Kabur

737 Words
“Tarik semua fasilitas Olivia jika dia menolak untuk dijodohkan. Hidupnya sudah terlalu enak, tapi terus saja membangkang.” Masih terngiang dengan jelas ucapan terakhir sang Ayah dalam pikiran Olivia. Gadis cantik berusia 25 tahun yang bernama lengkap Olivia Jonshon itu tengah berlari secepat mungkin menjauh dari kediamannya, tanpa mengenakan alas kaki. Gadis itu benar-benar nekat untuk kabur dari rumah, karena tidak mau dijodohkan dengan pria yang sama sekali tidak dia sukai. Di ujung jalan sana, sebuah mobil sedan berwarna hitam pekat tengah menunggu kedatangan Olivia. Seseorang berpakaian serba hitam keluar dan segera membukakan pintu mobil untuk sang puan. “Sialan! Aku pikir kau penjahat, Alfred!” seru Olivia sedikit kaget dengan presensi Alfredo—asisten pribadi sekaligus pengawalnya. Memang bukan salah Olivia jika berpikir bahwa Alfredo seorang penjahat. Sebab dari penampilannya saat ini memang sangat mirip dengan seorang penjahat. Tinggal memakai topeng saja, maka sudah 100% mirip. “Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud untuk membuat Anda terkejut.” sahut Alfredo. “Silahkan masuk, Nona Oliv.” Olivia buru-buru masuk ke dalam mobil tersebut, dan mengabaikan ponsel Alfredo yang tampak menyala di genggaman tangan pria itu. Olivia sebegitu percayanya pada Alfredo. Bahkan dia menganggap Alfredo seperti paman sekaligus temannya sendiri. Alfredo memang selalu bisa Olivia andalkan. Dan selalu bisa diajak untuk bekerjasama. Termasuk masalah kabur-kaburan saat ini. “Menurutmu, apakah Ayah akan mencariku dan memohon-mohon padaku untuk kembali ke rumah?” tanyanya tiba-tiba pada Alfredo yang sedang fokus mengemudi. Olivia mendekatkan dirinya pada kursi bagian depan. Sedikit melongokkan kepalanya di samping Alfredo. Memang sudah biasa gadis tersebut seperti itu. “Jawab, Alfredo. Menurutmu bagaimana? Ayah akan mohon-mohon padaku dan akan membatalkan perjodohan itu, iya kan? Ayah sangat sayang padaku, jadi aku yakin, sebentar lagi Ayah akan mohon-mohon padaku untuk kembali dan menuruti apa saja kemauanku. Termasuk membatalkan perjodohan itu.” Olivia tersenyum dengan penuh percaya diri. Dia benar-benar yakin sekali dengan pilihannya saat ini. Karena Olivia tau, meskipun sang Ayah sangat galak, tapi begitu menyayangi Olivia. Sejak dulu, tidak pernah mengatakan tidak. Ya, walaupun Olivia harus merengek terlebih dahulu atau kabur-kaburan seperti saat ini. Semuanya harus ada yang dikorbankan. “Apa Anda seyakin itu, Nona?” Olivia mengangguk dengan cepat. “Aku tidak akan mungkin membuat skenario kabur dari rumah jika tidak yakin, Alfredo. Pasti Ayah akan memintaku kembali. Daripada harus kehilangan anak, tentu Ayah akan menuruti keinginanku untuk membatalkan perjodohan itu. Kau tau kan, aku tidak suka laki-laki spek pulu-pulu. Jelek sekali, perutnya gendut.” Alfredo terkekeh, “Nona, sepertinya Anda salah paham. Pria yang akan dijodohkan dengan Anda itu tampan, masih muda. Perutnya juga tidak buncit.” “Hei, kau sedang mencoba untuk mengelabuhi ku ya? Kedua mataku ini masih sangat sehat, Alfred! Aku bisa melihatnya dengan jelas. Pria itu memang spek pulu-pulu, benar-benar jelek.” “Astaga, terserah Nona saja kalau begitu.” sahut Alfredo yang lebih memilih untuk mengalah. Karena jika dilanjutkan, maka Olivia tidak akan pernah bisa dihentikan. Sebab perempuan itu memang suka sekali diajak berdebat. “Oh ya, koperku sudah kau amankan, kan?” “Sudah, Nona. Semuanya sudah saya bawa ke rumah kedua saya.” Tujuan mereka saat ini memang ke rumah kedua milik Alfredo. Rumah yang memang tidak ditempati oleh Alfredo, sebab terlalu kecil baginya yang sudah berkeluarga. Ini satu-satunya tempat persembunyian yang baik untuk Olivia. Sebab tidak mungkin gadis itu bersembunyi di villa keluarga atau apartemen. Ini semua dilakukan agar Tuan Jonshon—Ayah Olivia percaya jika Olivia benar-benar nekat, benar-benar rela meninggalkan semuanya karena tidak mau dijodohkan. “Oh iya, mampir ke minimarket 24 jam. Aku butuh alas kaki.” “Untuk sementara, pakai saja sepatu saya dulu, Nona.” ujar Alfredo. Namun, Olivia tampak diam. Seperti enggan untuk memakainya. “Tenang saja Nona, sepatunya bersih. Belum saya pakai. Jadi tidak bau sama sekali.” Olivia mendengus. “Bukan masalah masih baru atau tidak. Sudah kau pakai atau belum. Tapi masalahnya itu, ukuran sepatumu sangat besar sekali, Alfredo. Jika aku memakainya, sama saja bohong. Bisa lepas sendiri dari kakiku.” “Kalau begitu, nanti beli saja, Nona.” “Aku kan juga bilang begitu tadi.” sahut Olivia dan Alfredo hanya mengangguk mengiyakan saja. Sesampainya di sebuah minimarket 24 jam, Olivia turun dari mobil dengan santai. Tidak merasa jijik sama sekali meski harus berjalan tanpa menggunakan alas kaki. Olivia membeli sandal untuk dia pakai. Sekalian menarik sejumlah uang dari mesin ATM untuk pegangan. Jaga-jaga jika dia membutuhkan uang secara mendesak dan Alfredo sedang tidak ada di sampingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD