“Bapak memanggil saya?” tanya Amel dengan nada datar kepada Abhi.
Tadi pagi, Marla mendadak memanggilnya, dia diberi tahu untuk menghadap Abhi. Amel sudah menduga ini pasti tentang Rayya. Tidak ada penghubung antara dirinya dan Abhi kecuali Rayya. Yap, hanya Rayya yang menjadi penghubung antara dia dan si bos kecil di kantor ini. Dia hanyalah b***k korporat yang levelnya cukup jauh dari Abhi untuk bisa langsung berhubungan.
“Eh ada Bu Marla juga toh.” Amel baru menyadari ada Marla di ruangan itu.
“Silakan duduk Mel, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan Bu Marla juga kamu.” kata Abhi dengan wajah gusar. Jemari tangannya mengetuk meja, tidak berirama, sebagai tanda ada yang membuatnya tidak nyaman.
“Baik pak.” jawab kedua perempuan beda usia itu.
“Amel, kamu tahu pasti kalau aku panggil kamu, itu artinya menyangkut Rayya,” Abhi menjeda, coba merangkai kalimat lanjutan, “euum gimana kemajuan Rayya di bagian pembelian?” mau tidak mau Abhi berbasa-basi.
“Baik Pak. Rayya orang yang cerdas dan cepat belajar, tidak sulit baginya untuk mempelajari hal baru di sini.”
“Ada karyawan yang mengganggu dia? Euum maksudku yang tidak suka padanya?” tanya Abhi lagi.
Amel diam, sejenak berpikir, “tidak ada Pak. Yah, hanya satu dua orang saja yang nyinyir tapi beruntung Rayya abai.”
“Euum, kalau begitu tepat keinginanku. Ini agar Rayya tetap aman. Bu Marla, bagaimana dengan permintaanku semalam?” kali ini Abhi fokus melihat ke arah Marla. Kening Amel berkerut mendengar itu.
Semalam? Ada kejadian apa semalam sampai Bos Akang ganteng ini menelpon Bu Marla di luar jam kerja?
Marla menarik nafas sebelum menjawab. Terlihat dia harus mampu menguasai kepala dinginnya agar tidak langsung mengomeli bos kecil yang sedang galau.
“Harus banget ya Pak?” tanya Marla, coba memastikan.
“Iya!” jawab Abhi mantap.
Tinggallah Amel yang melihat ke arah Marla dan Abhi, bergantian , semakin bingung dengan topik pembicaraan keduanya. Mendadak dia merasa bagai menjadi makhluk alien yang tidak pahami bahasa manusia.
“Selama ini kan kita tidak punya posisi Personal Assistant. Jadi yaah, kami harus pelajari ini dengan lebih hati-hati. Beri kami waktu untuk selesaikan hal ini, Pak.” pinta Marla.
Kali ini Abhi melihat ke arah kalender meja terlebih dulu, “baiklah, ini kan sudah minggu ketiga, aku beri waktu satu minggu ya Bu. Bulan depannya, aku mau hal ini sudah dijalankan.”
*
“Ada apa sih Mel? Kenapa heboh gitu?” tanya Rayya melihat kegaduhan yang terjadi terutama pada karyawati.
Amel yang bertubuh tinggi atletis, berjinjit, menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari sumber kehebohan.
“Ooh itu Si Akang lewat.” jawab Amel setelah tahu sumber kehebohan.
“Si Akang?” tanya Rayya heran, keningnya berkerut karena baru mendengar julukan itu, “siapa sih?”
“Eh iya, kamu kan karyawati baru sih jadi belum tahu.” Amel tersenyum misterius, andai saja Rayya tahu siapa yang dimaksud Si Akang, mungkin dia akan langsung ajukan pengunduran diri.
“Iih Amel mah, kenapa sih malah tambah bikin aku penasaran. Siapa itu yang dipanggil Si Akang?”
“Bos kita tuh mirip banget sama Kang Tae Oh loh, iya yang bintang drama Korea itu. Si ganteng dengan senyum mautnya. Tapi versi kulit lebih coklat dan mata lebih lebar sih.” jelas Amel, dia menarik tangan Rayya untuk menjauhi kerumunan. Tentu saja dia tidak mau jika mendadak Rayya mengundurkan diri karena tahu siapa bos yang dipanggil Si Akang.
Apakah Amel tahu rahasia antara Rayya dan Abhi? Rahasia sebenarnya apa dia tidak tahu, tapi hanya sebatas pada info bahwa mereka dulu pernah menjalin hubungan tapi harus berpisah karena bos kecilnya harus menikahi putri bos besar, tentu saja sebuah pernikahan yang bukan tanpa imbalan. Hampir sebagian besar karyawan tahu bahwa Abhi mendapatkan posisi mentereng di grup usaha keluarga sang istri. Sebuah pernikahan terpaksa tapi membawa berkah bagi Abhi dan keluarganya. Setidaknya, itu yang orang lain lihat dari pernikahan Abhi dan Jessica, tanpa mereka tahu apa yang terjadi sebenarnya pada keduanya.
Jangan tanya dari mana Amel bisa mendapatkan informasi itu. Lambe turah di kantor sangat banyak yang dengan rela hati akan berbagi informasi.
“Eeh Mel, aku bukan kambing ya, jangan ditarik-tarik gini dong. Aku kan juga mau lihat tampang Bos Akang iih.” Rayya coba menepis tarikan tangan Amel, tapi tentu tidak berhasil karena Amel lebih bertenaga darinya.
“Ntar, suatu hari nanti kamu akan tahu kok siapa itu Bos Akang.” jawab Amel, menirukan julukan Rayya pada Abhi, “kita makan siang dulu yuk.”
Keduanya sabar menanti pintu lift terbuka. Mumpung karyawati lain masih heboh pada Bos Akang, mereka bisa lebih dulu mendapat tempat nyaman di kantin. Saat pintu lift terbuka, nampak sosok perempuan sangat anggun dan berkelas, melenggang melewati Rayya dan Amel. Wajahnya tertutup masker, tapi Rayya bisa tahu bahwa perempuan ini selain anggun, pasti juga cantik. Terlihat dari mata yang bulat indah, lebar dengan bulu mata lentik.
“Aku berhenti di lantai sebelas dulu ya, setelah urusanku selesai, aku akan ke ruanganmu,” suara merdunya terdengar ke telinga Rayya. Tapi matanya melihat ke arah Rayya dengan kening berkerut, seperti ingin mengingat informasi.
“Eeh… kamu Rayya kan?” sapa perempuan cantik ini pada Rayya, membuat yang disapa kebingungan.
“Eeum iya benar, maaf, ibu siapa?” tanya Rayya dengan sopan.
Perempuan di depannya ini menurunkan masker hingga di bawah hidung, menampakkan wajah sangat cantiknya. Kening Rayya berkerut, sepertinya pernah melihat wajah cantik ini tapi auranya nampak berbeda.
Siapa yaa? Sepertinya aku pernah melihat perempuan cantik ini. Tapi kenapa ingatanku kok tertuju ke arah…
Amel yang paham situasi, menarik tangan Rayya untuk segera masuk saat pintu lift terbuka. Amel tundukkan sedikit kepala, berikan senyum pada perempuan cantik tadi dan langsung tekan tombol pintu lift agar segera tertutup. Dia ingat betul, ada beberapa nama yang dipesan oleh Abhi untuk dihindari bertemu Rayya, salah satunya perempuan cantik ini.
“Mari Bu Jesse…” ucap Amel sebelum pintu lift menutup sempurna.
Pintu lift tertutup. Menyisakan Rayya yang semakin kebingungan.
“Jesse..? Mel, perempuan cantik tadi siapa? Kok dia kenal aku tapi aku gak kenal dia? Aku kan bukan orang terkenal untuk gampang diingat. Sepertinya aku pernah lihat wajahnya, tapi gak yakin juga sih, apakah orang yang sama atau bukan.” Rayya bertanya pada Amel, coba memastikan siapa perempuan yang tadi menyapanya. Dia tahu diri dia siapa, bukanlah orang yang layak diingat, buktinya, dia dibuang begitu saja oleh Abhi.
“Cantik banget kan ya? Eh Ray, kalau kita mau kinclong seperti dia, bakalan habis gaji berapa bulan ya? Setelah itu kita makan cuma sayur bening bayam dan tempe doang karena kehabisan duit hiks hiks…” jawab Amel. Dia harus mengalihkan keingintahuan Rayya pada Jesse, kalau tidak, bisa dipastikan gadis naif nan polos di sebelahnya ini akan segera angkat kaki setelah tahu siapa Jesse.
“Kamu nih Mel, ada aja.” jawab Rayya, berikan senyum kecil. Sekejap dia bisa teralihkan melihat menu makanan di kantin yang menggoda seleranya.
Jesse? Apakah itu Jessica? Istrinya Abhi? Wajahnya mirip, hanya saja sekarang wajah Jessica semakin bersinar, dulu kan pucat, tapi sekarang semakin cantik memesona. Mungkinkah efek dari sebuah pernikahan yang bahagia?
Kalau benar dia Jessica istri Abhi, ngapain dia di sini? Eeh tapi kan di gedung ini ada banyak sekali perusahaan. Huuft, kukira aku akan bertemu Abhi lagi.
“Ray, kenapa sih mukamu kebingungan gitu?” Amel menyenggol tubuh Rayya.
“Eeh gak papa kok Mel, beneran deh.” cengiran Rayya tercetak, malu karena ketahuan melamun.
Rayya, bukankah kamu malah suka kalau bertemu lagi dengan Abhi? Gak usah pura-pura sok gundah gulana gitu deh. Jangan jadi orang munafik, pura-pura benci padahal rindunya menggunung!
Sebuah bisikan di kepala Rayya terdengar, tentu saja hanya bisa didengar olehnya sendiri.
Aku tidak pura-pura gundah! Hei, diam kamu kalau gak tahu apa-apa.
Kali ini Rayya mengomeli suara hatinya sendiri, sesungguhnya jika bisa didengar orang lain, ini akan terdengar seperti acara stand up comedy atau malah dia dikira kena gangguan kejiwaan.
Rayya…, Rayya…, bagaimana mungkin aku tidak tahu apa-apa, lah aku kan suara hatimu! Enak aja sembarangan menuduh suara hati sendiri. Kamu terlalu lama melarikan diri dari kenyataan, tahu gak!
Bentak suara hatinya, menolak tuduhan Rayya.
Ketemu Abhi atau tidak, itu akan aku pikirkan nanti saja! Lebih baik aku memikirkan Shaka saja.