Bab 18. Bertahanlah Kana! (part 1)

1444 Words
“Pagi Kana…,” sapa Hera ketika masuk ke dalam ruangan kerja mereka dan menemukan Kana tengah duduk di cubiclenya sambil melamun. “Pagi mbak … kok pagi banget datangnya? Ada meeting pagi,kah?” tanya Kana melihat Hera yang datang jauh lebih pagi daripada biasanya. “Nggak ada meeting pagi, hari ini aku memang ingin datang lebih dulu daripada biasanya. Kamu sendiri jam segini udah sibuk kerja aja,” jawab Hera sambil meletakan tasnya lalu berjalan mendekati cubicle Kana. “Aku sedang mengerjakan urusan administrasi mbak, soalnya kalau pak Jiyo sudah datang, pasti dia akan suruh aku kesana kesini jadi aku butuh waktu untuk mengerjakan report - report ini.” Mendengarkan ucapan Kana, Hera hanya tersenyum dan menatap gadis itu dalam. Sepertinya Kana sudah banyak berubah sejak menjadi asisten pribadi Jiyo. Ia tampak lebih gesit dalam bekerja dan berpenampilan lebih baik. Kini, rekan kerja pria di kantor, banyak yang mulai memperhatikan Kana walau gadis itu tak pernah berusaha untuk menonjolkan diri. Walau Kana dan Jiyo selalu terlihat profesional, tetapi tak bisa dipungkiri Hera merasa Jiyo memiliki perhatian pada Kana. Mirna mantan asisten pribadi Jiyo yang sebelum Kana adalah asisten pribadi yang paling dekat dengan keluarga Jiyo, tetapi ia jarang sekali untuk datang di akhir pekan kerumah Jiyo jika tidak ada urusan yang sangat penting. “Kana…” panggil Hera perlahan sambil duduk dihadapan Kana. “Ya mbak?” “Aku butuh pertolonganmu,” ucap Hera sambil menatap Kana dalam. “Ada apa ya mbak?” tanya Kana sedikit gugup dengan ucapan Hera. Perempuan cantik itu segera menggenggam kedua tangan Kana perlahan dan menatap Kana penuh mohon. “Tolong bantu aku untuk bisa lebih dekat dan memiliki banyak waktu dengan mas Jiyo…,” bisik Hera perlahan tetapi cukup keras untuk terdengar di telinga Kana. “Loh, bukannya mbak Hera dan pak Jiyo memang sudah menjalin hubungan?” tanya Kana mencoba berusaha untuk tenang dan mencoba mendengar permintaan Hera. “Kami memang sedang pendekatan, masih saling penjajakan satu sama lain, apalagi hubungan kami masih baru … masih seumur perpindahan kita ke lantai 9 ini. Aku butuh bantuanmu Kana, karena seperti yang kamu tahu, cukup sulit untukku membuat hubungan yang berkualitas dengan mas Jiyo. Selain kesibukannya, kami juga sulit bertemu jika bukan di kantor. Aku butuh kamu agar aku bisa memiliki banyak waktu untuk bertemu mas Jiyo.” “Akh mbak, tenang saja … aku yakin pak Jiyo suka sama mbak Hera. Apalagi mbak Hera sangat cantik, cerdas dan berprestasi dalam pekerjaan. Cocok banget buat dampingi pak Jiyo,” ucap Kana tulus sambil menatap Hera kagum. “Akh, tidak sesimple itu Kana … orang tua Jiyo tidak akan mudah untuk bisa menerimaku, karena aku pernah menikah dan bercerai walau tidak ada anak. Mas Jiyo adalah anak tunggal dan tumpuan masa depan kedua orang tuanya. Bagaimanapun mereka menginginkan istri yang terbaik untuk mas Jiyo. Aku harus berusaha keras untuk mendapatkan kepercayaan itu,” ucap Hera sambil menghela nafas panjang. Mendengar ucapan Hera, Kana spontan menundukkan kepalanya perlahan. Untuk seorang Hera yang cantik dan cerdas, ia masih berjuang untuk mendapatkan perhatian orang tua Jiyo. Membandingkan dengan dirinya saja, membuat Kana malu karena berani naksir atasannya sendiri. “Ayo semangat mbak! Aku yakin mbak Hera bisa menjadi pendamping pak Jiyo! Buatku mbak Hera sudah memiliki segalanya dan membanggakan!” ucap Kana yakin menyemangati Hera. “Akh, kamu pinter banget mujinya, bikin aku jadi malu … makasih ya Kana … semoga kamu benar-benar bisa membantuku untuk meyakinkan Jiyo untuk memilihku. Aku suka banget sama atasan kamu itu, Kana,” ucap Hera tersipu malu sendiri dan menatap penuh mohon pada Kana. Kana hanya bisa diam dan mengangguk perlahan. Mendengar ucapan Hera yang begitu menyukai Jiyo membuat Kana semakin tersadar untuk menjaga jarak dengan atasannya. *** Kana mengusap betisnya perlahan yang terasa begitu pegal. Akhirnya ia bisa beristirahat setelah bekerja seminggu penuh tanpa jeda mengikuti Jiyo kesana kemari tanpa henti. Tidak hanya hari kemarin, tetapi sudah seminggu ini Kana menempel pada Jiyo kemanapun Jiyo pergi. Entah karena kesibukan mereka, Kana dan Jiyo kembali jarang berbicara satu sama lain. Tetapi Kana merasa kali ini Jiyo yang menjaga jarak pada Kana sejak kejadian terakhir. Sang bos kini jarang sekali menatap wajahnya saat berbicara dan hanya berkata yang singkat-singkat saja. Ada perasaan tak enak dihati Kana yang melihat perubahan sikap Jiyo, tetapi ia juga sadar bahwa ia juga yang meminta Jiyo untuk seperti itu. Mungkin Jiyo merasa tersinggung tetapi hal ini adalah yang terbaik untuk Kana, sehingga ia tak lagi memiliki harapan lebih pada Jiyo. Belum lagi, diam-diam Hera selalu bertanya pada Kana apa yang tengah Jiyo lakukan dan kemana dirinya jika sedang tidak berada dikantor membuatnya semakin menutup dirinya dari Jiyo. Sabtu pagi ini adalah Sabtu pagi yang menyenangkan untuk Kana karena akhirnya ia bisa beristirahat dengan tenang dan bermalas-malasan. Ternyata dugaan Kana salah, ia masih belum bisa beristirahat dengan tenang karena sebuah pesan masuk dari Elena yang menyuruhnya datang siang ini. “Aku ingin mengajakmu makan siang, berdandan lah! Aku tunggu jam 11 siang dirumah,” pesan Elena pada Kana. Kana langsung tersedak membaca tulisan Elena, ia merasa ragu untuk datang. Apalagi Jiyo pernah berpesan apapun yang berhubungan dengan Elena, Kana harus menyampaikan padanya. Tapi Kana merasa tak enak untuk memberitahu Jiyo bahwa Elena mengajaknya makan siang bersama, apalagi sikap Jiyo yang dingin selama seminggu ini padanya. Walau ragu, Kana memutuskan untuk datang karena tak enak menolak keinginan Elena. “Baik bu, saya akan datang tapi mungkin saya sedikit terlambat,” balas Kana cepat. Tepat pukul 11.00, Kana tiba dikediaman Elena. Rumah besar itu tampak sepi dan Kana disuruh masuk dan menunggu di ruang tamu. Di depan halaman rumah ada mobil lain yang terparkir yang belum pernah Kana lihat sebelumnya. Kana pun masuk dan menunggu diruang tamu. Wajah asisten rumah tangga itu tampak seolah ingin memberitahu Kana sesuatu tetapi mereka ragu. “Mbak Kana tunggu disini aja, nanti saya kasih tahu ibu kalau mbak Kana sudah datang.” Kana hanya mengangguk dan duduk dengan tenang sambil membaca majalah fashion yang tergeletak diatas meja. Tak sadar ia menunggu cukup lama, sampai akhirnya seseorang keluar dari dalam rumah Elena tampak terburu-buru sambil merapikan rambutnya lalu duduk menempel di samping Kana. Dom. “Loh, mas Dom ada disini?” tanya Kana bingung sambil menatap Dom yang tampak sedikit terengah-engah lalu duduk begitu dekat dengan Kana. “Hai Kana,” sapa Dom tampak sedikit gugup dan sesekali menoleh kearah pintu penghubung antara rumah Elena dan keluarga Jiyo. Belum sempat Kana bertanya ada apa, tiba-tiba seseorang masuk dan membuka pintu penghubung itu dengan sedikit kasar. Terlihat Jiyo masuk dan tampak terkejut melihat Dom dan Kana duduk mesra berdua di sofa. “Apa-apaan kalian?! Mana tante Elena?!” ucap Jiyo dengan nada kesal sambil menarik Kana berdiri sehingga gadis itu sempoyongan. “Bapak …” panggil Kana bingung dan takut melihat raut wajah Jiyo yang berubah marah dan menatap Dom tajam sambil melihat ke sekeliling rumah mencari sang tante. “Aku disiniii….,” pekik Elena dari dalam lalu terlihat perempuan itu keluar hanya mengenakan pakaian tidur dan kimono satinnya. “Kalian jika ingin berbuat m***m jangan disini!” bentak Jiyo marah pada sang tante sambil masih memegang lengan Kana dengan kuat. “Apaan sih kamu, Jiyo?! Datang-datang main nuduh!” ucap Elena dengan nada tak kalah tinggi. “Trus kamu?! Sudah kubilang jika berhubungan dengan tante Elena harus bilang padaku, apapun itu!” bentak Jiyo memarahi Kana yang masih berdiri bingung. “Aku mengundang Kana kemari untuk mengajaknya makan siang!” ucap Elena cepat mencoba memberitahu mengapa ada Kana dirumah itu. “Makan siang?! Bilang saja kalau kalian berdua ingin menggunakan gadis ini untuk menutupi hubungan kalian berdua agar bisa berjalan-jalan diluar sana! Mulai hari ini stop untuk menggunakan Kana!” ucap Jiyo dengan suara menggelegar dan segera menarik Kana untuk mengikutinya keluar dari rumah Elena. Kana hanya bisa berjalan setengah berlari mengikuti langkah Jiyo yang begitu cepat sambil menoleh kebelakang dimana Elena berteriak-teriak histeris mencaci maki keponakannya. Kana sampai menabrak punggung Jiyo ketika pria itu berhenti mendadak dan langsung membalikan badan menatap Kana marah. “Kamu ngerti ucapanku gak sih?! Sudah aku bilang jika tante Elena mengajakmu atau melakukan sesuatu kamu harus bilang padaku! Aku marah sama kamu karena mau saja seperti orang t***l menunggu diruang tamu saat mereka bercinta!” ucap Jiyo marah pada Kana sambil masih menggenggam tangan gadis itu erat. “Bapak … saya gak tahu …” ucap Kana dengan suara parau masih bingung dan ingin menangis karena dimarahi sekeras itu oleh Jiyo. “Jiyo, apa-apaan ini?! Kenapa kamu marah-marah begitu?!” ucap Grace tiba-tiba masuk keruangan dimana Kana dan Jiyo tengah berdiri. Mata Grace tampak terbelalak saat melihat anaknya menggenggam erat jemari tangan Kana yang ia ketahui bahwa gadis itu adalah asisten pribadi Jiyo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD