada sesuatu yang dia rasakan di perasaannya karena kini mereka berbagi jiwa. Ada kegelisahan yang nyata di hati Nerssa. Zuko melangkah mendekat Nerissa dan ikut duduk di sampingnya. “Kau akan pergi?” tanya Nerissa dengan sisa-sisa sesegukannya. Zuko mengangguk menjawab jujur, “Saya akan pergi jika sudah waktunya nanti.” “Kapan waktunya itu?.” “Setelah saya sembuh.” Jawab Zuko terdengar ambigu. “Kenapa kau pergi?. Kau tidak suka berteman denganku?. Apa aku sudah membuatmu tidak nyaman?.” Tanya Nerissa lagi terlihat khawatir. Zuko terdiam melihat Nerissa yang tertunduk menghapus air matanya beberapa kali. “Karena tempat saya bukan disini Nona. Saya pergi bukan karena Anda, Anda membuat saya merasa berharga, Anda juga sudah menolong saya. Namun, kehadiran saya tidak berada di waktu yang tepa, karena itu saya harus kembali pergi jika nanti sudah wakunya.” Nerissa menengok, gadis itu masih berkaca-kaca di penuhi kesedihan. “Dimana rumahmu?. Apakah jauh?. Apa aku boleh berkunjung kesana?.” “Ya, namun saya tidak berjanji.” Jawab Zuko dengan cepat, Zuko tidak bisa berjanji mengizinkan Nerissa selalu datang menemuinya bila nanti tubuhnya pulih kembali, karena Zuko akan menarik semua ingatan mahluk yang ada di daratan tentang dirinya sebelum Zuko kembali ke laut. Nerissa menarik napasnya dalam-dalam mencoba untuk bersikap dewasa dan berbesar hati saat mendengar jawaban dari Zuko. Tangan mungil Nerissa meremas permukaan seprai dan tertunduk. Kenan yang baru datang menyusul hanya berdiri di balik pintu dan melihat Nerissa yang kini tengah bersama Zuko. Kenan memilih melihat dan mendengar apa yang terjadi, Kenan harus menilai apa yang yang sebenarnya membuat Nerissa suka dengan kehadiran Zuko. “Apa yang ada risaukan?” tanya Zuko. “Saat kau belum ada, aku selalu merasa kesepian. Ayah dan ibuku selalu pergi bekerja, kami  jarang bertemu karena mereka jarang pulang. Kenan lebih banyak memperhatikan pekerjaannya dan Endrea di bandingkan dengan aku. Aku selalu merasa kesepian setiap kali pulang ke rumah tanpa ada siapapun, aku paham dengan urusan mereka, namun mereka tidak paham dengan apa yang aku inginkan. Sejak aku membawamu kesini aku merasa tidak kesepian lagi karena aku merasa memiliki teman yang bisa aku ajak bicara dan bermain. Jika kau pergi, itu artinya aku aka kesepian lagi.” Cerita Nerissa dengan suara terbata-bata. Zuko terdiam, dia tidak memahami apa artinya kesepian, namun kesedihan dan ketakutan yang terpancar di mata Nerissa seakan menjadi gambaran yang nyata untuk bisa Zuko rasakan mengenai perasaan Nerissa sekarang. “Saya tidak akan meninggalkan Anda, kita hanya akan tinggal terpisah suatu saat nanti. Saya akan selalu menemui Nona dan mengingat Anda.” Jawab Zuko dengan tenang. Kepala Nerissa terangkat, gadis itu sedikit bergeser mendekati Zuko dan memeluk lengannya, “Kau berjanji kan?.” “Ya, Saya berjanji.” Kenan yang sudah mendengarkan keluhan Nerissa yang sebenarnya hanya bisa menarik napasnya dalam-dalam, pria itu berbalik dan segera pergi meninggalkan tempat. To Be Continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD