“Enggak, kok. Kamu enggak salah. Aku saja yang terlalu kuat, semenjak ada kamu!”
Episode 8 : Setengah Tahun Lagi
***
“Ipul enggak mau diajak ke laut, katanya takut tsunami!” wajah Rena yang merengut sedih memenuhi layar ponsel Rafael.
Di sekitar Rafael, Fina langsung mesem tak ubahnya Daniel yang duduk di hadapan Rafael, bersebelahan dengan Rina.
“Foto Preweddingnya di hutan atau sawah saja, Ren. Ipul pasti mau!” celetuk Rina yang kemudian melahap potongan pizzanya.
Ketika menatap ke hadapannya, Rina langsung mendapat tatapan tajam penuh peringatan dari Fina.
“Terus bagaimana? Padahal aku penginnya, kalian dapat foto prewedding, yang seolah-olah, kalian akan loncat dari tebing ke jurang? Di Bali kan banyak tuh, tebing-tebing. Apalagi, aku juga kasih kalian fotografer berikut seperangkat yang profesional!” ujar Rafael dengan santainya.
Wajah Rena yang masih memenuhi layar ponsel Rafael, tetap saja cemberut. “Aku maunya juga gitu. Tapi ….”
“Bilang saja ke Ipul, kalau dia enggak mau, nanti kamu foto prewedding sama pria lain saja!” tegas Rafael kemudian.
“Raf … takut ada sumarni!” suara Ipul terdengar tiba-tiba, kendati wajah Rena masih memenuhi layar ponsel Rafael.
“Sumarninya lagi kondangan, Pul. Kamu enggak usah separno itu. Kamu bilang cinta mati ke Rena? Tapi kok, sama sumarni saja, kamu takut?” balas Rafael di mana Rena mendadak mengarahkan kamera di ponselnya kepada Ipul.
Di layar ponsel Rafael yang kali ini Fina intip, wajah Ipul terlihat kebingungan.
“Beb, sumarni ini, nama orang, atau malah plesetan dari kata yang susah Ipul katakan?” bisik Daniel sembari mengunyah pelan pizza di dalam mulutnya.
“Sumarni itu, tsunami versi Ipul, Beb. Awas ah, kamu jangan ketawa terus, nanti tersedak!” bisik Rina tepat di sebelah telinga Daniel. Ia sampai menepuk-nepuk pelan punggung Daniel yang nyaris tersedak.
“Ya ampun … ada-ada saja!” lirih Daniel yang tak kuasa mengakhiri tawanya.
Yang menarik perhatian Rina, tak lain perihal wajah Bubu, tepatnya ekspresi wajah bayi itu. Bubu yang ada di pangkuan Fina, terlihat sangat sedih sekaligus ngenes.
“Mbak! Si Bubu kenapa?” ujar Rina yang telanjur penasaran.
Semuanya langsung menjadikan Bubu sebagai fokus perhatian. Bubu terlihat jelas menahan takut berikut tangisnya, bak orang dewasa yang sedang patah hati.
“Pah … awas deh. Si Bubu kan takut sama Ipul. Ini pasti gara-gara dengar suara Ipul lagi!” tegur Fina yang sampai cukup memunggungi Rafael demi menjauhkan Bubu dari ponsel Rafael.
Daniel dan Rina langsung sibuk menekap mulut demi meredam tawa yang telanjur pecah. Apalagi eskpresi Bubu yang selalu menahan banyak kesedihan berikut ketakutan, hingga bibir tipis bayi itu yang masih terlihat sangat ranum, terkumpul dan kadang manyun dalam waktu yang sangat lama.
“Bubu lucu. Pura-pura kuat, kayak remaja yang baru ditinggal gebetan, Mbak!” celetuk Rina tak lama setelah Rafael berlalu.
Rafael sengaja melanjutkan perbincangannya dengan Rena dan Ipul, di teras kolam. Benar-benar jauh dari Bubu yang sepertinya memang benar takut bahkan anti kepada Ipul.
“Enggak tahu ini si Bubu. Tiap dengar apalagi lihat Ipul, memang begini. Kemarin pas mahrib-mahrib, malah nangis kejer!” kilah Fina sambil berusaha menimang-nimang Bubu, agar bayi itu tak lagi larut dalam kesedihan berikut ketakutan.
Daniel yang masih susah payah mengendalikan tawanya, menjadi merasa gemas sekaligus kasihan kepada Bubu. Kenyataan itu pula yang membuatnya beranjak dan mencoba menghibur bayi berambut lurus tebal tersebut.
“Sini, sama Uncle. Biar Mamah makan dulu. Ya ampun, kamu pinternya?” ucap Daniel.
Kesedihan sungguh belum sirna apalagi berlalu dari Bubu. Bubu masih terlihat ‘galau’, terlepas dari bayi itu yang akan sibuk mengumpulkan bibirnya.
Fina sungguh menyerahkan Bubu kepada Daniel yang terbilang langsung bisa menggendong bayi.
“Bisa?” tanya Fina memastikan.
“Bisa, Mbak!” balas Daniel yakin.
“Enggak apa-apa, Mbak. Ponakan Kak Daniel kan banyak. Jadi, Kak Daniel sudah terbiasa gendong-gendong begitu!” tambah Rina berusaha meyakinkan.
Daniel mesem dan mulai menimang-nimang Bubu. Ia melangkah pelan sambil terus menatap kedua manik mata Bubu. Sedangkan Rina yang tak mau ketinggalan, memilih beranjak dan mengikuti sambil terus menikmati potongan pizzanya. Fina sempat memperhatikan kedua sejoli yang tengah berebut perhatian Bubu tersebut, sesaat sebelum akhirnya ia menghabiskan sepiring spagetti meatball di hadapannya. Tentu, itu masih spagetti buatan Daniel dan Rina.
****
“Mas, makan dulu sama Mbak Fina. Biar kami yang momong Bubu!” ujar Rina ketika ia dan Daniel melintas di depan teras kolam keberadaan Rafael.
Rafael sendiri, Rina dapati baru mengantongi ponsel ke saku sisi celananya.
“Sudah enggak galau lagi, si Bubu?” seru Rafael yang kemudian menghampiri kebersamaan.
Rafael dapati, ekspresi Bubu yang kembali normal. Bubu yang begitu sibuk mengamati langit-langit rumah. Dan Bubu tampak anteng dalam embanan Daniel.
“Wah … beneran anteng, ya? Ya sudah, Papah makan dulu. Awas, lho … ini enggak pake pampes!” ujar Rafael yang sampai mengulum senyumnya, sambil menatap Daniel penuh peringatan.
“Enggak apa-apa, Mas. Aku sudah biasa diompoli ponakan, kok!” balas Daniel sambil tersenyum pasrah.
Mendengar pernyataan Daniel, Rina yang sampai berpegangan pada sebelah ujung kemeja hitam lengan panjang yang Daniel kenakan, menjadi tersipu. Lain halnya dengan Rafael yang buru-buru menahan tawanya, agar tidak pecah dan kembali membuat Bubu ketakutan, layaknya setiap bayi itu melihat sekaligus mendengar suara Ipul.
“Anaknya Kak Kai, alergi Ipul juga, enggak, Beb? Ini Bubu kan mendadak takut Ipul gini, padahal pas masih di kandungan, Mas Rafael hobi banget tertawa kalau sudah menyangkut semua yang berhubungan dengan Ipul. Sedangkan Kak Kainya, Kak Kai selalu anti semua yang berhubungan dengan Ipul?” tanya Rina kemudian, tak lama setelah kepergian Rafael.
Rafael pergi menuju dapur. Dan bisa Rina pastikan, Rafael kembali ke Fina untuk melanjutkan makan pizza berikut spagetti buatannya dan Daniel.
“Sejauh ini, Elia dan Elena sih aman, ya. Apalagi di rumah memang dilarang keras bahas apalagi nonton acara Ipul. Aku saja kalau main ponsel pas bareng Kak Kai, enggak berani buka internet. Takut ada iklan Ipul, habislah aku dihajar Kak Kai!” balas Daniel yang kemudian tersenyum pasrah.
Rina kembali menahan tawanya seiring ia yang mengikuti langkah Daniel. Daniel melangkah menuju teras kolam yang baru saja Rafael tinggalkan.
“Rena dan Ipul akan menikah sekitar setengah tahun lagi. Kakak sudah di rumah, kan, ya?” lanjut Rina masih menerka-nerka.
“Bisa jadi, pas kita pulang dari London,” balas Daniel tanpa menatap wajah Rina, lantaran tatapannya fokus kepada wajah Bubu yang mau tersenyum ketika ia goda.
“Kok, kita?” ujar Rina yang menjadi mengernyit bingung. Kemudian Rina menatap Daniel, berusaha memastikan maksud dari ucapan kekasihnya itu.
Daniel balas menatap Rina dengan tatapan dalam, andalannya. “Enggak sampai setengah tahun lagi, aku lulus S2, kan? Otomatis kamu juga harus datang bareng keluargaku, di acara wisudaku!” tegas Daniel yang masih bertutur dengan suara lirih. “Kamu lupa? Atau kamu tega, biarin aku wisuda cuma sama keluarga?” lanjutnya.
Rina tersenyum masam. “Serius, aku lupa kalau setengah tahun lagi, kamu wisuda, Beb. Otakmu canggih banget. S2 saja cukup setahun, ya ampun … aku jadi minder!” ucapnya yang kemudian menunduk malu, hanya untuk menghindari tatapan Daniel.
Daniel menjadi tersipu. Setelah sampai mengamati sekitar dan yakin tidak ada orang lain, selain mereka, sebuah ciuman ia daratkan di kening Rina.
“Begini saja, aku masih sering gagal, lho. Pelan-pelan, lah … nikmatin proses biar kita jadi orang yang tahu diri!” ucapnya kemudian dengan gaya yang terbilang masih sangat santai.
“Jangan minder lagi!” ujar Rina tiba-tiba. “Jangan menilai seseorang hanya dari masa lalu. Buat apa menilai masa lalu, sedangkan masa yang dijalani dilupakan? Di mana-mana, menilai ya dari apa yang sudah dijalani. Sejauh mana, perubahan baik itu terjadi. Gitu, kan?” tambah Rina lagi. Ini mengenai masa lalu Daniel yang berakhir di panti asuhan sebelum pria itu diadopsi oleh keluarganya yang sekarang.
Hanya saja, yang membuat Rina bingung, kenapa Daniel justru kebingungan menatapnya?
“Kamu ngomong apa?” tanya Daniel sambil menatap Rina tidak mengerti.
Rina menjadi kebingungan, bahkan tak kalah bingung dari Daniel. Selain itu, nyali Rina juga mendadak menciut. “Aku salah, ya?” lirihnya yang memang menjadi merasa sangat bersalah.
Daniel menggeleng santai di tengah tatapan dalamnya, yang masih terfokus pada kedua manik mata Rina. “Enggak, kok. Kamu enggak salah. Aku saja yang terlalu kuat, semenjak ada kamu!” tegasnya. Ia dapati, wajah Rina yang menjadi merona, terlepas dari gadis itu yang menjadi terlihat sangat gugup dan sampai tak berani menatapnya.
Daniel menjadi mengulum senyumnya akibat keadaan Rina, sambil terus menimang-nimang Bubu yang ada di embanannya.
****