Bab 7. Elena

1368 Words
Kana termenung saat Karina memberitahu bahwa seminggu lagi akan ada perayaan ulang tahun ayah Jiyo yang kebetulan juga pemilik perusahaan. Acara perayaan ulang tahun itu hanya akan dilakukan private dirumah dan Karina juga Kana diminta untuk membantu mengkoordinir undangan yang akan diundang dan hadir di acara tersebut. “Jadi tugasku apa mbak?” tanya Kana masih bingung dengan penjelasan Karina. “Kamu tanya sama pak Jiyo siapa aja client dan karyawan yang akan diundang nanti. Undangan dari pak Jiyo hanya bisa maksimal tiga puluh orang, sisanya undangan dari Pak Ken aku yang urus.” “Baik mbak.” “Ohya, jangan lupa hari ini ada meeting juga dengan EO dirumah pak Jiyo biar kita tahu alur dan posisi para tamu nanti.” Ucapan Karina membuat Kana termenung sesaat. Mendengar ia dan Karina harus datang ke rumah Jiyo membuatnya mengingat perempuan yang dipanggil tante oleh Jiyo yang pernah bertemu secara tidak sengaja seminggu yang lalu. “Kok bengong? Ada apa disana?” pertanyaan Karina yang setengah berbisik seolah membuka jalan untuk Kana mengeluarkan rasa ingin tahunya. “Aku sungkan aja mbak kalau kerumah pak Jiyo,” jawab Kana perlahan. “Kamu ketemu siapa? Bu Elena?” pertanyaan Karina membuat mata Kana membulat dan tanpa sadar mendekatkan dirinya pada Karina. “Siapa dia?” tanya Kana tak bisa menahan rasa ingin tahunya. “Stt, kamu tahukan kalau perusahaan ini adalah perusahaan keluarga? Bu Elena, adalah salah satu direksi di kantor kita juga tetapi handle brand yang berbeda. Bu Elena itu adik pak Ken, ayah pak Jiyo yang paling kecil. Mereka hanya dua bersaudara tetapi usia mereka sangat jauh! Bu Elena hanya berbeda usianya 14 tahun dari pak Jiyo.” Merasakan tubuh Kana semakin mendekat, Karina pun semakin berbisik. “Kamu sudah lihat 3 rumah kembar itu kan? Rumah utama ditengah tempat pak Jiyo dan keluarganya tinggal, sedangkan yang sebelah kanan adalah rumah almarhum orang tua pak Ken, sedangkan yang sebelah kiri adalah rumah untuk bu Elena dan suaminya.” Kana pun mengangguk kuat-kuat. “Apapun yang kamu lihat disana, kamu diam saja dan tak usah menceritakannya pada orang lain. Bu Elena itu orangnya baik, kalau kamu bisa mengambil hatinya ia bisa memberikanmu banyak barang dengan cuma-cuma,” ucap Karina sambil mengedipkan matanya. Kana segera memundurkan tubuhnya spontan. Ia merasa tak enak karena memang menyaksikan pertengkaran Elena dan suaminya dan melihat perempuan itu mabuk disiang hari. “Sudah sana kerja, nanti sore kita berdua harus ke rumah pak Jiyo soalnya,” ucap Karina cepat. “Mbak, sebenarnya pekerjaan kita ini kaya kerja 24 jam ya… harus melayani diluar jam kerja,” gumam Kana sambil menghela nafas panjang. “Ck! Kamu masih muda Kana, seharusnya ini jadi kesempatan kamu untuk masuk dan mengenal link orang-orang penting di dunia bisnis!” “Akh, boro-boro mau kenalan sama link pak Jiyo, ngobrol ama pak Jiyo aja aku cuma sepatah dua patah kata mbak,” keluh Kana yang merasa motivasi Karina terasa sia-sia. Karina hanya tersenyum dan mencubit hidung Kana yang mancung dan ramping, gadis ini masih terlalu polos untuknya. *** Waktupun berlalu, Kana tengah bersiap untuk pergi bersama Karina saat Jiyo memasuki ruangan kerjanya dan menghampirinya ke meja. “Loh, kamu mau kemana?” tanya Jiyo sambil memberikan map yang berisi file yang telah ia tandatangani. “Saya disuruh ikut Technical Meeting untuk ulang tahun pak Ken dirumah bapak sama mbak Karina. Ohya pak, list untuk siapa saja yang mau diundang sudah ada saya simpan dimeja, tinggal bapak pilih saja mau mengundang siapa,” ucap Kana sambil menerima map dan bersiap-siap pergi. “Sudah saya cek, saya tidak akan mengundang terlalu banyak orang. Tapi sisihkan 5 kursi kosong ya, kali aja ada yang mau saya undang lagi nanti,” ucap Jiyo cepat. Entah mengapa rasanya Kana ingin segera menoleh ke arah Hera dan melihat reaksinya. Sudah lebih dari satu bulan Kana bekerja untuk Jiyo dan secara tidak langsung ia menyadari bahwa Hera memiliki perasaan pada Jiyo dan mungkin begitu juga sebaliknya. Apalagi sikap Hera yang selalu rutin menanyakan keberadaan Jiyo dan apapun yang berhubungan dengan Jiyo membuat Kana yakin bahwa rekan kerjanya memiliki perasaan pada sang atasan. Tak hanya Hera yang ingin tahu tentang keseharian Jiyo, tetapi banyak manajer perempuan atau karyawan lainnya yang ingin tahu tentang Jiyo dengan mendekati Kana. Direktur muda itu seperti magnet untuk semua perempuan yang ada disekitarnya. Apalagi sikapnya yang selalu membuat semua perempuan merasa spesial semakin membuat Jiyo digilai. Jangankan perempuan lain, Kana saja yang sudah mengetahui hal ini masih sering dibuat dadanya berdegup kencang dengan perhatian-perhatian kecil Jiyo padanya. Untung saja ia sudah mulai terbiasa dan menjaga jarak dengan atasannya agar tak terlalu mengetahui urusan pribadinya. Mendengar ada 5 kursi kosong yang ingin Jiyo sediakan untuk tamunya sendiri, membuat rasa penasaran Kana semakin besar, siapa saja yang akan diundang atasannya dan apakah ada Hera di dalamnya. Sesampainya dirumah Jiyo, Kana melihat banyak orang disana. Ada beberapa vendor yang sudah mulai mengukur ruangan untuk dekorasi, catering dan lain-lain. Sedangkan tugasnya hanyalah untuk mengetahui dimana posisi para tamu undangan Jiyo duduk. “Jangan lupa ya, Kamu harus konfirmasi dan list siapa saja yang akan duduk dekat dengan meja keluarga dan sisanya tamu yang lain,” bisik Karina setelah mereka selesai meeting dan hanya mendapat anggukan dari Kana yang sibuk mencatat. “Sore bu Elena,” sapaan Karina membuat Kana segera mengangkat wajahnya dan melihat perempuan yang dipanggil Elena itu berada didekat mereka. Aroma parfum mahal yang lembut menggelitik penciuman Kana. Elena tampak sangat berbeda sore itu. Ia terlihat cantik dengan kemeja putih polos dan celana jeans biru dongker dengan rambut yang diikat ekor kuda dengan wajah di make up tipis. Usianya yang sudah memasuki pertengahan 40 tahun tak terlihat sama sekali, dan lebih cocok jika ia disebut kakak untuk Jiyo. “Kalian disini? Sepertinya saya pernah ketemu kamu tapi belum pernah tahu namanya siapa,” sapa Elena ramah pada Karina dan Kana. “Ini Kana bu, asisten pengganti mbak Mirna untuk pak Jiyo dikantor,” jawab Karina mengenalkan Kana pada Elena. “Oh, kamu pengganti Mirna ya … saya Elena tantenya Jiyo …” ucap Elena santai mengenalkan diri. “Perkenalkan saya Kana bu,” jawab Kana sambil menundukan pandanganya perlahan. Tiba-tiba seorang pria menghampiri Elena dan berbisik di telinganya. Pria itu sepertinya seusia dengan Jiyo, terlihat gagah dengan wajah tampan dengan tubuh yang tinggi. “Saya pamit dulu ya,” ucap Elena cepat lalu pergi meninggalkan Karina dan Kana mengikuti langkah pria tersebut. “Ya ampun mas Dom, ganteng as usual … “ gumam Karina sambil tersenyum sendiri. “Siapa dia mbak?” tanya Kana mendadak penasaran. “Stt, itu salah satu manager marketing di tim Bu Elena … kesayangan si ibu,” delikan mata Karina terlihat jahil tetapi Kana masih tak menangkap maksud seniornya. “Ingat ya Kana, apapun yang terjadi di rumah ini tak boleh diceritakan kepada siapapun! Kecuali diantara kita berdua saja, sharing- sharing dikit boleh lah … untuk koordinasi,” ucap Karina santai sambil berjalan menuju pintu keluar dari rumah besar itu. “Gimana rasanya jadi asisten pak Jiyo? Sudah banyak perempuan kantor dan diluar kantor yang deketin kamu untuk tahu urusan pak Jiyo? Tapi aku suka sama kamu, Kana! Kamu gak baperan dan gak gampang jatuh cinta. Karena pak Jiyo memang orangnya seperhatian itu sama semua orang terutama perempuan tetapi kita gak pernah tahu siapa yang mengisi hatinya beneran.” Kana rasanya tersedak mendengar ucapan Karina. Andai Karina tahu berapa banyak hatinya berdegup kencang selama sebulan ini karena sikap Jiyo walau Kana sadar bahwa itu sikap spontan tapi tetap saja membuat hatinya kadang meleleh pada atasannya. “Mbak Karina sendiri gak naksir pak Jiyo?” tanya Kana iseng. “Akh, aku sudah punya pasangan Kana … tapi kalau disuruh memilih, aku akan lebih memilih pak Mahesa daripada pak Jiyo. Karena pak Mahesa lebih dewasa dan tenang.” Dada Kana seperti tertohok benda berat, ia benar-benar tak menyangka dengan jawaban Karina. “Tapi apalah arti kita untuk bos-bos itu bukan?! Mereka itu seperti dari planet lain yang memiliki segalanya dan hanya bisa jadi idaman buat karyawan seperti kita,” ucap Karina ringan sambil menoleh ke arah Kana. Kana hanya diam dan menundukan kepalanya. Ucapan Karina seolah menyadarkan Kana dengan paksa bahwa apapun masa lalunya dengan Mahesa, saat ini posisi mereka sudah jauh berbeda. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD