Episode 6 : Cemburu

2166 Words
“Ya ampun nenek sihir, pria karbitan macam Ipul saja dikekep sekencang itu! Dikiranya, aku doyan apa!” Episode 6 : Cemburu *** Raswin menelusuri anak tangga menuju lantai atas, lantai di mana kamar Fina dan Rina, berada. Tentu, tujuan utamanya adalah Bubu, apalagi kali ini, sedang mahrib yang dalam kebiasaannya sebagai orang yang masih memegang teguh adat Jawa, pantang membiarkan bayi sendiri. Bayi harus digendong atau setidaknya dipangku, dan Raswin akan melakukan itu kepada Bubu. Ketika anak tangga terakhir sudah Raswin lalui, dan pria itu juga langsung bergegas menuju pendopo ruang keluarga di sana, sebelum keberadaan kamar Fina, Raswin justru mendapati Rafael sedang memandangi Bubu yang sudah digendong Murni. Seperti biasa, bayi berpipi tembem dan sangat menggemaskan itu begitu tertarik pada cahaya. Dan melihat kenyataan tersebut, Raswin menghela napas lega. “Mbah pikir belum digendong,” ujar Raswin kemudian seiring pandangannya yang terus terfokus kepada Bubu. Kehadiran Raswin langsung mengusik perhatian Rafael berikut Murni. Keduanya langsung mengulas senyum. “Tuh, Mbah Kakung, datang, Bu,” ucap Rafael yang awalnya menyambut sang ayah mertua dengan sangat hangat. Hanya saja, ketika Rafael mendapati Bubu justru sudah menatap Raswin sambil tersenyum seiring bayi itu yang sibuk mengoceh, seolah-olah menyambut sekaligus mengajak sang kakek berbicara, Rafael langsung menelan ludah dan entah kenapa terasa sangat getir. “Bu, dari tadi Papah goda-goda kamu, kamu enggak respons! Eh, baru denger suara Mbah, kamu langsung seheboh itu?” protes Rafael dan sukses membuat Raswin maupun Murni, menahan tawa. Rafael memang cemburu, lantaran Bubu lebih dekat dengan pria lain, bahkan sekalipun itu Raswin yang notabene kakek Bubu. Akan tetapi, Rafael juga sadar, kasih sayang Raswin kepada Bubu sangat besar. Bahkan, Raswin yang selama hidupnya belum bisa memiliki anak laki-laki, rela ikut ronda menjaga Bubu, hanya karena ketulusan sekaligus kasih sayangnya yang begitu besar--sebuah kenyataan yang terbilang jarang dan biasanya akan dilakukan oleh kaum wanita khususnya nenek. Di mana biasanya, kebiasaan Raswin di setiap mahrib layaknya sekarang, juga menggendong atau setidaknya memangku Bubu, layaknya apa yang sedang Murni lakukan. “Kamu sudah pulang, Raf?” sapa Raswin kemudian, sambil terus melangkah menghampiri kebersamaan. “Iya, Pak. Dari sekitar pukul lima sore tadi. Tadi pas pulang, rumah sangat sepi, dan saya juga enggak lihat Bapak, jadi enggak sempat pamit,” balas Rafael yang begitu menjaga kesopanannya. “Oh … mungkin, tadi Bapak sedang mandi. Terus pas Bapak iseng nonton televisi, eh Bapak malah lihat Rina ada di televisi, di acara Talak Show-nya Ipul!” Raswin bertutur dengan sangat semangat. “Lho … kok Rina bisa ada di acara Ipul?” Murni terheran-heran. “Sama Daniel juga sih, Bu! Tapi Daniel enggak naik ke panggung!” balas Raswin masih menanggapi pembahasan Rina ada di acara Talak Show Ipul, dengan serius. Setelah menyikapi keadaan dengan senyum tipis, Rafael pun menuturkan perihal kronologi adanya Rina di acara Ipul. Karena kebetulan, Daniel sudah menghubunginya dan menjelaskan duduk perkaranya. Termasuk perihal Daniel yang sampai meminta izin karena yakin akan pulang telat tak seperti biasanya. Tak lama setelah itu, mengingat waktu mahrib juga semakin menipis, Rafael pamit ke kamar untuk mandi dan persiapan sholat. Rafael meninggalkan kebersamaan Raswin dan Murni yang diwarnai kehebohan ocehan Bubu. Karena di saat-saat tertentu khususnya ketika bersama Raswin, Bubu memang akan sangat heboh layaknya sekarang. Kenyataan tersebut juga yang membuat Bubu dicap sebagai; Anak Mbah. Di mana, yang iri bukan hanya Rafael, melainkan orang tua Rafael berikut Raden. ***  “Sayang, mandi, abis itu kita mahriban. Terus kita makan. Aku udah laper banget,” sambut Fina yang bergegas membuka kulkas. Semenjak usia kandungan Fina semakin tua kemarin, Rafael memang sengaja menyediakan kulkas di dalam kamarnya. Kulkas yang tak hanya untuk menampung ASIP, melainkan juga sederet makanan termasuk buah-buahan berikut jamu untuk Fina.  Selain itu, di luar kamar, tepatnya di lorong depan kamar Rafael, juga sampai dihiasi meja berisi microwave dan beberapa piring berikut sendok. Tentunya keberadaan mesin penghangat makanan tersebut sengaja diadakan di sana, untuk menghangatkan makanan dari kulkas, jika sewaktu-waktu, bahkan dini hari sekalipun, Fina kelaparan dan harus menghangatkan makanan dari kulkasnya.  “Kamu enggak mau mandiin aku?” celetuk Rafael dan sukses membuat Fina yang baru saja mengambil satu buah apel bahkan langsung Fina gigit, kebingungan. Fina berangsur menutup kulkasnya kemudian menatap sang suami yang ada di hadapannya dengan pandangan heran. “Bayi tua … nanti diketawain Bubu, kamu!” ujar Fina yang kemudian terkikik. Namun, ia tetap memeluk suaminya berikut menepuk-nepuk pelan punggung Rafael, beberapa kali. “Itu rame banget di luar,” ujar Fina kemudian sambil mulai menyantap buah apelnya. “Ya, begitulah Bubu kalau sudah sama Mbah Kakungnya. Mendadak heboh bahkan ceramah!” celetuk Rafael yang kemudian berlalu menuju lorong keberadaan kamar mandi, setelah sampai melayangkan ciuman asal di kening sang istri. “Hahaha … jangan gitu, Pah. Gitu-gitu, Bubu juga paling anti jauh-jauh sama kamu. Bahkan dia selalu demam di setiap kamu tinggal keluar kota.” Fina menyusul Rafael, apalagi ia tahu betul, Rafael sedang cemburu atas kedekatan Bubu dan Raswin. Seperti apa yang Fina tuturkan, Bubu juga paing anti jika harus ditinggal jauh apalagi dalam waktu lama oleh Rafael. Sempat di suatu kesempatan, Rafael yang kebetulan saat itu dinas ke Bandung mendadak pulang dini hari buta, lantaran Bubu mendadak demam tinggi dan tak kunjung berhenti menangis. Di mana, semuanya langsung beranjak reda setelah Rafael pulang dan menggendong-gendong Bubu. “Jadi, kamu masih mau cemburu?” ujar Fina setelah mengingatkan semua itu. Mengenai semua kedekatan Rafael dengan Bubu yang bahkan akan memiliki gaya tidur berikut ekspresi wajah yang sama, terlepas dari Bubu yang juga sengaja memakai gaya potongan rambut layaknya Rafael. Rafael yang sudah melepas semua kancing kemeja warna merah hatinya menjadi terdiam bahkan mayun. “Sudahlah, jangan ngambek gitu. Cepat mandi, nanti ketinggalan mahrib. Lagian kan bagus kalau Bubu dekat Mbahnya. Daripada dekat Ipul apalagi ngefans ke Ipul, kayak Daniel yang mendadak ganti haluan!” lanjut Fina lagi yang kali ini sampai menahan tawa. Karena jika dulu, kecemburuan Rafael akan terjadi ketika ada pria lain yang mendekati Fina, kini, semenjak ada Bubu, kecemburuan Rafael juga terjadi karena bayi menggemaskan itu. Ketika Bubu lebih dekat dengan pria lain bahkan meski itu Raswin. “Nanti kalau sudah empat puluh hari, Bubu juga akan menginap di rumah Popoh sama Kungkung, kan? Biar Bubu juga dekat sama Popoh~Kungkungnya?” lanjut Fina lagi.  Khusus kepada Mey dan Burhan, Bubu memang diarahkan untuk memanggil keduanya dengan panggilan khas keturunan chinese di keluarga Rafael. Popoh yang berarti nenek, sedangkan kungkung, yang berarti kakek. Tak lama setelah itu, Rafael menghela napas dalam seiring pandangannya yang menjadi tertuju pada wajah Fina. “Sini, peluk dulu, sebentar!” ucapnya. Fina yang masih mengunyah apel di dalam mulutnya, menjadi tersipu dan kemudian mendekat padanya. “Ya ampun, pesek ….” Rafael sengaja menggoda Fina. “Pesek-pesek gini, enggak kelihatan satu menit saja sudah bikin kamu kelabakan, kan?” semprot Fina yang kemudian membenamkan wajahnya di d**a sang suami. Rafael yang sudah mendekap tubuh Fina hanya tersenyum geli sambil mengelus punggung istrinya itu sarat kasih sayang. “Lain kali kalau kamu capek, lebih baik Bubu ditaruh ranjang kayak tadi, daripada ditaruh di kasur kita dan takutnya jatuh, apalagi kita sama-sama tahu, anaknya enggak mau diam dan paling anti kalau didiamkan,” tutur Rafael dengan suara lirih sarat perhatian. “Kayak papahnya juga gitu,” ujar Fina. Sudah Fina duga, sesayang apa pun Rafael kepadanya, mengenai Bubu dan Fina sampai lalai juga akan tetap mendapat teguran. “Atau lebih amannya, minta orang rumah buat bantu jaga. Kalau Ibu sama Bapak emang kebetulan enggak sempat, enggak apa-apa, kok, minta bantuan Mbak, asal kamu arahkan gimana-gimananya?” lanjut Rafael lagi. “By, kayaknya kita butuh box bayi biar kalau aku atau bapak sama ibu enggak sempat jaga Bubu, bisa sama Mbak. Nanti Bubu ditaruh ke box yang luas gitu. Box khusus bayi kan banyak!” ucap Fina bersemangat. Ia sampai menengadah dan menatap wajah Rafael dengan senyum yang sangat semringah. Rafael mengerling dan mencoba mencermati maksud sang istri. “Oke … kayaknya aku pernah lihat di toko perlengkapan bayi. Coba nanti aku kirim Otoy sama Didin buat beli. Kamu yang suruh sana.” Fina langsung terdiam bingung. “Hah? Sekarang juga?” tanyanya memastikan. Rafael langsung membalasnya dengan mengangguk santai. “Beli beberapa lho … jangan hanya satu. Satu di taruh di lantai bawah, satu di sini. Kamu aturlah.” Rafael mencubit hidung Fina yang detik itu juga langsung menyeringai, sesaat sebelum ia masuk ke toilet. “Bu, hidupmu enak banget! Kamu beruntung banget, Bu!” batin Fina yang masih menyeringai menahan panas bahkan cukup pedas di hidungnya akibat ulah Rafael. Rafael yang masih saja hobi membully hidungnya, padahal hidung Fina tidak benar-benar pesek. Hanya kurang mancung saja tak seperti Rafael sekeluarga. “Ya sudah. Aku ke Pak Didin sama Pak Otoy dulu. Biar bisa atur jadwal beli box bayi sekarang juga,” gumam Fina kemudian. Fina berlalu dari pintu kamar mandi keberadaan Rafael yang sudah tertutup rapat. Fina melangkah bersemangat sambil mengunyah apel dan sesekali mengelus punggung hidungnya yang masih terasa sangat panas. ****  Di tempat berbeda, di kebersamaan Rina dan Daniel yang sudah disertai Keandra lantaran Ipul memanggil dan mengajak pria itu untuk bergabung, suasana berbeda sungguh menghiasi kebersamaan di sana. Kecanggungan dan ketegangan menjadi warna mencolok, terlepas dari waktu yang dirasa Rina menjadi berputar lebih lambat. “Kamu di sini? Kamu mulai syuting lagi?” tanya Keandra yang langsung fokus pada Rina. Barulah, setelah menyadari Daniel ada di sana, ia juga menyapa pria itu, termasuk Rena. “Enggak juga. Cuma kebetulan,” balas Rina. Keandra yang awalnya sudah kembali menatap Rina, langsung mengangguk-angguk santai. “Ini, sengaja lagi kumpul-kumpul?” lanjut Keandra sambil menatap bingung kebersamaan di sana. “Enggak, kok. Itu tadi kan Rina sama Daniel nonton acaraku, terus Rina sekalian aku jadikan bintang tamu, Ndraaa!” jelas Ipul. Keandra langsung mengernyit heran seiring ia yang berangsur menatap wajah Rina berikut Daniel, silih berganti. “Kalian ngefans juga ke Bu Terjo?” ucapnya cukup syok. “Kamu tahu kalau hari ini, tamu di acaraku Bu Terjo, Ndaaa?” sergah Ipul antusias. Keandra langsung menatap santai Ipul. “Kamu sudah berulang kali bikin telingaku keberisikan. Setiap hari, kamu neror aku buat jadi bintang tamumu, kan?” balasnya dengan sangat santai terlepas dari ia yang memang telanjur gemas kepada Ipul. Ipul langsung tertawa lepas tak ubahnya orang tak berdosa, di mana kenyataan tersebut juga langsung membuat Daniel yang melihatnya, nyaris melakukan hal serupa. Hanya saja, Daniel sengaja menahan tawanya dengan mengulum bibirnya dan meninggalkan senyum sangat lepas di sana. “Kean, … jangan lama-lama. Dua puluh menit lagi, kita harus ke studio empat!” seru Zean yang ada di seberang sana. Di dekat koridor seberang, Zean sedang sibuk berbincang melalui sambungan ponsel. Pria itu melakukannya seorang diri dan membiarkan lalu-lalang di sekitar menjadikannya sebagai fokus perhatian. Tentunya, kenyataan tersebut terjadi lantaran semuanya mengetahui Zean sebagai manager Keandra. Dan karena itu juga, Zean akan sibuk tersenyum bahkan membungkuk hormat jika ia bertatap muka dengan orang-orang penting yang lalu-lalang di sekitarnya. Setelah sama-sama melihat ke arah Zean akibat seruan yang dilakukan yang bersangkutan, Keandra segera menatap cepat wajah-wajah di sana. “Sori, aku enggak bisa gabung lama-lama, soalnya masih ada jadwal!” sergahnya penuh sesal. “Ya sudah …,” ucap Ipul yang menjadi gelagapan lantaran pandangannya dipenuhi sosok Gress di pintu masuk depan sana. “Ndraaa, Gress tuh!” celetuk Ipul kemudian. Kehadiran Gress langsung membuat Keandra kebingungan. Keandra terlihat jelas merasa sangat tidak nyaman. “Sudah, kamu saja yang urus!” ucap Keandra kemudian yang memang menyerahkan Gress kepada Ipul. Apalagi tak lama setelah itu, Gress langsung berseru dan bergegas menghampiri kebersamaan. “Ogah, ah! Dia kan enggak viral! Apalagi yang boleh masuk ke acaraku, cuma orang-orang viral karena keunikan. Bukan kayak dia yang hanya karena kon … kon?” Ipul tak kuasa melanjutkan ucapannya lantaran ia tidak yakin dengan apa yang akan ia ucapkan. “Kon apa, yah, Beb?” lirih Ipul meminta pendapat Rena. “Kontrovesi, iihh!” ucap Rena lirih sambil mendelik kepada Ipul. “Nah, itu!” ucap Ipul yang kembali tersenyum tak berdosa. “Keand!” seru Gress tak hentinya berusaha mencuri perhatian Keandra. “Sori, ya … aku harus pamit. Oh, iya, Rin. Ada salam dari Mamah!” ucap Keandra yang bergegas meninggalkan kebersamaan. “Pul, itu Gress buat kamu saja!” sergah Keandra sambil melangkah tergesa meninggalkan kebersamaan. “Sembarangan kamu Keand! Ngajak gelut, kamu!" seru Rena sambil mendelik pada Keandra yang kemudian menoleh dan tertawa. “Sudah, Beb. Jangan cemburu. Siapa juga yang mau sama Gress!” ujar Ipul mencoba menenangkan Rena. “Kalau enggak ada Gress, pasti Keandra masih betah di sini,” bisik Daniel tepat di sebelah telinga Rina. Rina langsung menengadah dan menatap wajah Daniel. “Hubungan kami sudah seperti kakak dan adik, Beb!” semprotnya yang sengaja mempertegas panggilannya terhadap Daniel. Daniel langsung mendelik tak percaya. “Pulang, yuk? Aku juga enggak nyaman kalau sudah ada Gress!” sergah Rina kemudian dan sampai mendekap erat sebelah lengan Daniel. “Ren … bubar, Ren!” lanjutnya sengaja memberi Rena kode. Rena yang juga merasa tak nyaman, melakukan hal serupa. Ia mendekap erat sebelah lengan Ipul dan kemudian sampai memimpin langkah. “Kak, kita makan di rumah saja, ya?” ujar Rina sambil kembali menatap wajah Daniel. “Rumahku, ya?” balas Daniel cepat sekaligus bersemangat. Rina yang tersipu langsung mengangguk. “Aku telepon Mamah, pasti Mamah langsung seneng banget!” sergah Daniel lagi yang menjadi sangat semringah. Melihat keantusiasan Daniel yang menjadi berubah drastis dari ketika sedang bersama Keandra, Rina yakin, tadi itu, kekasihnya benar-benar cemburu! “Haiii, Dan … kamu masih di Indo saja?” sapa Gress, tapi Daniel hanya menatap sekilas sambil terus melangkah bersama Rina. “Sombongnya tuh orang! Awas saja, pasti nanti kukejar!” cibir Gress yang kemudian memfokuskan diri kepada Ipul. “Pul … Pul …? Kapan kamu undang aku buat ke acara kamu? Acaramu keren banget lho, Pul! Aku maulah, jadi tamu juga di acaramu!” rengek Gress sambil berjalan manja ke arah Ipul. Rena semakin menarik paksa Ipul sambil menatap tajam ke arah Gress. “Ya ampun nenek sihir, pria karbitan macam Ipul saja dikekep sekencang itu! Dikiranya, aku doyan apa!” batin Gress sambil menatap sebal Rena. Sungguh, ia tak dapat apa-apa, lantaran semua orang langsung sibuk meninggalkannya. “Dikiranya aku enggak tahu, apa, akal busuk dia?” batin Rena yang langsung mendengkus dan menepis tatapan sebal Gress. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD