"Kami pulang," teriakan Bintang membuat Lea yang sedang di dapur langsung menuju ruang tamu memeluk Bintang dan Kyra.
"Ayo kita makan malam, kalian pasti lapar kan?" Lea langsung menggandeng keduanya untuk memasuki ruang makan, lalu Kyra hanya bisa tersenyum kaku melihat tatapan Davina yang selalu mengobarkan bendera perang padanya.
"Kyra, aku ingin pir yang di kulkas bisa kau ambilkan dan kupaskan untukku?" Belum juga Kyra duduk suara Davina langsung membuat Bintang menggeram marah di tempatnya, Bintang sudah akan mengeluarkan protesnya namun Kyra menahannya dengan menggenggam tangannya dan tersenyum menenangkan untuk Bintang.
"Ya, Davina, tentu aku akan mengupaskannya untukmu," Kyra tersenyum dan beranjak menuju dapur, Lea dan Kenzo yang melihat itu hanya bisa meringis, benar-benar tidak memiliki daya untuk menghentikan keinginan Davina karena Davina akan langsung menangis dan menceritakan semua hal yang terjadi dalam hidupnya dan membanding-bandingkan dengan Kyra yang selama ini selalu hidup bahagia.
Kyra kembali dan meletakkan potongan pir itu di depan Davina dan kembali ke kursinya, Lea yang memang duduk di samping Kyra langsung mengusap lembut lengan anaknya itu dan tersenyum meminta maaf, membuat Kyra mengangguk mengatakan jika semuanya baik-baik saja.
"Ah, Kyra, tadi aku ke kemarmu dan melihat tas LV milikmu, itu asli dan sangat mahal kan? Boleh aku memilikinya? Aku akan bertemu dengan teman-temanku besok," Davina memasukkan potongan pir itu ke mulutnya dan mengatakannya dengan enteng sedangkan Bintang yang mendengar itu langsung menggeram marah.
"Apa kau tidak memiliki sopan santun? Apa kau tidak pernah belajar tentang privasi seseorang? Bagaimana bisa kau keluar masuk kamar Kak Kyra begitu saja seolah-olah kau adalah pemiliknya? Bagaimana bisa di jaman seperti sekarang ada gadis tidak berpendidikan sepertimu? Menggelikan," Bintang mendengus kesal membuat Davina menatapnya dengan emosi yang berapi-api namun dengan cepat gadis itu mengendalikan emosinya dan menatap Lea juga Kenzo dengan mata berkaca-kaca.
"Memang, memang aku tidak berpendidikan, aku bahkan tidak lulus High School dan harus membantu Ibuku mengurus restorannya, aku juga tidak pernah bisa membeli barang-barang branded karena setiap hari aku harus mengurus restorannya dan malamnya aku mendapat pukulan jika restoran sepi, apa tidak bisa aku memiliki satu dari barang-barang yang dimiliki Kyra selama ini? Bukankah dia mendapatkannya dengan mudah? Barang-barang seperti itu, bukankah ia bisa membelinya setiap bulan dengan gajinya?"
"Asal kau tau, tidak semudah itu bagi Kak Kyra untuk membelinya, dia bahkan mendapatkan tas itu satu tahun yang lalu saat perusahannya menobatkannya menjadi karyawan terbaik, tas itu bukan sesuatu yang bisa dibeli dengan uang karena itu adalah hadiah dari kerja kerasnya selama ini, ah, mungkin karena selama hidupmu kau hanya bekerja di restoran dan tidak pernah menerima gaji, kau tidak tau keras dan susahnya mencari uang, sekali pun Kak Kyra bekerja di perusahaan bonafit, gaji yang dia dapatkan tidak cukup untuk hanya sekedar membeli barang-barang bermerek seperti itu. Hidup di kota ini keras, bahkan lebih keras dari sekedar menjadi pelayan restoran yang tidak dibayar namun tidak perlu memikirkan hal lain selain bisa tetap hidup dan makan. Kau harus melihat dunia lebih luas lagi setelah ini,"
"Berhenti Bintang! Kau melukai perasaan kakakmu," Lea angkat bicara saat melihat Davina yang sudah berkaca-kaca.
"Bintang memang benar Bunda, aku hanyalah gadis bodoh yang tidak memiliki sopan santun dan tidak pernah melihat kerasnya dunia luar karena hidupku hanya dihabiskan di restoran untuk menjadi pelayan dan mendapat pukulan dari ibuku jika aku melakukan kesalahan kecil atau menjadi pelampiasan jika tidak ada pengunjung ke restoran, aku bukan Kyra yang selalu bekerja keras untuk menghasilkan pundi-pundi uang setiap bulannya karena aku tidak pernah menerima gaji dan tidak pernah merasakan bagaimana bahagianya mendapatkan gaji setiap bulan dan bisa membeli apapun yang aku inginkan." Lea langsung beranjak untuk memeluk Davina membuat Kyra menatap Bintang dengan raut kecewa karena telah membuat suasana semakin keruh.
"Tidak, sayang, kau hebat karena sudah bertahan sejauh ini dan Bunda benar-benar bersyukur bisa melihatmu, jangan merendahkan dirimu seperti itu karena kau sudah menunjukkan pada dunia tentang perjuanganmu selama ini untuk keluar dari penderitaan itu." Lea mengusap lembut pipi Davina yang berlinang air mata. Kenzo yang melihat itu hanya bisa menghembuskan napasnya lelah menatap Kyra dengan raut sendunya lalu pelan-pelan menggenggam tangan Kyra memberikan ketenangan pada gadis itu.
"Apa aku juga tidak berhak mendapatkan kebahagiaan dari keluargaku sendiri, Bintang?" Davina menatap Bintang dengan berlinang air mata, "Aku juga tidak ingin menjadi wanita menyedihkan yang hanya bisa menjadi pelayan dan tidak bisa membeli barang-barang yang aku inginkan dengan uangku sendiri!" Davina mengusap kasar air matanya dan menatap Kyra dengan tatapan nyalang lalu beralih pada Bintang.
"INI JUGA BUKAN KEINGINANKU. AKU JUGA TIDAK INGIN HIDUP SEPERTI ITU. AKU JUGA INGIN SEPERTI KYRA YANG MENDAPATKAN KEBEBASAN DAN BISA MENGEJAR KARIRNYA DENGAN PENDIDIKAN TINGGINYA. AKU JUGA MENGINGINKANNYA." Davina berteriak keras membuat Kyra hanya bisa memejamkan matanya dengan kepala menunduk. "TAPI TUHAN TIDAK ADIL PADAKU. DIA YANG SEHARUSNYA MERASAKAN PENDERITAAN ITU JUSTRU MENDAPAT KEBAHAGIAAN DI SINI, DIA MENDAPAT KEHIDUPAN YANG LAYAK DAN HIDUP BAHAGIA BERSAMA KALIAN." Kyra mengepalkan tangannya mendengar teriakan Davina, perkataan Davina memang benar dan rasa bersalah itu semakin ia rasakan hingga membuat dadanya sesak.
"Ternyata selain tidak memiliki sopan santun kau juga sangat menyedihkan dalam menjalani hidup ya? Menyalahkan takdir yang telah menjadi ketentuan Tuhan." Bintang menggumam marah lalu memilih meninggalkan meja makan dengan mendorong kasar kursinya.
"Bintang," panggil Kyra lirih namun adiknya itu mengabaikannya dan berlalu dari ruang makan.
"Duduk dan lanjutkan makanmu Kyra!" Kyra yang sudah akan beranjak mengejar Bintang langsung mendapat tatapan tajam dari Kenzo hingga membuat wanita itu kembali duduk, "Dan kau Davina. Berhenti mengungkit masa lalu seolah memang semuanya adalah salah Kyra, bukankah yang terpenting adalah sekarang kau bisa berkumpul bersama kami? Apa selama ini perhatian yang kami berikan masih belum cukup untukmu? Bunda dan Ayah selalu memberikan yang terbaik untukmu, begitu juga Kyra yang selalu mengalah dan memberikan semua barang-barang yang kau inginkan. Tidak bisakah kau berdamai dengan kenyataan dan menjalani hidup ini dengan hati lapang menerima semua yang sudah berlalu? Yang membuatmu bahagia bukanlah hidup dengan berlimpah harta juga mendapatkan apa-apa yang kau inginkan, melainkan rasa syukurmu atas semua yang telah kau dapatkan." Kenzo menatap Davina dengan raut lelahnya, pria itu menghembuskan napasnya lalu menenggak air putih dan melanjutkan makannya dengan perasaan lelah.
Kyra menatap Lea dengan raut bersalah, membuat wanita paruh baya itu hanya menyunggingkan senyum menenangkannya, sedangkan Davina juga ikut terdiam setelah mendengar ucapan Kenzo.
"Kyra, persiapkan dirimu, weekend ini keluarga Ardhana akan datang untuk membahas pernikahanmu dengan putranya." Perkataan Kenzo membuat Kyra yang sedang menguyah nasi gorengnya langsung mendongak dan menatap Kenzo dengan menahan napas, pernikahannya benar-benar akan terlaksana ya?
"Ah, baiklah Ayah, apa ada hal yang harus aku persiapkan selain mempersiapkan diri?" Tanya Kyra dengan senyum tipisnya berusaha menyembunyikan gemuruh hatinya yang menyuarakan penolakan.
Kenzo yang melihat itu tersenyum walau hatinya menangis, ia menggenggam tangan Kyra dan meremasnya, meminta maaf melalui tatapan matanya karena harus menikahkan Kyra dengan pria asing yang tidak dicintai oleh putrinya, jangankan cinta, mengenalnya saja tidak.
"Tidak ada. Mungkin nanti kau bisa mengenalnya lebih dekat saat mereka kemari,"
"Ya Ayah," lalu tidak ada lagi percakapan yang terjadi di ruang makan itu, setelah menyelesaikan makan malam mereka Davina langsung pergi ke kamarnya tanpa mengatakan apapun sedangkan ayahnya langsung pergi ke ruang kerjanya, Kyra memilih untuk membantu Lea membersihkan meja makan dan mencuci piring walau hatinya terus bertanya ke mana Bintang pergi.
"Bunda, biar aku saja yang membersihkannya, Bunda pasti lelah seharian ini mengerjakan pekerjaan rumah," Kyra mencegah Lea yang akan mencuci piring membuat Lea hanya tersenyum dengan kepala menggeleng. "Bunda," panggil Kyra lagi merasa sedih lalu tanpa kata langsung memeluk Lea dari belakang.
"Aku sangat merindukanmu, maaf akhir-akhir ini aku selalu pulang malam karena di kantor sedang banyak pekerjaan," ujar Kyra dengan nada manja menumpahkan kerinduannya pada Lea yang sudah lama tidak ia lakukan semenjak kedatangan Davina, dia hanya tidak ingin membuat Davina semakin marah dan iri melihatnya menguasai Lea, namun malam ini saat mendengar ucapan Kenzo jika calon suaminya akan datang dalam waktu dekat membuat Kyra takut dan cemas hingga ia membutuhkan Lea yang selalu bisa menenangkannya.
"Bunda juga merindukanmu," Lea menggumam sedih mengusap lengan Kyra yang melingkari pinggangnya. "Maaf," gumam Lea dengan nada serak, membuat Kyra langsung melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh Lea, ia tersenyum sendu dan menghapus air mata yang membasahi wajah tua itu.
"Kenapa Bunda meminta maaf? Bunda hanya perlu mendoakan untuk kebahagiaanku dengan calon suamiku nanti," Lea justru semakin terisak mendengar ucapan Kyra lalu wanita paruh baya itu langsung membawa Kyra dalam pelukannya dan menangis sesenggukan di bahu Kyra.
Setelah menyelesaikan pekerjaan dapur, Kyra memilih untuk menyusul Bintang yang pasti ada di taman belakang, tempat favorit pria itu dalam suasana apapun, ia juga sudah membawakan makan malam untuk pria itu.
Kyra tersenyum melihat Bintang yang sedang memainkan gitarnya dengan penuh emosi seolah menggambarkan bagaimana perasaan pria itu.
"Bintang," panggilan lembut itu membuat Bintang menghentikan permainannya seketika, ia hanya tersenyum tipis pada Kyra dan kembali mengalihkan perhatiannya, kini menatap langit malam tanpa bintang yang terasa kosong sama seperti perasaannya.
"Jangan biarkan emosi menguasimu, bukankah aku sudah mengatakan untuk lebih lunak pada Davina? Dia masih sangat sensitif dan kau tidak perlu menanggapinya dengan emosi juga,"
"Tapi dia keterlaluan Kak, dia selalu menyalahkanmu seolah memang itu kesalahanmu menjadi bagian dari keluarga ini, tidak bisakah dia melupakan semuanya saja dan menjalani hidupnya atau fokus pada pengobatannya, bahkan kau tidak salah sama sekali dalam hal ini, semuanya sudah menjadi garis takdir dan tidak ada yang bisa mengubahnya." Bintang mendesah frustasi membuat Kyra hanya tersenyum tipis lalu mengusap lembut lengan pria itu.
"Aku harap kau bisa mengontrol emosimu lebih baik lagi, bagaimana pun Davina adalah kakakmu dan sudah seharusnya kau menyayanginya terlebih dia memerlukan perhatian dan dukungan lebih dari orang-orang terdekatnya, ya Bintang?" Pinta Kyra dengan raut sendu membuat Bintang menghembuskan napasnya malas.
"Aku akan mencobanya,"
"Makanlah, kau pasti lapar kan?Aku sudah membuatkan nasi goreng sosis untukmu," Kyra memberikan sepiring nasi goreng yang baru saja ia buat, Bintang mengangguk dan tersenyum, mengubah posisi duduknya menjadi bersila dan menghadap Kyra.
"Kau benar-benar akan menikah dan meninggalkanku di sini?" Tanya Bintang menatap sedih pada Kyra, membuat Kyra terkekeh dan mengacak rambut pria itu.
"Hey, aku akan tetap tinggal di kota ini dan kau bisa mengunjungiku jika mau, berhenti memasang wajah memelasmu seperti itu seolah-olah aku akan pergi jauh,"
"Ck, tetap saja, perhatianmu akan terbagi untuk suamimu nanti, dan aku jamin pria asing itu mendapat perhatian penuh darimu," Bintang merengut kesal membuat Kyra tertawa melihat sisi childish Bintang yang benar-benar jauh dari sikapnya jika sudah berada di luar rumah karena pria itu hanya akan menunjukkannya pada dirinya juga ibunya.
"Dewasalah dan carilah kekasih sehingga kau tidak haus perhatian seperti ini," Kyra menyentil kening Bintang membuat pria itu melotot kesal.
"Aku masih mencari sosok sepertimu dan Bunda yang sangat langka," kekeh Bintang walau ucapannya adalah keseriusan bukan sekedar candaan belaka, dia menginginkan sosok wanita yang memiliki sifat seperti Kyra juga ibunya, selalu bisa menenangkan dalam situasi genting, menjadi sosok yang bersahabat saat dibutuhkan, menjadi tempat berkeluh kesah juga bisa menjadi sosok kakak yang sangat kuat dan melindungi adiknya. Sifatnya yang penyayang juga keibuan dan tidak pernah menggunakan otot untuk menyelesaikan masalah membuat Bintang sangat mengagumi Kyra dan ia menginginkan kelak wanita yang akan mendampinginya menikmati hari tua juga memiliki sifat seperti Kyra atau ibunya.