Bab 18. Bertahanlah Kana! (part 2)

1189 Words
“Apa-apaan ini?! Kenapa kalian berdua bergandengan tangan begitu?!” tanya Grace tak suka. “Ck, nanti kujelaskan Ma. Kana kamu duduk disini, tunggu aku sebentar!” ucap Jiyo kembali menarik Kana untuk duduk di sofa yang tak jauh dari mereka berdiri lalu meninggalkan Kana bersama sang ibu yang menatap mereka bingung. Spontan Grace menghampiri Kana dan gadis itu segera berdiri ketika melihat ibu dari Jiyo mendekati dirinya. “Duduk!” suruh Grace pada Kana sambil ia pun duduk disofa yang tak jauh dari Kana. “Kamu Kana, kan? Asisten pribadi Jiyo bukan?” tanya Grace seolah memastikan status gadis itu. “Iya ibu, saya Kana asisten pribadi pak Jiyo,” jawab Kana pelan menahan rasa takut setengah mati. “Sudah ada 3 orang asisten pribadi untuk Jiyo selama ia bekerja, tetapi baru kali ini saya lihat ia menggenggam tangan anak buahnya. Rasanya kok tidak professional ya, jika kalian ternyata ada hubungan kerja sekaligus hubungan asmara!” tegur Grace dengan suara yang begitu tenang tetapi menakutkan untuk Kana. “Bukan bu! Saya tidak ada hubungan asmara dengan pak Jiyo!” ucap Kana segera mencoba meluruskan persepsi Grace tentang hubungannya dengan Jiyo. “Pak Jiyo sudah memiliki kekasih lain, sama-sama satu kantor tapi bukan saya,” ucap Kana mencoba membela diri. “Apa?! Dasar anak itu, gak profesional! Tapi kalau kalian tidak punya hubungan seharusnya kamu juga bisa menjaga sikap, Kana. Saya tahu kamu gadis baik, tapi jangan mau semudah itu dipegang dan disentuh oleh orang lain!” “Bukan bu, saya…” “Kana! Ayo kita pergi!” ajak Jiyo yang tiba-tiba muncul di antara Kana dan ibunya dan kembali menarik tangan Kana untuk berdiri dan mengikuti dirinya. “Bapak! Lepas! Ibu Grace jadi salah paham!” ucap Kana cepat sambil melepaskan tangan Jiyo dari tangannya. Tapi Jiyo tampak tak peduli dan kembali mengambil tangan Kana setelah berpamitan pada sang ibu. “Ibu saya pamit … tapi saya gak ada hubungan …” ucap Kana pada Grace sambil berjalan terseret-seret sebelum akhirnya ia keluar dari pintu utama rumah bersama Jiyo. Jiyo segera membukakan pintu mobil untuk Kana dan menyuruh gadis itu masuk. Kana hanya bisa menurut duduk termenung dengan tenggorokan tercekat. Ia berusaha keras untuk tidak menangis saat Jiyo masih mengomel memarahinya soal Elena. “Bapak, bukan gitu… tolong dengarkan saya dulu,” ucap Kana dengan suara pelan. Tapi Jiyo yang tengah emosi sibuk meluapkan perasaannya sedangkan Kana tengah berjuang menahan tangis sambil menatap Jiyo sedih karena tak ingin mendengar penjelasannya. Airmata Kana pun meledak karena tak bisa menahan lagi perasaannya. Ia merasa sedih selalu terjebak dalam waktu yang salah. Ia merasa sedih karena tak pernah punya kesempatan untuk berbicara mengeluarkan perasaannya. Melihat Jiyo yang marah padanya membuat Kana merasa sangat terluka. Melihat Kana menangis, Jiyo segera menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Lalu segera membuka safety beltnya agar bisa memeluk Kana yang tengah menangis sampai sesegukan. “Maafkan aku, Kana…. Maafkan aku karena terlalu emosi…” bisik Jiyo memeluk Kana erat dan merasa menyesal melihat gadis itu menangis sedih. “Stt, maafkan aku yaa… ayo kita cari tempat untuk berbicara … kamu mau es krim?” bujuk Jiyo sambil menghapus airmata Kana perlahan berkali-kali. Kana menggelengkan kepalanya perlahan masih menangis, “Saya mau pulang aja pak,” ucap Kana pelan. Jiyo pun mengangguk sambil mengucap pipi Kana yang masih basah karena airmata. Sesampainya di depan tempat kost, Kana segera turun tanpa mengucapkan apa- apa pada Jiyo. Gadis itu berlari masuk ke dalam kamarnya dan kembali menumpahkan air matanya sampai ia merasa puas dan akhirnya duduk termenung. Kana tersadar dari lamunannya saat pintu kamarnya diketuk. Perlahan Kana membuka pintunya sedikit dan melihat security kost-an nya berada didepan kamar. “Ya pak?” tanya Kana sambil menutupi wajahnya yang sembab dengan rambut. “Pacarnya minta ijin buat ngobrol dikamar sama mbak Kana, dari tadi dia nunggu didepan pintu.” “Pacar?” tanya Kana bingung lalu terlihat Jiyo tengah berdiri membawa plastik makanan di tangannya. “Hai sayang …,” panggil Jiyo segera mendekati pintu kamar Kana dan membukanya lebar sehingga ia bisa masuk sebelum Kana menyadari. “Sok diselesaikan dulu urusannya, jangan berantem terus ya neng … tapi pintu kamar gak boleh tertutup rapat, biar bapak bisa lihat dari sini,” ucap sang security pada Kana dan Jiyo. Jiyo pun mengangguk dan membuka pintu kamar kost-an Kana cukup lebar. “Bapak mau apalagi sih?” tanya Kana dengan suara lemah, sudah tak bertenaga untuk melawan Jiyo sambil berjalan perlahan menuju ranjangnya. Jiyo segera menarik Kana kedalam pelukannya dan memeluk Kana begitu erat. “Aku mau minta maaf sama kamu karena sampai membuatmu menangis begini … maafkan aku ya,” bisik Jiyo sambil menatap Kana sedih saat melihat mata Kana sembab dan bengkak karena menangis. Kana mendorong Jiyo perlahan sehingga ia bisa melepaskan diri dari pelukan atasannya itu. “Makanya bapak jauh-jauh dari aku … setiap berada didekat bapak, ada saja kejadian yang salah!” keluh Kana dengan suara pelan. “Nggak! Aku gak mau! Aku gak mau!” ucap Jiyo merengek dan kembali memeluk Kana. “Ihhh bapak! Jangan gini! Bapak gak boleh peluk-peluk aku seperti ini! Ingat bu Grace! Ingat mbak Hera pak! Bapak itu atasan saya … “ “Aku suka kamu, Kana…,” “Tapi saya gak suka bapak! Bapak playboy! Kalau bapak begini terus, saya resign aja!” ancam Kana kesal dan mencoba melepaskan diri dari Jiyo. “Ok! Ok! Aku gak mau kamu resign, tapi please biarkan saya meminta sesuatu!” ucap Jiyo segera melepaskan pelukannya mendengar ancaman Kana. “Apa?” Cup. Sebuah kecupan tiba-tiba mendarat dibibir Kana dengan lembut. Kana hanya bisa terdiam sesaat sebelum akhirnya ia kembali menangis. “Kana … jangan menangis lagi dong….” “Bapak jahat! Tolong ngertiin saya dong pak … saya cuma butuh kerja … uang yang saya hasilkan itu sangat berharga buat saya dan ibu saya. Jangan goda saya seperti ini … saya cuma mau kerja pak, gak mau terlibat dengan semua drama kehidupan bapak dan juga kisah cinta bapak… “ isak Kana sambil menangis karena merasa kesal dengan sikap Jiyo yang selalu mengacak - acak perasaannya. “Tolong saya,” ucap Kana lirih sambil terus menangis. Jiyo terdiam dan melihat Kana yang tengah terduduk di ranjangnya kembali menangis sedih. Entah mengapa ucapan Kana menohok perasaan Jiyo. Tiba-tiba ia merasa malu pada Kana yang berusaha teguh untuk tetap profesional. Gadis ini tak seperti perempuan lain yang mengejar cintanya. Jiyo duduk bersimpuh dihadapan Kana dan menggenggam kedua tangan gadis itu erat. “Baiklah … kalau itu yang kamu mau. Maafkan aku karena telah bersikap buruk dan menyakitimu. Tapi aku memang menyukaimu, Kana. Tapi aku tak bermaksud sampai melukai hatimu sedalam ini. Serahkan urusan tante Elena padaku, dan mulai senin nanti kita akan benar-benar bersikap profesional seperti biasanya. Aku tak akan menggodamu seperti ini lagi. Aku janji.” Mendengar ucapan Jiyo, Kana mengangkat wajahnya dan melihat atasannya duduk bersimpuh dan menatapnya tulus. Melihat Kana mengangguk, Jiyo pun tersenyum dan membelai rambut gadis itu dengan perasaan sayang. “Aku bawa makanan untuk kamu, dimakan ya. Sekarang aku pamit pulang dulu. Sampai bertemu hari senin, Kana,” pamit Jiyo segera berdiri dan keluar dari kamar Kana tak menoleh lagi. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD