13. Salah paham

2346 Words
Sinar matahari menembus jendela yang sedikit terbuka. Marife merentangkan kedua tangannya dan meluruskan badannya. Ia menoleh ke samping tempat tidur yang masih dalam keadaan rapih. Zachary semalam tidak tidur di sana dan berpikir suaminya tidur di ruangan lain. Semalam ia tidak mendengar suaminya pulang dan dalam keadaan yang masih mengantuk ia turun dari tempat tidurnya. Ia meringis ketika kakinya yang telanjang menginjak lantai. Di kamar mandi ia membasuh wajahnya dengan air dingin dan setelah mengganti pakaian, ia segera mencari keberadaan Zachary, tapi ia tidak menemukanya dimana pun di rumah ini. Marife mulai kembali agak cemas. Edward yang baru saja keluar kamar melihat Marife sedang bersandar di tembok sedang mencemaskan sesuatu. Pak Rian mendorong kursi rodanya. "Selamat pagi!" Marife terlonjak terkejut. "Pagi, Ayah!" "Ada apa? Kamu sepertinya sedang gelisah dan cemas akan sesuatu." "Itu benar, Ayah. Aku mencemaskan Zach. Sepertinya semalam ia tidak pulang." "Apa?!"seru Edward terkejut. "Aku sudah mencarinya ke seluruh rumah, tapi tidak ada." "Kemana anak itu? Apa kamu sudah mencoba meneleponnya?" "Aku sudah mencobanya berkali-kali , tapi ponselnya selalu tidak aktif." Edward mulai mencemaskan keberadaan putranya yang tak kunjung pulang. Ia taku terjadi hal yang buruk. "Kamu tidak perlu khawatir. Zach akan segera pulang." Marife mengangguk meskipun hatinya belum tenang. Ia mulai menyibukkan dirinya di dapur menyiapkan makan pagi. Kesibukannya di dapur cukup membantu sedikit melupakan kecemasan tentang keberadaan pria itu. "Menurutmu Zach pergi kemana?" "Aku sama sekali tidak ada gambaran kemana dia pergi,"jawab Susan. "Apa dia memiliki wanita lain?" "Marife, kamu ini bicara apa? Pak Zachary terlalu mencintaimu dan menjadikan dirimu sebagai pusat dunianya, jadi tidak mungkin jika berselingkuh." Marife terdiam sejenak dan ia juga tidak percaya jika suaminya berselingkuh. Ia akan menunggunya sebentar lagi. "Apa hari ini kamu libur?"tanya Susan. "Iya. Ada apa?" "Tidak ada apa-apa." Mereka makan pagi bersama dalam diam. Setelah selesai makan, Marife memutuskan untuk menelepon ke kantor Zachary sebentar lagi. Ia membantu membereskan meja makan. Ia dan Zachary tidak mempunyai banyak pelayan. Mereka hanya memiliki dua orang pelayan di rumahnya "Ada berita apa pagi ini?"tanya Marife sambil mencuci piring. Marife membuka korannya dan wajahnya menegang, matanya membulat melihat gambar yang berukuran besar terpampang di halaman muka koran. Ia berdiri terpaku memandangi koran. Rasa penasaran menghampiri Susan dan ia segera mendekati Marife. Susan sangat terkejut melihat foto besar seorang wanita yang wajahnya sangat mirip dengan bersama dengan seorang pria asing yang tidak ia kenal. "Sudah aku duga pasti hal ini akan terjadi,"kata Susan. Marife menelan ludahnya. "Wanita ini bukan aku." "Apa maksudmu? Itu jelas-jelas dirimu. Dilihat dari kejauhan pun terlihat jelas itu kamu." "Percayalah padaku! Wanita ini bukan aku dan aku tidak kenal pria ini. Ini bukan temanku yang aku temui kemarin sore." "Jika itu bukan kamu, lalu siapa?" "Aku tidak tahu." "Mana mungkin ada orang yang begitu sangat mirip satu sama lain, kecuali kalau kamu memiliki saudara kembar." "Itu tidak mungkin. Karena aku...." "Apa?" "Sudahlah lupakan saja! Jika Zach melihat berita ini pasti dia akan sangat marah padaku." "Itu sudah pasti." Edward datang ke dapur bersama Pak Rian. Marife dan Susan terkejut melihatnya datang. "Aku sudah tahu semuanya tentang gosip perselingkuhanmu." "Aku tidak...." "Aku percaya padamu. Kamu tidak mungkin berbuat tidak terpuji seperti ini." Marife sangat senang ayah mertuanya percaya kepadanya. "Terima kasih." Susan mengambil korannya dan melihat lagi foto di koran itu. penglihatannya masih bagus. "Wanita ini benar-benar sangat mirip denganmu." "Aku tidak tahu. Kenapa bisa mirip denganku? Aku juga sama sekali tidak ada ide siapa dia." "Apa kamu yakin tidak punya saudara kembar?"tanya Susan. "Aku sangat yakin." Tapi satu detik kemudian Marife terlihat ragu. "Kamu kan sudah mengenalku cukup lama kalau aku tidak punya saudara kembar. Aku adalah anak tunggal, seandainya aku punya saudara kembar pasti aku akan tahu dan kami akan tumbuh bersama. Ibu tidak mungkin memisahkan kami berdua." "Aku rasa ini hanya suatu kebetulan saja,"kata Edward. "Wanita ini sudah membuat hidupmu bermasalah. Ia sudah mencoreng nama baikmu secara tidak sengaja. Wartawan yang memfoto ini tidak tahu kalau wanita ini bukan kamu,"ujar Susan. "Aku harus memberitahu Zach soal ini. Aku tidak ingin dia salah paham." "Aku akan meneleponnya,"kata Edward. Pak Rian kembali mendorong kursi roda dan mereka meninggalkan dapur. Susan melongok ke jendela yang terbuka. Semilir angin memasuki ruangan dapur. Ia terkejut melihat banyak orang di depan rumah. "Aku rasa hari ini akan menjadi hari yang panjang bagimu, Marife." "Kenapa?" "Para wartawan sudah berkumpul di luar sana. Apa yang akan kamu lakukan untuk menghadapi mereka sekarang?" Marife mendekati jendela dan memandangi satu persatu wartawan yang sudah berkumpul di depan rumahnya. "Sepertinya beberapa hari ke depan kamu akan terus diburu oleh mereka dan kehidupanmu tidak akan tenang sampai berita perselingkuhanmu mereda." Marife menjadi khawatir. "Aku harus pergi." "Kemana?" "Ke kantor Zach." Marife langsung melesat pergi ke kamar mengambil tasnya. Para wartawan langsung menyerbu Marife ketika ia keluar dari rumahnya. Sinar blitz dan berbagai macam mikrophone mengarah kepadanya. Ia tidak bisa memakai mobilnya, karena sedang ada di bengkel dengan terpaksa ia naik taxi. "Maaf. Permisi! Aku mau lewat." "Tolong konfirmasi kami. Apa benar berita yang ada di koran pagi ini?" "Siapa pria asing yang sedang bersama Anda?" Marife bermaksud untuk mengabaikan pertanyaan-pertanyaan dari wartawan, tapi mereka menghalangi jalannya dan ia tidak bisa bergerak, karena dikurumuni oleh banyak wartawan. Marife akhirnya menjadi gerah dan menatap galak wartawan. "Baik-baik aku akan memberitahu kalian. Wanita yang ada di koran itu bukan aku. Itu artinya aku tidak kenal dengan pria asing itu. Sekian dariku. Selamat pagi!" Marife pergi dengan penampilan yang agak berantakan. Rambutnya terlihat kusut setelah dikerumuni oleh wartawan. Selama menunggu taxi lewat, orang-orang melirik ke arahnya dan terdengarlah bisik-bisik dari mulut mereka sambil memandang jijik ke arahnya. "Aku tidak percaya dia berani mengkhianati suaminya. Tidak tahu diri." "Ketenaran membuat dia lupa diri." "Dari luar dia kelihatan seperti wanita lugu dan baik, tapi siapa sangka dia wanita tidak baik. Kasihan sekali suaminya." Marife berlari tidak ingin mendengarkan pembicaraan orang tentang dirinya. Ia berusaha untuk tidak mempedulikan mereka. Cairan bening meleleh di wajahnya dan menganak sungai. Ia berlari sambil menangis. Namanya jadi tercoreng gara-gara foto wanita yang mirip dengannya di koran itu. Ia ingin sekali menemukan wanita itu dan menyuruhnya untuk menjelaskan semuanya, tapi ia sama sekali tidak ada informasi mengenai wanita itu. Ia berhenti berlari dan berjalan sambil menundukkan kepalanya. *** Zachary memutuskan tidur di hotel dan pagi-pagi sekali ia memasuki perusahaan keluarganya dengan wajah dingin dan menyeramkan. Para pegawainya yang sedang kebetulan lewat di depannya segera melangkah mundur. Harapan pegawainya untuk memiliki atasan yang lebih ramah dan baik sepertinya akan sulit terwujud lagi. Para pegawainya sangat senang ketika Zachary akhirnya menikah. Semenjak Marife menjadi istrinya dan sekarang sikap dinginnya mulai melumer dan lebih ramah. Ia juga sering tersenyum pada setiap pegawai yang berpapasan dengannya, tapi sekarang sikapnya berubah seperti dulu lagi, bahkan sekarang lebih dingin dari yang sebelumnya. Perubahan sikap Zachary yang tiba-tiba dikarenakan oleh berita perselingkuhan istrinya. Kebanyakan dari mereka tidak mempercayainya. Mereka mengeluarkan pendapat masing-masing. Ada yang berkata foto itu telah direkayasa untuk menjatuhkan Marife. Pintu lift terbuka beberapa pegawainya yang hendak masuk lift terpaksa mundur ketakutan ketika melihat atasannya memasang wajah dingin dan menakutkan yang hendak keluar dari lift. Para pegawainya memberikan jalan kepadanya. Zachary berjalan cepat menuju kantornya. ‘’Aku rasa kita akan bekerja keras lagi, "kata salah seorang pegawai. "Benar. Sepertinya kita harus sudah bersiap-siap menerima banyak pekerjaan darinya." "Kita berdoa saja semoga tidak terjadi apa-apa dengan kita dan juga Pak Zachary." Mereka berhenti bicara ketika Zachary menatap mereka dengan sangat galak. Lucia terlihat senang dengan kedatangan Zachary, tapi raut wajah Lucia langsung berubah tidak senang ketika melihat wajah menakutkan dari atasannya. Ia terlihat suram dan ada gurat kelelahan di wajahnya. Lucia mengikutinya dari belakang sambil membawa beberapa laporan. Zachary menghempaskan tubuhnya di kursi dan mengusap-usap wajahnya. Ia langsung menyimpan laporan dan dokumen di atas mejanya.Tanpa berkata-kata Lucia hendak keluar dari kantor Zachary, tapi niatnya tertahan karena pria itu memanggilnya. "Iya Pak, apa masih ada perlu dengan saya?"tanyanya seramah mungkin. Lucia tahu sekarang atasannya sedang ada masalah dan yang jelas masalahnya bukan berkaitan dengan masalah pekerjaannya, tapi masalah yang berkaitan dengan Maya kekasihnya. Lucia sudah mengenal baik atasannya kalau dia bersikap menakutkan dan dingin seperti ini pasti Marife penyebabnya. Ia merasakan ada suatu firasat yang buruk akan terjadi pada hubungan mereka berdua. "Aku akan menceraikan?"katanya dingin. Lucia bagaikan disambar petir mendengar perkataan bosnya. Matanya membelalak karena terkejut. "Apa kamu tidak mendengarkanku, Lucia?"tanyanya setengah berteriak. "Aku dengar, tapi kalau boleh saya tahu kenapa Anda tiba-tiba ingin menceraikan istri Anda? Padahal Anda sudah susah payah mendapatkan Marife dan sudah menghadapi banyak masalah setelah kalian menikah. Selain itu kalian berdua sudah memiliki seorang anak perempuan. Anda tidak melupakan Danica, bukan?" "Aku rasa Marife sudah tidak mencintaiku dan aku tidak pernah melupakan putriku. Aku harap putriku segera ditemukan dan aku yang akan mengasuhnya, jika sudah ditemukan. Aku tidak akan menyerahkannya pada Marife dan ayah barunya." Zachary terlihat sangat sedih dan raut wajahnya sangat suram. "Kenapa Anda bisa seyakin itu kalau Marife tidak mencintai Anda lagi? Setahu saya dia sangat mencintai Anda, bahkan Anda sama sekali belum bicara dengannya untuk membicarakan hal ini, bukan? Jadi jangan mengambil keputusan yang terburu-buru. Anda sangat pintar berbisnis, tapi kalau masalah cinta Anda tidak pintar," ujar Lucia yang nampak sangat gemas mendengar keputusan gegabah Zachary. "Aku juga dulunya berpikir seperti itu. Kemarin aku melihat pengkhianatannya di depan mataku. Dia bersama dengan seorang pria asing dan pagi ini berita itu muncul di koran." "Mungkin mereka hanya berteman." "Teman. Katamu teman." Suara Zachary mulai meninggi dan emosinya mulai keluar lagi. "Mana mungkin pria itu hanya teman biasa saja. Aku lihat pria itu memeluk Marife dan juga menciumnya. Hatiku tidak bisa menerima semua itu. Aku kira bibir itu hanya milikku seorang, tapi sekarang bibir itu sudah dimiliki lagi oleh seorang pria lain lagi. Aku tidak tahu sejak kapan Marife mengkhianatiku." Lucia tidak mempercayai ucapannya, karena ia tahu kalau Marife tidak mungkin mengkhianati Zachary. "Sebaiknya Anda membicarakan hal ini dengan Marife dan meminta penjelasan darinya." "Keputusanku tidak akan berubah dan aku tidak perlu meminta penjelasan darinya lagi, karena bagiku apa yang aku lihat tadi semuanya sudah jelas." Lucia menghela nafas panjang sudah tidak ada gunanya untuk membujuk Zachary untuk merubah keputusannya. "Saya harap keputusan yang Anda ambil tidak akan ada penyesalan dikemudian hari. Kalau begitu saya permisi dulu." Lucia berlalu pergi. Zachary masih duduk berdiam diri. Air matanya mulai menetes. Deringan suara ponsel mengejutkannya. Nama ayahnya terus memanggil-manggilnya. "Zach, kamu ada di mana?" "Ayah." "Kami di sini sangat mengkhawatirkanmu terutama istrimu." "Aku ada di kantor sekarang." "Kenapa semalam kamu tidak pulang?" "Aku tidak jadi pulang, karena masih banyak pekerjaan di kantor." "Zach, kamu bohong. Ayah tahu telah terjadi sesuatu sehingga kamu tidak ingin pulang." "Aku tidak apa-apa." "Apa kamu sedang bertengkar dengan Marife?" "Aku tidak ingin membicarakan hal itu." "Jadi yang Ayah katakan benar." "Aku akan menutup teleponnya." "Apa penyebabnya berita di koran pagi ini? Jika iya pulanglah dan bicara baik-baik dengan Marife. Ayah percaya padanya. Jangan percaya pada berita itu!" Zachary menutup teleponnya. Edward sangat kesal Zachary tidak mau mendengar perkataannya. *** Zachary terlihat sangat sibuk di kantornya dan tampak begitu serius memeriksa semua dokumen dan beberapa laporan harian tentang perusahaannya. Lucia tidak berani untuk mengganggunya. Ia melihat atasannya dengan wajah sedih mau bercerai begitu saja tanpa ada alasan yang belum jelas. Ia keluar dengan membawa beberapa cangkir kopi yang telah kosong dan terkejut melihat kedatangan Marife. "Nyonya Marife." "Zach, ada di dalam?" "Dia ada di dalam. Masuklah! Sepertinya kalian perlu bicara sangat serius." "Apa telah terjadi sesuatu?"tanya Marife yang mulai kelihatan sangat cemas. "Sebaiknya masuk saja dan bicaralah padanya!" Marife langsung mengetuk pintu. "Masuk!" Perlahan-lahan Marife berjalan mendekatinya dan ada rasa takut yang besar kalau Zachary akan marah besar padanya. Pria itu belum menyadari kedatangan Marife, karena masih terlihat sibuk memandangi beberapa kertas di atas mejanya. "Apa kamu sedang sibuk?"tanyanya. Zachary langsung mendongkakkan kepalanya, terkejut dengan kedatangan istrinya yang tiba-tiba di kantornya. Ia menatap Marife dengan pandangan benci. Marife menyadari itu dan membuatnya sedih. "Aku ke sini untuk menjelaskan berita yang beredar hari ini. Semua itu tidak benar. Foto itu bukan diriku." Marife terus bercerita panjang lebar, tapi Zachary m mendiamkannya seolah-olah Marife tidak berada di sana. Hal itu membuat hatinya sedih. Air matanya sudah mendesak keluar, tapi ia berusaha menahannya agar tidak jatuh. "Zach, bicaralah! Kenapa diam saja?" "Karena tidak ada yang perlu aku bicarakan lagi denganmu,"katanya tanpa menoleh sedikit pun pada Marife. "Apa kamu lebih mempercayai berita itu daripada aku?" "Iya,"jawabnya dingin. "Percayalah padaku! Aku tidak pernah mengkhianatimu." Zachary masih saja diam dan terus berkonsentrasi pada pekerjaannya. "Aku mohon bicaralah!" "Marife, aku akan bercerai denganmu." "Apaaa?!" Marife tidak mempercayai apa yang didengarnya sekarang. Ia tidak ingin mempercayai setiap perkataan yang terucap dari mulut suaminya. "Kamu tidak bisa melakukan ini padaku. Apa salahku padamu?" Marife sudah tidak tahan membendung air matanya lagi. Zachary menatap kesal pada Marife. "Sekarang katakan siapa pria yang bersamamu kemarin sore?"tanyanya dengan nada marah. Marife terkejut. "Secara tidak sengaja aku melihatmu keluar kamar hotel bersama seorang pria asing dan kalian berciuman begitu mesra. Sekarang kalian ada di koran." "Kemarin aku tidak ke hotel. Aku pergi ke Cafe untuk bertemu dengan sekelasku dulu sewaktu masih duduk di bangku SMA dan pria yang ada di koran itu bukan pria yang aku temui." "Jangan bohong! Kamu hanya menyangkalnya tidak mengenal pria itu." "Sudah aku katakan aku tidak mengenalnya harus berapa kali aku mengatakannya agar kamu percaya padaku. Apa karena itu kamu tidak pulang?" Marife menangis terisak-isak melihat suaminya tidak mempercayai lagi dirinya. "Benar karena aku sangat marah padamu. Kenapa kamu masih terus saja menyangkal atas pengkhianatanmu padaku. Kamu tahu hati ini rasanya sakit melihatmu bermesraan dengan pria lain di belakangku. Entah sudah berapa lamu kamu mengkhianatiku." "Aku tidak pernah sekali pun mengkhianatimu. Berita yang ada di koran itu bukan aku. Seharusnya aku memberitahu kalau aku akan bertemu dengan seorang teman pria, tapi aku tidak jadi memberitahumu, karena aku tahu nanti kamu akan marah." Marife menghapus air matanya dan memandang pria yang ada dihadapannya dengan perasaan marah. Ia beranjak pergi tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD