Ketika resepsi pernikahan telah selesai kini keluarga besar Bimo dan Alika kembali ke rumah masing-masing kecuali Bimo, Alika, Prasetyo dan Lastriana yang sudah menyewa kamar di hotel tempat dilangsungkannya resepsi pernikahan.
Ketika sang istri memilih hotel mana yang akan digunakan untuk resepsi pernikahan putra mereka, Prasetyo meminta sang istri menyewa kamar hotel untuk mereka berdua, ia beralasan ingin mengulang masa-masa di awal pernikahan mereka sedangkan kamar hotel untuk Alika dan Bimo sudah sepaket dengan harga ballroom hotel yang mereka sewa untuk resepsi pernikahan. Untuk Mahendra sendiri ia memilih pulang kembali ke rumah mewahnya.
Kini mereka berempat tengah berjalan menyusuri lorong hotel menuju kamar mereka masih-masing.
“Buk, nggak usah,” ucap Alika yang sungkan melihat sang mertua membantunya mengangkat gaun pernikahan miliknya yang begitu lebar di bagian ekor. Sedangkan Bimo dan Prasetyo hanya berdiam diri seraya memperhatikan interaksi istri mereka.
“Uwes ra popo. (Udah nggak papa). Lagian ini salah Ibuk, tadi udah ngijinin Ayu buat pulang duluan, harusnya dia yang bantu kamu ngangkat gaun ini sampai kamar hotel,” ucap Lastriana mengingat Ayu sang make-up artis dan juga pihak dari salon yang seharusnya membantu Alika untuk mengangkat ekor gaun pengantin tersebut justru pulang terlebih dahulu karena ada urusan mendadak.
“Tapi aku nggak enak sama Ibuk,” ucap Alika membuat Lastriana melototkan matanya.
“Koe ki, lho. Karo mertuo dewe ra penak-an, Ibuk kan udah jadi Ibukmu. (Kamu itu lho sama mertua sendiri nggak enakan)” ucap Lastriana merajuk membuat Alika kebingungan sendiri hingga ia menatap sang suami yang berjalan di samping nya.
“Sudah, turuti saja keinginan Ibu saya,” ucap Bimo yang membuat Lastriana menatap tajam kearah sang putra yang berjalan di depan nya.
“Mbok ngomong karo bojone ki seng alus setititk, le. (Kalo ngomong sama istrinya itu yang lembut sedikit, le)” omel Lastriana yang membuat Alika menahan tawanya.
“Nggih, Buk. (Iya, Buk)” jawab Bimo sekenanya.
“Besok pagi Ibuk tunggu kalian di restaurant hotel yo,” ucap Lastriana kembali ketika mereka sudah berdiri di pintu kamar hotel masing-masing.
“Nggih, Buk. (Iya, Buk)” jawab Bimo setelah itu mereka memasuki kamar hotel.
Alika terpana dengan pemandangan yang ada di hadapan nya saat ini ketika pintu kamar hotel terbuka, puluhan lilin dan taburan kelopak bunga mawar yang begitu indah membentuk sebuah jalan menuju ranjang hotel. Di ujung sana terdapat ranjang yang menempel dengan jendela yang memperlihatkan pemandangan kota Yogyakarta di malam hari. Alika menoleh ke samping menatap Bimo yang juga tengah memandang riasan kamar hotel tersebut.
“Mas, bagus bangettt!!” pekik Alika tidak sabar untuk menikmati ranjang empuk yang ia lihat saat ini, bahkan di atas ranjang itu terdapat taburan kelopak bunga mawar merah yang membentuk simbol cinta.
Saat ia ingin melangkahkan kakinya ia terhenti untuk beberapa saat, ia menoleh ke belakang melihat ekor gaun pengantin nya yang terbentang begitu panjang dan besar. Ia lalu menoleh ke arah sang suami.
“Mas,” panggil Alika membuat atensi Bimo pada ranjang kamar hotel jadi teralihkan untuk menatap sang istri.
“Apa?” tanya Bimo.
“Um ... Aku mandi duluan ya ... ? Sekalian nyopot gaun nya,” ucap Alika yang dijawab anggukan kepala oleh Bimo.
Setelah melihat persetujuan sang suami, Alika segera berjalan memasuki kamar mandi. Di dalam kamar mandi ia kembali terkejut kala melihat riasan yang sama, bedanya hanyalah tempat di mana diletakkannya lilin-lilin cantik dan taburan kelopak bunga mawar.
Lilin dan kelopak bunga mawar itu terhias indah di wastafel yang membuat Alika terdiam untuk sesat menikamati pemandangan indah itu hingga akhirnya ia menoleh menatap cermin wastafel, mengamati wajah cantiknya yang terpoles dengan riasan make-up artis bernama Ayu kenalan sang ibu mertuanya.
Untuk sesaat Alika menghela nafas dengan pelan, ia berpikir, apakah pernikahannya akan berjalan baik-baik saja meskipun tanpa cinta di dalam nya? Apakah ia dan Bimo akan menua bersama? Pikiran Alika berkecamuk hingga akhirnya ia memantapkan hatinya, ia dan Bimo harus bisa melewati bahtera rumah tangga ini bermodalkan kesetiaan pria itu dan juga kesiapan Alika menerima pria itu apa adanya dan dalam kondisi apapun.
Alika segera menghapus riasan di wajahnya lalu bergegas untuk membersihkan diri sebelum ia kesusahan membuka tali gaun yang terletak di punggung nya. Alika berulang kali membuka tali yang saling menyilang itu dengan kesusahan, ia merutuki sang designer gaun yang membuat tali seperti itu meskipun sebagian besar gaun pernikahan memang bertali selang-seling membentuk sebuah kepangan seperti itu di bagian punggung bukan bersleting lurus ke bawah.
“Ya ampun susah banget sih!!” rutuk Alika dengan tangannya yang menggapai ke belakang mencoba melepaskan ikatan tali itu satu persatu. Ia sudah berada di dalam kamar mandi hampir setengah jam, ia berpikir pasti sang suami sudah menunggunya untuk bergantian memakai kamar mandi.
Akhirnya Alika menyerah dengan gaun tersebut, ia menoleh ke arah pintu kamar mandi, ragu-ragu ingin memanggil sang suami yang entah sedang apa saat ini. Alika menghembuskan nafasnya dengan kasar.
“Tenang Alika,” ucapnya pada diri sendiri.
“Kamu harus panggil Mas Bimo, kalau nggak kamu nggak bakal tidur nyenyak semaleman,” ucap Alika kembali lalu menghela nafas panjang.
“Mas,” panggil Alika ragu-ragu namun tidak ada sautan dari suaminya itu membuat Alika berpikir mungkinkah Bimo sudah terlelap memasuki alam mimpi?
“Mas!” panggil Alika kembali seraya berteriak namun lagi-lagi tidak ada jawaban.
“Mas Bimo!” teriak Alika kembali.
Ceklek.
Bimo membuka pintu kamar mandi, menatap Alika yang berdiri di depan wastafel dengan riasan make up yang sudah terhapus namun masih mengenakan gaun pernikahan. Sedangkan Alika terdiam menatap wajah Bimo saat ini, entah mengapa wajah suaminya itu terlihat begitu bercahaya malam ini. Alika menatap Bimo yang masih mengenakan jas pernikahannya.
“Apa?” tanya Bimo membuat Alika menundukkan wajahnya seraya memilin gaun yang ia kenakan.
“Bantuin aku ... ,” cicit Alika membuat kening Bimo mengerut.
“Bantu apa?” tanya Bimo yang berjalan menghampiri sang istri.
“Nyopot gaunnya ... ,” cicit Alika kembali.
Bimo mematung mendengar permintaan Alika, ia berpikir apakah wanita itu tengah menggodanya saat ini atau sedang mengkode-nya untuk melakukan malam pertama seperti pasangan suami istri pada umumnya?
“Aku susah buka talinya, Mas,” ucap Alika yang masih menundukkan wajah tidak berani menatap sang suami. Alika lalu membalikkan tubuhnya hingga Bimo dapat melihat tali gaun yang dikenakan oleh sang istri terlihat sudah tidak rapi lagi seperti yang ia lihat beberapa jam yang lalu.
Bimo menghela nafasnya dengan pelan lalu mendekati tubuh sang istri, ditatapnya wajah Alika dari pantulan cermin wastafel, wanita itu tengah menundukkan wajahnya seraya memilin gaun pengantin yang membuat Bimo diam-diam tersenyum. Ia tidak menyangka bahwa ia akan ada dalam fase seperti ini.
Dengan perlahan Bimo melepaskan tali yang saling menyilang itu, sesekali ia menatap wajah Alika dari pantulan cermin yang masih menundukkan wajah sedangkan Alika sendiri mati-matian menahan degupan jantungnya yang seolah menggila ketika berdekatan dengan pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya.
Alika sendiri bingung dengan kinerja jantungnya, ia selalu berdebar tidak jelas setiap berdekatan dengan Bimo, bahkan ketika berada di dekat Arjuna yang notabene adalah kekasihnya, ia tidak pernah merasakan debaran semacam ini. Lamunan Alika terhenti kala ia mendengar suara Bimo di balik tubuhnya.
“Sudah,” ucap Bimo membuat Alika membalikkan tubuhnya seraya perlahan.
“Makasih, Mas,” ucap Alika yang masih menunduk.
“Hm,” jawab Bimo sekenanya lalu segera keluar dari dalam kamar mandi. Setelah Bimo keluar dari kamar mandi, tubuh Alika merosot seraya memegang dadanya sebelah kiri.
“Ini jantung kenapa sih?!” rutuk Alika.
“Masa setiap di deket Mas Bimo deg-deg-an begini?!” keluh Alika.
“Apa jangan-jangan aku punya penyakit jantung lagi?” monolog nya lalu menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Nggak, nggak. Jangan mikir yang aneh-aneh. Masa Baru nikah udah mau mati aja?” tanya Alika lalu bergegas bangkit dari bersimpuh nya dan segera melepaskan gaun yang ia kenakan.