Mulai Hancur

1026 Words
Setelah itu, Aksa pun berkata, "Bu, sepertinya kita harus segera pulang. Besok Amanda kan sekolah." Kemala mengangguk, "Iya, kita pulang sekarang." Tamara pun menawarkan, "Bagaimana kalau kalian diantar pulang oleh saya? Kebetulan saya bawa mobil." "Wah, kamu punya mobil?" tanya Kemala. "Iya, Tante," jawab Tamara. Kemala berkata pada Aksa, "Kita terima tawaran Tamara ya, Aksa." Aksa mengangguk tanpa menjawab. Kemala berkata, "Tamara, makanan dan minumanmu akan dibayar sama Aksa." Tamara menjawab, "Aku akan bayar sendiri, Tante." Kemala memberi kode pada Aksa, dan Aksa pun langsung berkata, "Tamara, biar saya yang bayar makanan dan minumanmu." Tamara pun berkata, "Ya sudah deh, Mas. Makasih." Aksa mengangguk, sementara Danisa memutar bola matanya, kesal itu yang dirasakannya. Dalam hati, Danisa berkata, ‘Ibu mertua sangat menyebalkan! Niat sekali mendekatkan suamiku dan benih pelakor.’ Mereka pun diantar pulang oleh Tamara. Saat akan naik mobil, Tamara berkata pada Aksa, "Mas Aksa, bagaimana kalau yang bawa mobil Mas Aksa saja?" Aksa pun mengangguk, "Ya, boleh." Aksa menerima kunci mobil dari Tamara, lalu Kemala berkata, "Kamu duduk di depan ya, Tamara. Ini kan mobil milikmu." Tamara pun mengangguk. Aksa menyetir, Tamara duduk di depan, sementara Danisa, Kemala, dan Amanda duduk di kursi belakang. Di dalam mobil, Amanda berkata pada Danisa, "Bu, mobilnya enak ya, nyaman. Aku jadi ingin punya mobil seperti ini deh." Tamara yang mendengar percakapan itu pun berkata sambil melihat ke arah Amanda yang duduk di antara Danisa dan Kemala, "Kamu boleh kok naik mobil ini sering-sering. Lagian juga, Tante kan nanti mulai besok pindah ke dekat rumah kamu." "Benarkah, Tante?" tanya Amanda. Tamara tersenyum, "Ya, tentu saja." Danisa melihat ke arah luar mobil, merasa gerah dan sesak. Ia ingin sekali cepat sampai rumah. Perjalanan pulang terasa begitu panjang dan penuh dengan perasaan yang bercampur aduk. Mobil mulai melaju meninggalkan restoran itu. Di dalam mobil, Kemala berkata dengan sangat antusias kepada Tamara yang duduk di bangku depan, "Tamara, Tante sangat senang sekali kalau kamu benar-benar pindah ke dekat rumah Aksa!" Tamara pun tersenyum, "Iya, Tante.” Setelah itu, banyak sekali yang dibicarakan oleh Kemala dan Tamara. "Oh, pasti kita bisa sering ketemu dan jalan-jalan bareng," kata Kemala dengan nada penuh semangat. "Kamu sudah serius pindah, kan?" Tamara mengangguk, "Iya, Tante. Selain lebih dekat ke kantor, aku juga ingin lebih dekat dengan kalian." Kemala tertawa kecil, "Itu bagus sekali. Amanda juga pasti senang punya tante baru yang perhatian." Amanda, yang duduk di antara Danisa dan Kemala, mendengarkan dengan penuh minat. Danisa tetap diam, menatap keluar jendela. Hatinya merasa sesak mendengar percakapan itu. Ia berpikir dalam hati, ‘Mereka benar-benar sengaja. Apa Tamara tidak punya urusan lain selain mendekati Mas Aksa?’ Perjalanan pulang terus berlanjut dengan obrolan ceria antara Kemala dan Tamara, sementara Danisa berusaha sekuat tenaga untuk tidak menunjukkan kekesalannya. Mobil melaju di jalanan malam, membawa serta perasaan campur aduk di dalamnya. Sesampainya di rumah, Danisa langsung masuk ke dalam rumah bersama Amanda. Sementara itu, Kemala berkata kepada Aksa, "Aksa, temani dulu l Tamara. Kasihan dia sudah mengantar kita sampai rumah. Jangan cuekin dia." Aksa hanya mengangguk. Kemala kemudian berkata kepada Tamara, "Tamara, makasih banyak ya sudah mengantar kami pulang." "Iya, Tante. Jangan sungkan," jawab Tamara dengan senyum. "Kamu ngobrol dulu gih sama Aksa. Tante masuk duluan ya," kata Kemala. Tamara pun mengangguk. Tamara dan Aksa berdiri di samping mobil Tamar. Tamara menolak duduk saat diajak duduk di teras. Sementara Kemala masuk ke dalam rumah, meninggalkan mereka di sana. Aksa pun berkata, "Makasih ya, Tamara sudah mengantarku dan keluargaku pulang." Tamara menjawab, "Iya, Mas. Sama-sama." Sementara itu, Danisa sudah masuk ke dalam kamarnya. Ia melipat tangannya dan merasa kesal karena Aksa masih mengobrol dengan Tamara. Dari jendela kamar, Danisa bisa melihat keakraban Aksa dan Tamara. Aksa beberapa kali tersenyum saat ngobrol dengan perempuan yang diakui oleh mertuanya sebagai calon istri Aksa. Perasaan cemburu dan marah bercampur aduk dalam hati Danisa. ‘Bagaimana bisa dia begitu dekat dengan Tamara? Apa Mas Aksa tidak memikirkan perasaanku?’ pikirnya dalam hati. Danisa berusaha menenangkan dirinya, tetapi pemandangan di luar jendela terus menghantui pikirannya. Di luar, Aksa dan Tamara tampak bercakap-cakap dengan santai. "Jadi, kamu benar-benar pindah ke dekat sini?" tanya Aksa. "Iya, Mas. Biar lebih dekat dengan kantor dan... ya, dengan kalian juga," jawab Tamara sambil tersenyum manis. "Ya, semoga betah di tempat baru. Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan bilang ya," kata Aksa. "Terima kasih, Mas. Pasti aku akan sering minta bantuan," kata Tamara sambil tertawa kecil. Percakapan mereka terus berlanjut sementara Danisa merasa semakin tersudut. Akhirnya, ia memutuskan untuk menarik napas dalam-dalam dan menutup jendela, berusaha menutup telinga dari percakapan yang membuat hatinya terluka. Saat Danisa duduk di tepi ranjang, pintu kamarnya terbuka dan Aksa pun masuk ke dalam kamar. Danisa berkata dengan nada sindiran, "Senang ya habis ngobrol dengan perempuan itu?" Aksa melihat ke arah Danisa dan berkata, "Apa sih kamu nyindir-nyindir gitu? Aku kan hanya ngobrol biasa dengan Tamara Dia sudah mengantar kita ke rumah, apa salahnya aku berterima kasih padanya?" Danisa pun berkata, "Tapi sepertinya hubungan kalian tampak spesial ya." Aksa menghela napas, "Kalau untuk sekarang, enggak. Tapi dulu, memang kami punya hubungan spesial. Kami sebenarnya akan menikah, tapi aku harus menikahi kamu." Mendengar pengakuan itu, Danisa merasa terkejut dan marah. "Jadi Tamara adalah mantan kekasihmu?" tanyanya dengan suara bergetar. Aksa mendekat, "jangan buat aku pusing dengan hal-hal yang sudah lewat." Danisa memandang Aksa dengan mata berkaca-kaca, "Mas, sebenarnya aku sebelumnya sudah bertemu dengan Tamara" Aksa terkejut dan langsung melihat ke arah Danisa. "Kapan?" "Tadi siang. Dia datang ke sini dan ibu mengenalkannya sebagai calon istri kamu," jawab Danisa dengan suara pelan. Aksa menghela napas panjang dan berkata, "Ibu hanya bercanda, Danisa. Kamu jangan dipikirkan terlalu serius. Sudahlah, jangan bahas itu lagi." Danisa menatap suaminya, "Tapi Mas, ini bukan hal sepele. Ibu jelas-jelas lebih suka Tamara dan sekarang dia pindah dekat rumah kita. Aku merasa terancam, Mas." Aksa menggeleng, "Danisa, kamu jangan terlalu cemburu nggak jelas. Ibu mungkin cuma senang ada teman ngobrol. Itu saja." Keesokan paginya, Danisa keluar dari kamarnya dan mencium aroma masakan dari dapur. Ia pun berjalan menuju dapur dan melihat Kemala sedang sibuk di depan kompor. Danisa hendak menghampiri Kemala, namun Kemala yang menyadari kehadiran menantunya itu langsung melihat ke arahnya dan berkata hal yang membuat Danisa menghentikan langkahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD