I Love You, Dion

1410 Words
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam ketika para remaja meninggalkan ballroom tempat acara prom nite diadakan. Sisil berjalan bersama teman-temannya sambil terus bercerita tentang keseruan acara malam itu. Mereka menunggu jemputan masing-masing untuk kembali ke rumah. Satu per satu jemputan teman-teman Sisil sudah mulai berdatangan meninggalkan Sisil sendirian di lobby. "Kamu pulang sama siapa, Sil?" tanya Dion seraya berjalan menghampiri Sisil. "Dijemput Bang Paul, Di," jawab Sisil seraya tersenyum melihat Dion yang sudah berdiri di sampingnya saat ini. "Ooh, kok belum datang juga? Coba kamu hubungi," ujar Dion. Sisil merogoh ponsel dari handbag-nya dan membuat sambungan telepon untuk Bang Paul. "Bang, acaranya udah kelar. Abang udah di mana? Jangan lama-lama, dong. Teman Sisil udah pada pulang, nih," lapor Sisil sedikit merengek. "Duh maaf, Sil. Ini Abang baru setengah jalan mampir di tambal ban. Ban belakang bocor, nih," jawab Bang Paul. "Yah, Abang. Terus aku pulangnya gimana, dong?" rengek Sisil. "Pesen taksi online aja yah, Sil,” jawab Bang Paul lalu mematikan sambungan telepon. "Gimana, Sil? Bang Paul udah di mana?" tanya Dion. "Bannya bocor. Lagi mampir di bengkel, Di. Aku pesen taksi online aja deh," ujar Sisil sambil membuka aplikasi taksi online yang ada di ponselnya. "Loh, kok naik taksi online? Ayo, pulang sama aku aja. Ntar aku anterin sampe rumah," ajak Dion. "Ngga pa-pa kok, Di. Aku sendiri aja. Kamu pasti dah capek," tolak Sisil halus. "Ya ampun, Sil. Jangan ngeyel deh. Ayo aku anterin. Sampe depan pintu kamar mu juga boleh," canda Dion sambil menarik lengan Sisil. Sisil semakin tidak enak hati karena ingat kejadian sebelumnya. Hangat di bibirnya masih terasa. Bahkan Sisil merasa pipinya memerah karena menahan rasa malu bercampur senang. "Loh, kok malah diem? Jalan, dong. Apa mesti aku gendong?" tegas Dion tanpa melepaskan cengkeramannya di lengan Sisil. Dion mendekat dan berbisik ke Sisil, "Ayo, jalan. Ngga bagus anak gadis sendirian di tempat seperti ini. Lagian kamu dandannya cantik begini. Ntar diculik sama om-om dibawa ke kamar hotel, mau?" goda Dion. "Ntar diajak yang iya-iya, loh," lanjutnya lagi. "Dihh, siapa juga yang mau. Aku ikut kamu aja deh kalo gitu," jawab Sisil sambil bergidik ngeri membayangkan dirinya dibawa ke kamar hotel sama om-om genit. Dion membuka pintu mobil dan duduk di depan kemudi sedangkan Sisil memilih untuk duduk di belakang Dion. "Hei, kok duduknya di belakang? Emang aku supir pribadi kamu? Sini, pindah ke depan!" perintah Dion. "Aku di sini aja, Di," jawab Sisil pelan. "Kalo ngga ada teman ngobrol aku bisa ngantuk, Sil. Ntar kalo kita kenapa-kenapa di jalan kamu mau?" bujuk Dion. "Iya, aku pindah," Sisil menyerah dan pindah ke depan. Dion melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Selama perjalanan, Sisil hanya diam dan ini adalah hal yang aneh buat Dion. Karena biasanya Sisil selalu punya topik pembicaraan, mulai dari yang penting sampai yang ngga penting sama sekali. "Kok diem aja, sih? Ajak ngobrol, dong. Mulai ngantuk, nih," ujar Dion tanpa menoleh ke arah Sisil. "Ngobrolin apa, Di?" tanya Sisil. “By the way, selama ini kamu ngga pernah cerita deh sama aku. Kamu lagi naksir siapa, Sil?" tanya Dion yang spontan membuat Sisil terkejut. "Ehmm ... naksir cowok? Ngga ada, Di," jawab Sisil dengan gugup. Dia takut Dion tahu apa yang ada di dalam hatinya. "Yang bener, Sil? Tapi tadi aku liat kamu sama Dedi serasi, deh." Dion sambil tersenyum menggoda Sisil. "Dedi? Ngga lah, dia temen aja kok. Udah, ngga usah tanya-tanya soal itu deh, males," ujar Sisil sambil membuang pandangan keluar jendela. "Sil, sebentar lagi kamu udah 18 tahun. Ngga mau pacaran?" tanya Dion. "Ngga. Belum ada kandidat yang cocok. Kamu sendiri gimana, Di?" Sisil balik bertanya. "Tadinya sih mau nembak Angel. Ehh, kok malah jadi nembak kamu, Sil. Sorry banget ya," ujar Dion seraya menggaruk-garuk tengkuknya yang sebenarnya ngga gatal. "Iya, ngga apa-apa. Anggap aja latihan," jawab Sisil santai padahal suasana hatinya ngga karuan. "Tapi itu ciuman pertamaku," lirih Dion pelan. "Hmm... itu juga ciuman pertamaku. Kamu sih, ngga profesional banget. Masa bisa salah nyium orang?" Sisil mencebikkan bibirnya dan memukul lengan Dion. "Iya, habis tadi gugup banget. Maafin aku ya, Sil," ujar Dion sambil menatap Sisil dengan tatapan menghiba. "Iya deh. Nasi sudah jadi bubur, t'rus mau gimana," balas Sisil. Tak tega dia jika harus terus menyalahkan Dion. "Ok deh. Next, pasti ku kejar cintanya sampai dia terima aku," ucap Dion penuh tekad. "Pasti kamu berhasil, Di," balas Sisil. ”Thanks, Sil. Kamu juga cari cowok dong. Ntar biar kita bisa double date," ujar Dion yang dibalas anggukan pelan dari Sisil. "Dah nyampe," ujar Dion seraya memarkirkan mobilnya di halaman depan rumah Sisil. "Mau dianterin ke dalem? Apa sampai kamar?" goda Dion sambil mengedipkan sebelah matanya ke Sisil. "Boleh, sih. Tapi siap-siap ya diceramahin sama papa, jawab Sisil terkekeh. Ngga mampir dulu?" tanya Sisil. "Besok aja aku kemari lagi, ya. Jangan lupa bilang sama tante, siapin nasi goreng sosis kayak biasa. Udah kangen sama masakannya tante," “Bye, Dion." Sisil melambaikan tangannya kepada Dion. Bye, Sil." Dion melangkah masuk dan mulai menjalankan mobilnya. Sisil melangkah masuk ke rumah setelah mobil Dion keluar dari pekarangan rumahnya. "Pulang sama siapa, Sil?" tanya papa Sisil yang duduk di ruang tamu. Sepertinya ia sengaja menunggu kepulangan putri bungsunya. "Sama Dion, Pa. Bang Paul ngga bisa jemput, ban mobilnya bocor," jawab Sisil seraya menghampiri dan memeluk pria yang usianya sudah lebih dari setengah abad itu. "Gimana acaranya, Sayang?" tanya papa Sisil sambil mengelus lembut puncak kepala Sisil. "Seru, Pa. Makanannya juga enak-enak," jawab Sisil. "Anak Papa ini , ya. Pikirannya ngga jauh-jauh dari makanan. Ya udah, kamu istirahat dulu. Pasti udah capek, kan? Mama kamu aja dari tadi udah ketiduran sambil nungguin kamu." "Ok, Pa. Sisil ke kamar dulu, ya. Love you, Pa," ucap Sisil sambil melepaskan pelukan dari papanya. Tak lupa dia juga mencium papanya sebelum beranjak masuk ke kamarnya. Setelah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, Sisil naik ke ranjangnya. Bayang-bayang kejadian malam itu masih terngiang-ngiang di dalam benaknya. Lalu dia membuka laci meja belajarnya dan mengambil sebuah diary yang sudah menemani ceritanya selama beberapa tahun ini. Ia membuka lembaran kosong yang ada di sana dan membubuhkan tulisan dengan pena birunya. Dear Diary, Hari ini Dion tanya sama aku, siapa cowok yang aku suka. Pastinya aku ngga bisa jujur sama dia tentang perasaan aku. Aku ngga mau Dion tahu tentang perasaan terpendam ini karena itu hanya akan melukai persahabatan kami. Kalau aku ngga bisa memiliki Dion sebagai kekasih, biarlah aku bisa tetap memilikinya sebagai sahabat. Terus terang aku kecewa karena Dion mencintai Angel. Tapi aku juga senang karena akulah yang mendapatkan ciuman pertamanya walaupun itu terjadi tanpa sengaja. Empat tahun sudah aku memendam perasaan ini. Aku pikir akan mudah mencari pengganti Dion untuk mengisi hati ini. Ternyata semakin hari perasaan ini semakin dalam. Semoga keputusanku untuk kuliah di kota yang berbeda dengan Dion mampu meredam perasaan ini. I love you, Dion. Sisil menutup diary-nya dan menyimpannya kembali ke dalam laci meja belajarnya. Rasa lelah dan kantuk membuatnya tertidur lelap. Sementara di tempat yang berbeda, Dion tidak bisa terlelap. Dia memejamkan matanya namun semua bayangan kejadian hari ini masih menari-nari dalam benaknya. Sudah beberapa lama dia merencakan untuk menyatakan cintanya pada Angel. Dan dia merasa bahwa acara tadi menjadi kesempatan yang tepat. Namun semuanya berantakan karena kecerobohannya sendiri. Ini adalah pengalaman pertama Dion menyatakan cinta kepada seorang perempuan. Dion menghela nafasnya panjang dan tiba-tiba dia bisa merasakan kembali betapa lembutnya bibir Sisil. Tak pernah disangkanya bahwa ciuman pertamanya akan diberikannya kepada Sisil, sahabatnya sejak kecil. Setengah jam sudah Dion berbaring di kasurnya namun matanya tidak bisa diajak kompromi. Lalu dia bangun, berjalan menghampiri meja belajarnya dan mengambil sebuah album foto. Dibukanya perlahan tiap lembar yang ada di dalam album itu. Ada banyak fotonya bersama dengan Sisil. Dari mulai mereka masih memakai seragam TK, seragam SD, SMP, dan SMA. Mamanya Dion memang sangat sayang kepada Sisil dan album foto itu adalah hasil karyanya. Dion tersenyum simpul saat melihat foto Sisil dengan seragam TK dan SD. "Dasar, 'ndut," gumamnya. Sisil memang bertubuh gempal ketika masih TK dan SD. Pipinya yang chubby sering menjadi serangan cubitan Dion kala itu. Rasa iseng hinggap di pikiran Dion. Diambilnya ponselnya dari kasur lalu memotret foto Sisil lalu mengupload-nya di status media sosialnya. "Hahaha ... sampai ketemu besok, Sil," tawa Dion geli sambil membayangkan hukuman yang akan diberikan Sisil atas tingkah usilnya. Setelah melakukan keusilannya, Dion meletakkan kembali album foto ke dalam meja belajarnya dan naik ke ranjangnya. Tak lama diapun ikut Sisil ke alam mimpi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD