Di Rumah
Sesampainya di rumah, Evan dan Lola langsung merebahkan diri sofa. Evan rebahan sambil memandangi foto Sela di layar ponselnya. Sepertinya, Evan tak bercanda dengan perasaannya pada Sela. Sedari tadi, Evan senyum-senyum sendiri ketika melihat foto Sela.
“Ati-ati nanti gila loh kalau senyum-senyum sendiri,” sindir Lola.
“Kamu tuh emang gak bisa lihat kakak seneng sedikit ya? Biarin aja kenapa sih,” ucap Evan.
“Kakak kan udah dapet nomernya. Kan bisa telfon, kenapa harus kayak gitu? Jijik tau gak aku lihatnya kayak orang gak waras senyum-senyum sendiri,” ucap Lola mengejek Evan.
“Nomer siapa?” tanya Dinda yang tiba-tiba masuk ke rumah mereka. Evan langsung menutup ponselnya.
“Waduh, bahaya!” batin Evan langsung menghapus foto Sela dari ponselnya.
“Eee.. eee.. anu kak. Nomernya sultan yang mau beli mobil sportnya kak Evan,” ucap Lola membantu menutupi aib Evan.
“Oh gitu. Wah bagus dong beb usaha mobil mewah kamu makin maju,” ucap Dinda lalu duduk disamping Evan.
Evan tersenyum palsu lalu berkata,“I..ii..iya dong kan berkat dukungan kamu juga,”
Dinda adalah pacar Evan yang cantik, baik, dan sangat pengertian. Selain kelebihan itu, Dinda juga sangat pintar dalam hal akademik. Dia menyandang gelar dokter di usianya yang masih sangat muda yaitu 17 tahun. Kemudian Dinda melanjutkan pendidikan lagi serta melewati berbagai tahapan lainnya demi menjadi dokter spesialis.
Beruntungnya Evan memiliki pasangan secantik dan secerdas Dinda. Sungguh keterlaluan jika Evan masih berniat menduakan Dinda. Dinda terlalu berharga untuk dikhianati, hatinya terlalu lembut untuk disakiti, dan Dinda terlalu berarti untuk ditinggalkan.
Evan dan Dinda sudah menjalin hubungan selama 3 tahun lamanya. Keduanya tidak pernah bertengkar karena Dinda selalu mengalah dan tidak memperpanjang masalah dengan Evan.
“Kamu sama Lola kenapa sih? Kok kayak ada yang aneh sama kalian berdua,” ucap Dinda.
“Aneh? Perasaan kamu aja kali beb,” ucap Evan.
“Kak Evan, Kak Dinda, aku ke kamar dulu ya. Aku mau mandi soalnya baru pulang dari bandara,” ucap Lola lalu pergi kamarnya sambil memegang kopernya.
“Lola kenapa kamu malah pergi sih,” batin Evan.
Agar Dinda tidak curiga, Evan membuka kopernya dan memberikan oleh-oleh dari Brunei. Setiap kali Evan pulang liburan dari dalam atau luar negeri, Evan selalu memberikan oleh-oleh untuk Dinda. Kali ini Evan memberikan kue Cincin khas dari Brunei. Evan baru membelinya tadi pagi sebelum terbang ke Indonesia.
“Oh iya aku punya oleh-oleh buat kamu,” ucap Evan.
“Oleh-oleh apa?” tanya Dinda sangat bersemangat.
“Aku punya cincin buat kamu. Taarraaaaaaa,” ucap Evan memberikan satu wadah yang belum Dinda ketahui isinya seperti apa.
“Cincin kok boxnya gede banget,” ucap Dinda menerima pemberian Evan.
Dinda kaget begitu membuka boxnya, “Lho kok kue? Tadi katanya cincin?”
“Itu kan emang Cincin. Oh kamu belum tahu ya? Cincin adalah kue tradisional orang Melayu di Brunei,” ucap Evan.
“Tapi yang aku mau itu cincin tunangan dari kamu bukan kue cincin,” batin Dinda dengan wajah cemberut.
“Kok cemberut sih beb? Kamu gak suka ya?” tanya Evan.
“Suka kok, suka banget,” ucap Dinda tersenyum.
Evan memegang kedua tangan Dinda, lalu berkata “Maafin aku ya kalau aku belum bisa kasih kamu cincin tunangan. Bukan aku gak mau tapi aku belum siap untuk melangkah ke arah sana. Kamu tahu kan kalau aku masih pengen ngejar karirku,” ucap Evan.
“Iya, aku ngerti kok. Aku selalu setia nungguin kamu sampai kamu siap. Tapi kamu juga harus janji kalau kamu bakal setia sama aku,” ucap Dinda.
“Kamu tenang aja ya. Aku janji aku pasti bakal setia sama kamu. Kalau aku gak setia sama kamu, mana mungkin aku jalani hubungan ini sampai 3 tahun ini,” ucap Evan dengan mulut manisnya.
Tiba-tiba saja dering telepon Dinda berbunyi. Dinda langsung mengangkat telepon itu karena khawatir ada hal penting. Dan benar saja, yang menelepon adalah pihak rumah sakit. Besok Dinda diminta untuk membantu dokter lain untuk melakukan operasi transplantasi hati pada pasien.
Sebenarnya, di hari Minggu besok, Dinda berniat jalan-jalan dengan Evan karena sudah lama mereka tidak jalan berdua. Namun, mendengar ada keadaan darurat, Dinda terpaksa harus membatalkan niatnya dengan Evan. Dinda tidak boleh egois dan harus menyadari bahwa membantu pasien sudah menjadi kewajibannya sebagai dokter.
“Harus besok ya pak? Baik Pak. Besok saya akan datang,” ucap Dinda melalui sambungan telepon.
“Kenapa beb?” tanya Evan.
“Pihak rumah sakit telephone. Katanya besok aku disuruh ke rumah sakit bantu dokter lain operasi transplantasi hati buat pasien penderita penyakit liver,” ucap Dinda.
“Ya udah gak apa-apa. Kita kan bisa jalan kapan aja. Yang penting, kamu harus tolong pasien itu ya. Kamu harus bisa menjalankan tugas kamu sebagai dokter dengan baik,” ucap Evan mendukung Dinda.
“Makasih ya beb. Kamu orangnya pengertian banget,” ucap Dinda lalu memeluk Evan.
Mengetahui besok tidak jadi jalan dengan Dinda, Evan berniat mengajak jalan Sela. Dengan mudahnya Evan berpikir untuk mendekati Sela, tanpa memperdulikan ucapan yang tadi ia katakan pada Dinda. Janji manis yang ia katakan hanyalah sekedar janji tanpa pembuktian yang nyata.
“Yes! Besok aku bisa ketemuan deh sama Sela,” batin Evan sambil tersenyum sinis.
Evan melepaskan pelukannya dengan Dinda, lalu berkata “Ya udah Beb. Besok kamu kan kamu mau melakukan operasi ke pasien. Biasanya operasi semacam itu butuh waktu berjam-jam kan? Mendingan kamu istirahat deh. Aku khawatir besok kamu kecapekan,” ucap Evan.
“Aduh beb. Kamu perhatian banget sih sama aku. Aku jadi makin cinta sama kamu,” ucap Dinda.
“Aku juga makin sayang sama kamu. Lagipula, aku kan pacar kamu jadi wajar dong kalau aku perhatian sama kamu. Itu tandanya aku gak main-main sama kamu,” ucap Evan.
“Iya-iya. Makasih ya beb. Ya udah, kalau gitu aku pulang dulu ya,” ucap Dinda.
“Mau aku anterin?” tanya Evan.
“Gak perlu, aku bawa mobil sendiri kok. Lagian kamu kan baru pulang dari Brunei dan belum sempet istirahat kan? Mending kamu istirahat ya,” ucap Dinda.
“Makasih ya Beb. Kamu juga harus istirahat lho. Awas ya kalau kamu gak langsung pulang,” ucap Evan.
“Iya Beb. Aku pulang nih,” ucap Dinda lalu memeluk Evan. Setelah itu, Dinda pulang.
Mess Pramugari
Hari minggu telah tiba. Meskipun tidak jadi jalan dengan Dinda, tapi Evan bisa jalan dengan Sela. Evan tampil dengan kaos oblong berwarna putih, jaket jeans, dan celana hitam panjang. Kemudian Evan memakai sepatu berwarna putih serta menyemprotkan parfum mahal di badannya.
Tak lupa juga, Evan juga membawa satu buket bunga mawar merah yang ia taruh di jok belakang mobil mewahnya. Setelah semua siap, Evan pergi ke Mess Pramugari yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Sayangnya, hari ini Evan hanya bisa mengajak Sela pergi sebentar saja karena 7 Jam lagi, Sela harus terbang ke kota lain sehingga ia tak bisa berlama-lama pergi dengan Evan.
Sesampainya di Mess Pramugari, Evan langsung turun dari mobil sambil membawa buket bunga mawar merah yang tadi ia beli. Baru sampai di gerbang, Evan sudah ditegur satpam.
“Maaf mas, mau kemana?” tanya satpam.
“Saya mau ketemu teman saya,” jawab Evan.
“Maaf mas ini bukan hotel tapi Messnya pramugari. Ini bukan tempat umum, jadi mas gak boleh seenaknya masuk ke dalam. Yang boleh masuk ke Mess ini hanya pramugari dan pegawai saja,” ucap satpam.
“Santai aja kali ngomongnya. Saya juga gak berniat masuk ke dalam. Saya cuma nunggu teman saya,” ucap Evan yang sedikit tidak senang dengan gaya bicara satpam.
Tak berselang lama, akhirnya Sela datang juga. Sela tampil menarik dengan rambut panjang terurai, riasan natural tapi tetap cantik, serta memakai cardigan batwing. Meskipun penampilannya sederhana namun ia masih saja terlihat cantik.
“Maaf ya kalau aku udah bikin kamu nunggu,” ucap Sela pada Evan.
“Gak apa-apa. Aku juga baru dateng kok,” ucap Evan.
“Aku punya sesuatu buat kamu,” ucap Evan mengeluarkan sesuatu yang disembunyikan dari belakang punggungnya.
“Bunga mawar yang cantik untuk wanita yang cantik,” ucap Evan lalu memberikan buket mawar merah.
“Makasih ya,” ucap Dinda menerima bunga dari Evan.
Di Restoran
Karena ini kencan pertamanya dengan Sela, Evan memilih mengajaknya ke restoran agar lebih nyaman ngobrolnya. Sebagai pria mapan, Evan ingin selalu memberikan yang terbaik untuk pasangannya. Karena itu, Evan mengajak Dinda ke restoran miliknya yang terkenal mewah dan mahal.
“Selamat pagi Pak Evan. Mau pesan apa sama Mbaknya?” tanya pelayan restoran itu sambil memberikan buku menu makanan.
“Saya mau menu paling spesial untuk wanita istimewa yang sedang bersama saya ini,” ucap Evan.
Evan mengambil buku menu itu, lalu membiarkan Dinda yang memilih menu kesukaannya sendiri, Evan lalu berkata “Aku udah pesenin makanan buat kamu. Tapi kamu boleh kok pesen lagi sesuai yang kamu mau.”
“Udah itu aja. Aku percaya sama menu pilihan kamu,” ucap Sela.
“Perfect! Oke mbak. Saya pesan itu ya,” ucap Evan.
Setelah mencatat pesanan Evan, pelayan bergegas ke belakang untuk mengambilkan makanan dan minuman pesanan mereka. Sambil menunggu pesanan mereka datang, Evan menyempatkan untuk bertanya-tanya tentang kehidupan Sela.
“Maaf kalau aku lancang. Kira-kira kalau kita jalan berdua, bakal ada yang marah gak?” tanya Evan.
“Pacar kamu barangkali,” imbuhnya.
“Pacar? Pacar dari mana,” ucap Sela sambil tersenyum.
“Masa sih cewek secantik dan sebaik kamu gak punya pacar?” tanya Evan.
“Aku baru putus sama pacarku satu tahun lalu,” jawab Sela.
“Ya pokoknya gitu deh. Aku males banget kalo ngomongin mantan,” ucap Sela.
“Maaf ya kalau aku tanya itu. Aku cuma mau memastikan aja. Takutnya nanti ada yang labrak kan gak enak hehehe,” ucap Evan.
“By the way. Kok pelayan itu kenal sama kamu? Pasti kamu sering makan disini ya,” ucap Sela.
“Aku jarang makan disini tapi..” ucap Evan tapi terpotong saat pelayan datang dengan membawa pesanannya.
“Permisi Pak. Ini pesanan bapak dan Mbaknya,” ucap pelayan itu sambil menaruh pesanan mereka di meja.
“Oh iya pak. Tadi ada yang nyariin bapak katanya mau sewa restoran ini untuk acara keluarganya. Apa bapak sudah tahu?” tanya pelayanan.
“Sudah. Tadi dia sudah hubungi saya. Nanti saya kabari Andre untuk briefing kalian ya,” ucap Evan.
"Baik pak," ucap pelayan itu lalu pergi.
Andre adalah sahabat Evan sedari SMA. Namun, Andre tidak sekaya Evan sehingga ia meminta pekerjaan pada Evan. Sebagai sahabat, Evan sudah mempercayakan restoran miliknya untuk dikelola Andre. Evan memiliki banyak bisnis dari yang biasa sampai yang mewah. Karena itu, ia kesulitan jika harus mengelola semuanya sendiri.
“Jadi, kamu yang punya restoran ini? Maaf ya aku gak tahu,” ucap Sela.
“Iya gak apa-apa kok. Aku gak mau sombong soalnya,” ucap Evan.
“Oh iya kamu aslinya orang mana?” tanya Evan.
“Aku orang Bandung tapi jarang pulang karena jam terbang aku lumayan padet,” jawab Sela.
“Kalau kamu?” tanya Sela.
“Aku asli Indonesia,” ucap Evan sengaja tidak mau memberitahukan tempat tinggalnya.
“Karena makanan dan minuman udah sampe, kita makan yuk,” ucap Evan.
Evan dan Sela menikmati hidangan spesial yang lezat itu. Evan tak henti-hentinya memperhatikan Sela yang sedang makan. Merasa diperhatikan, Sela berhenti makan sejenak. Sela mengira ada sesuatu yang aneh pada dirinya, sehingga Evan memperhatikannya.
“Kamu kenapa ngeliatin aku terus sih Van? Emangnya ada yang salah ya sama aku,” ucap Sela.
“Enggak.. sama sekali enggak kok. Maaf ya kalau aku udah bikin kamu risih,” ucap Evan.
“Bukan risih tapi aku heran aja. Siapa tahu ada yang aneh sama penampilan aku dan kamu gak enak bilangnya sama aku,” ucap Sela.
“Serius enggak ada yang aneh sama kamu,” ucap Evan.
“Kamu tahu gak kenapa aku lihatin kamu terus?” tanya Evan.
“Kenapa?” tanya Sela.
“Kamu cantik,” ucap Evan seketika membuat Sela salah tingkah.
“Kita makan lagi ya. Pokoknya kamu tenang aja aku gak bakal kayak tadi lagi,” ucap Evan tapi hanya dibalas senyum oleh Sela.
Karena malu-malu, Sela tetap berusaha tenang kemudian kembali melanjutkan makan. Evan memang tidak selama tadi memandangi Sela. Namun, Evan hanya sesekali memperhatikan Sela. Evan juga berusaha memberikan bentuk perhatian kecilnya pada Sela.
“Eh bentar-bentar, itu..” ucap Evan mengambil tisu dan membersihkan sisa makanan di ujung bibir Sela.
“Makasih ya. Kamu perhatian banget sama aku,” ucap Sela.
“Sama-sama. Pas ini, aku gak salah dong kalau merhatiin kamu,” ucap Evan.
“Iya. Makasih ya,” ucap Sela dengan senyum manis di wajahnya.
Saat mereka sedang makan, Andre datang menghampiri Evan. Awalnya, Andre ingin bertanya terkait orang yang memesan restoran ini. Namun, setelah melihat Evan menggandeng wanita baru, Andre langsung penasaran dengan siapa dia. Karena selama ini, pacar Evan yang Andre tahu hanya Dinda.
“Evan, lo kemana aja sih? Gue telponin juga gak diangkat-angkat. Gue mau kasih tahu hasil meeting gue sama klien itu nih,” ucap Andre.
Tapi saat melihat Sela, Andre langsung bertanya, “Siapa nih? Perasaan dulu..”
Belum sempat Andre melanjutkan pembicaraannya. Evan langsung menarik tangan Andre ke belakang.
“Kamu tunggu disini bentar ya. Aku mau ngobrol sama manager restoranku sebentar,” ucap Evan.
“Oh iya. Silahkan,” ucap Sela.
Di Tangga
Evan meminta Andre agar tidak membocorkan apa yang dia lihat pada Dinda. Evan sedang melakukan pendekatan dengan Sela tapi Evan juga tidak mau hubungannya dengan Dinda hancur. Evan ingin Andre tutup mulut dan membantu hubungannya dengan wanita lain berjalan mulus.
“Ndre, bukannya lo masih sama Dinda? Tapi kok lo jalan sama cewek itu,” ucap Andre.
“Dia gebetan baru gue, namanya Sela. Tolong lo jaga rahasia gue. Gue gak mau Dinda tahu kalau gue lagi deketin cewek dan gue juga gak mau Sela tahu kalau gue udah punya pacar,” ucap Evan.
“Tugas lo cuma diem, jaga rahasia gue sama cewek lain, dan lo juga harus bantu menjaga hubungan gue sama mereka tetap aman tanpa ketahuan. Kalau sampai lo bocorin rahasia gue ke salah satu dari mereka, gue gak segan-segan pecat lo!” imbuhnya.
“Urusan pribadi jangan dicampur dengan urusan pekerjaan dong Van. Gue kan sahabat elo masa lo tega mau pecat gue,” ucap Andre.
“Gue gak akan pecat lo kalau lo tutup mulut dan bantu jaga hubungan gue baik sama Dinda atau sama cewek yang gue deketin tetep aman. Kita emang sahabat tapi posisi lo itu bawahan gue. Jadi kalau lo mau tetep kerja sama gue, lo harus nurutin kemauan gue,” ucap Evan.
“Iya-iya. Gue pasti bantuin elo,” ucap Andre.
“By the way. Gebetan baru lo cantik juga. Kalau dilihat dari postur tubuhnya, dia model ya?” tanya Andre.
“Bukan tapi dia pramugari,” jawab Evan.
“Wah..wah.. Udah punya pacar dokter cantik, sekarang dapat pramugari. Enak banget sih hidup lo selalu dikelilingi wanita cantik,” ucap Andre.
“Gue sama Sela masih pedekate. Gue nunggu waktu yang tepat buat nembak dia,” ucap Evan.
“Gue tahu cara bikin dia simpatik sama lo,” ucap Andre.
“Gimana?” tanya Evan.
“Lo susul dia sekarang. Nanti gue kasih lihat cara gue bikin dia simpatik sama lo,” ucap Andre.