Suara klakson terdengar diluar sana. Helena bergegas ke teras memakai sandalnya, bukan high heels, melainkan sandal teplek.
Helena melambaikan tangan kepada ponakannya dan menyuruh ponakannya menutup pintu. Helena naik ke mobil Rina yang kini terparkir di depan pagar rumah.
“Kamu pakai apa ini?” tanya Helena, ketika melihat Rina memakai gaun yang ada belahan dipahanya.
“Aku pakai gaun lah, Helena. Kamu nggak lihat ini?”
“Aku lihat, tapi apa harus seseksi ini? Nggak juga, ‘kan?”
“Bos-bos akan ada di pesta itu, jadi nggak apa-apa donk, aku pakai gaun ini.” Rina menggeleng jika harus berdebat masalah pakaian pada sahabatnya yang kuno itu.
“Emangnya di pesta itu hanya ada kamu? Semua wanita bakal berkumpul juga loh, jadi ngapain menampakkan tubuhmu seperti ini? Ini namanya melanggar kodrat wanita yang harus menutup auratnya.”
“Temanya kan cocok, ini party, jadi aku harus menyesuaikan apa yang ku kenakan. Berbicara melanggar kodrat, kamu pun sudah melanggar kodrat, Ela. Kamu berpakaian seperti itu, sama saja sepertiku, wanita yang seharusnya nggak melanggar kodrat ya seperti perempuan berhijab,” kata Rina.
“Terus bagaimana dengan kamu? Pakaianmu dengan acara ini juga nggak cocok loh, jadi kamu nggak usah menasehatiku.” Rina tidak mau kalah.
“Aku nggak kayak kamu yang memiliki pakaian dan high heels seperti itu, jadi nggak apa-apa kan, aku tampil apa adanya?”
“Ya nggak apa-apa sih, tapi—“
“Cukup! Jangan membuat moodku hilang, Rina! Aku bisa turun kapan saja dari mobilmu ini!” ancam Helena, membuat Rina menutup bibirnya rapat.
“Dasar!” gumam Rina, menutup bibirnya rapat.
****
Sampai di sebuah hotel bintang lima, Helena dan Rina masuk kedalam aula, dimana semua karyawan sudah berkumpul.
Helena mengedarkan pandangannya dan seketika merasa risih melihat pakaian-pakaian yang dikenakan para wanita yang hadir diparty ini, ada yang memakai busana semi formal yang belahan pahanya terlihat, ada yang mengenakan lace dress yang belahan dadanya terlihat, ada yang memakai gaun tipis, sedangkan hanya dia yang kini memakai dress bunga terang dengan sandal teplek. Lucu sekali. Helena melihat dirinya dipantulan marmer hotel.
“Ish. Pada keganjenan deh,” sindir Helena.
“Bukan ganjen, La. Tapi … modis, wajar donk semua wanita di sini tampil cantik, kan mereka hanya ingin terlihat menarik,” jawab Rina.
“Modis apanya, pada kelihatan gitu auratnya.”
“La–“
“Cukup! Aku mau ke toilet dulu. Aku kalau tetap di sini jadi risih,” kata Helena.
“Jangan lama-lama, bentar lagi acara udah dimulai loh.” Rina berteriak.
“Iya, Bawel,” jawab Helena, berjalan menjauh dari keramaian, lalu berjalan menuju belakang aula.
Tak sengaja Helena menubruk seseorang ketika sedang berjalan mencari toilet.
“Maaf. Saya tidak sengaja.” Helena menundukkan kepalanya. Lalu, mendongak melihat seorang pria tampan yang kini tengah menatapnya dari atas sampai bawah kaki. Tampan sekali, berhasil membuat Helena sempat tak berkedip saking terpananya. Manik mata coklat itu mampu menyihir Helena saat ini.
“Kamu anggota perusahaan ini?” tanya pria itu.
Helena mengangguk. “Iya.”
Pria itu kembali melihat atas sampai bawah kaki Helena, sepertinya ia sedang memastikan sesuatu.
“Ada apa anda lihat-lihat? Macam orang m***m,” tanya Helena, lalu melangkah mundur.
“Kenapa wanita secantik kamu bicaranya kasar? Kita baru bertemu, namun kamu berbicara seakan-akan kamu mengenal saya, langsung mengatai saya kasar.” Pria itu bernama Arsen Putra Arbayu.
“Saya tidak kasar. Wajar donk bagi wanita seperti saya mengatakan itu ketika anda melihat saya dari ujung kaki sampai ujung rambut, malah anda yang terlihat kasar.” Helena tidak mau kalah.
Ketika Arsen hendak mengatakan sesuatu, Helena menyerobot. “Sudah ya, saya sedang mencari toilet.”
Arsen tertawa kecil melihat sikap Helena yang apa adanya, Helena mampu membuat rahang sekeras Arsen tersenyum.
Helena sejenak berbalik lalu melanjutkan langkah kakinya, namun salah satu bunga yang dipajang didekat aula hotel membuat dress bunga wanita sederhana itu sobek. Sedangkan, Arsen masih menatap punggung Helena dengan seksama.
Helena kembali berbalik menatap Arsen dengan tatapan intimidasi, Helena merasa malu harus membuat dirinya seperti ini didepan seorang pria tampan. Helena kembali berjalan menjauh dan mendapatkan toilet diujung sana, ia segera masuk menjauh dari pria yang tidak di kenalinya itu.
Helena mengumpat dirinya dalam bilik. “Kenapa ini harus terjadi di tempat seperti ini sih? Memalukan.”
Helena memukul kepalanya pelan dan mencoba menelpon Rina, namun Rina tidak mengangkatnya, suara keramaian didalam aula hotel membuat Rina tidak mendengar dering ponselnya. “Aku harus bagaimana ini?”
Setelah beberapa menit berkurung diri di balik bilik, Helena keluar dari toilet sambil memegang ujung dressnya, membuat pahanya harus terlihat, Helena merasa bingung, dia tidak mungkin kembali ke aula karena ia pasti akan menjadi bahan tontonan.
Helena melihat pria yang tadi ia tubruk tengah bersandar ditembok tepat didepan toilet wanita.
Helena mengernyitkan dahinya, alisnya nyaris bertaut sempurna. “Apa-apaan ini? Kenapa kamu di sini?” tanya Helena, lalu menggenggam kuat ujung dressnya.
Arsen mendekati Helena seraya membuka jasnya, Helena mundur beberapa langkah dan berhasil membuat dirinya terjebak tembok dibelakangnya.
Arsen melilitkan jasnya ke pinggang Helena agar sobekan yang membuat paha putih wanita itu, jadi bisa tertutupi. Perlakuan itu manis sekali, membuat wanita cantik itu membulatkan matanya penuh, nyaris membuat jantungnya melompat.
“Anda sebenarnya siapa?” tanya Helena.
“Tidak penting saya siapa, yang terpenting kamu sudah bisa berjalan tanpa menggenggam ujung dressmu,” jawab Arsen. Manis sekali.
“Tapi—“
“Sampai ketemu lagi.” Arsen tersenyum, lalu berjalan meninggalkan Helena yang tengah tertegun kagum.
Pria itu membuat rasa penasaran Helena menguasai hatinya, ada rasa bersalah didalam hati Helena ketika dengan lantang mengatai pria sebaik itu adalah pria m***m. Karena berkat pria itu, Helena merasa terselamatkan.
“Kamu darimana aja, sih? Terus, ini apa lagi? Jas siapa ini?” Baru saja sampai kembali ke aula, namun Rina langsung menghadang jalan Helena dengan melontarkan beberapa pertanyaan.
“Aku sejak tadi menelponmu, kenapa nggak kamu angkat, sih?”
“Aku nggak denger, kamu kan tahu di sini berisik banget,” jawab Rina.
“Hei, Rina, Helena.” Mita menyapa ketika datang bersama dua temannya.
“Hai!” jawab Rina, sedangkan Helena hanya mengangguk seraya tersenyum.
“Kamu pakai apa , La? Jas itu terlihat mahal,” tanya Nia.
“Ini—“
“Kamu pakai dress bunga? Pakaianmu itu nggak cocok berada di sini, pakaianmu itu cocoknya ngehadirin ulang tahun anak-anak.” Jojo sengaja menyindir.
“Iya ya. Lagian mbak Koila kan udah ngomong deh pakai gaun seksi kayak kita-kita ini, tapi kenapa kamu pakainya dress plus jas mahal itu.” Yana menimpali.
“Kalian kok ngomongnya kayak gitu? Terserah apa yang dipakai Helena donk, kan dia yang pakai, jadi apa saja yang nyaman baginya itu sah-sah saja.” Rina menggelengkan kepala.
“Iya, tapi—“
“Perhatian semuanya.” Suara MC dari arah depan terdengar mendengung, membuat semuanya bergegas berkumpul didepan.
“Ayo, La,” ajak Rina.
“Udah. Aku di sini aja.” Helena menggeleng.
“Ayo!” Rina menarik sahabatnya kedepan dan berbaur dikeramaian. Helena menghela napas, melihat semangat Rina.
“Terima kasih buat kawan-kawan yang sudah hadir di sini untuk meramaikan acara penyambutan CEO baru kita, malam ini juga CEO kita sudah bergabung dengan kita malam ini. Berikan tepuk tangan yang meriah,”
Suara sorakan beserta tepuk tangan meramaikan aula menyambut seorang pria yang begitu tampan, tinggi, yang terlihat seperti sebuah pahatan yang indah naik ke atas panggung dengan senyum sumringah, mampu menyihir para wanita yang kini tengah menatapnya tanpa berkedip. Namun berbeda dengan Helena yang kini tengah menatapnya heran sekaligus penasaran, pria itu adalah pria pemilik jas yang kini menutupi sobekan dressnya.
“Selamat malam semuanya,” sapa Arsen.
“Selamat malam,” jawab semuanya secara bersaman.
“Perkenalkan nama saya Arsen Putra Arbayu, saya akan bekerja dengan menduduki jabatan CEO dan mulai bekerja besok, mohon kerja samanya. Dan, terima kasih untuk sambutan meriah ini.” tutur Arsen, membuat semuanya tersenyum kagum, usia muda namun sudah mampu menjabat posisi tertinggi di perusahaan.
Arsen mengedarkan pandangannya dan menatap Helena yang tengah merunduk, karena tidak ingin mata mereka bertemu.