TUJUH
"Aaaaa Mamiii. "Fio membuka mulutnya pada Ifa. Dua orang itu kini berada di taman. Ifa mengajak Fio jalan-jalan di malam hari karena anak itu mau makan jika diajak keluar.
Ifa menyuapi Fio pelan lalu Fio kembali jalan jalan di sekitar sini ketika mulutnya kosong dirinya akan berlari kecil menghampiri Ifa untuk makan. Ifa tahu jika Fio kelaparan dari tadi karena kata Bu Sarah anak itu tak mau makan dan berucap mami berulang kali.
"Miii tuh pa? "tanya Fio seraya telunjuk mungilnya menunjuk balon besar berbentuk marsha and the bear di salah satu penjual balon di pinggir taman.
" Namanya itu balon, "jawab Ifa.
" mau Miiii! "rengek Fio dengan suaranya yang sangat kencang.
Ifa merogoh dompetnya untuk mengambil uangnya dan setelahnya menggandeng Fio yang senang karena akan dibelikan balon.
" Pak beli balonnya satu yang itu Pak. "Ifa menunjuk balon yang dimaksud Fio.
" Tuh tuh tuh! "beo Fio tangannya menunjuk-nunjuk balon itu semangat.
" Berapa pak harganya? "
" Harganya Rp. 5000,00. "
Ifa langsung menggendong Fio yang tangannya sedang memegang benang dari balon berukuran besar itu. Tapi saat berjalan Ifa dikejutkan adanya seseorang meloncat dari samping dan berdiri di hadapannya.
" Ifa," Lirih orang itu menatap sendu ke arah Ifa.
" Tolong kamu pergi! "bentak Ifa yang tak terkontrol membuat Fio mengarahkan wajahnya ke d**a Ifa sebab merasa takut mendengar suara keras dari mulut Ifa.
Lantas Ifa menatap Fio yang menundukkan wajahnya serta melepaskan benang dari tangannya, untungnya balon itu diberi batu jadi tak bisa terbang.
" Aku merindukanmu Ifa, "lirih lelaki itu perlahan mendekat ke arah Ifa.
Ifa menggeleng dan berkata," Tolong menjauhlah Mirza! "
"Tidak Ifa tidak akan. Aku merindukanmu, aku ingin memelukmu sekarang, Sayang. Tolong berhenti untuk melangkah mundur." Mirza berjalan mendekati Ifa yang memundurkan langkahnya.
"Aku bisa berteriak jika kamu mendekatiku lagi! "teriak Ifa yang mulai ketakutan seraya memeluk erat Fio di gendongannya.
" apa kamu tidak ingat kita yang akan berjanji menikah tahun depan? "tanya Mirza yang kini berdiam di tempatnya.
"Ya aku ingat tapi itu dulu saat kita bersama dan sekarang tidak bersama lagi, maaf." Ifa membuang napasnya begitu berat.
Hatinya juga sakit dan pedih kala teringat janji yang diucapkan lelaki itu di depannya dulu yang ingin menikahinya tapi sekarang bagi Ifa kata-kata yang dilontarkan lelaki itu hanya bualan kata manis saja. Ifa sudah berulang kali sakit hati karena Mirza dan rasanya Ifa sangat capek untuk mengenal cinta yang pada akhirnya akan membuat hatinya terluka.
"Apakah aku tidak punya kesempatan lagi? "tanya Mirza pelan menatap Ifa rindu.
" Tidak! Kamu selalu berkata seperti itu Za. Apa kamu tak ingat waktu dulu juga kamu mengatakan itu padaku? Dan pada akhirnya kamu mengatakan kata itu lagi padaku. Aku sudah muak dengan kebohonganmu, Za. Terima kasih berkat kamu aku tahu namanya rasa sakit hati itu seperti apa. Terima kasih juga berkat kamu aku akan belajar untuk tidak mudah menerima lelaki sembarangan dan nantinya aku akan mendapat lelaki yang pantas menjadi pendampingku kelak. "Ifa tersenyum manis menutupi semua lukanya yang telah lama ia pendam sendiri lalu dirinya berlari meninggalkan Mirza yang masih berdiri mematung di sana dan sepertinya Ifa lupa membawa balon milik Fio.
" Aku salah ya akui aku salah. Aku benar-benar menyesalinya, kenapa penyesalan selalu datang dari akhir? Aku telah berulang kali menyakiti hati Ifa bahkan selalu dimaafkan oleh Ifa dulu. "Mirza berbicara sendiri dengan wajahnya yang pucat.
" Aku juga melakukan dosa besar yang membuatku hidup lebih tertekan tapi kalau aku tak melakukan itu juga aku tak bisa membiayai adikku yang sedang sakit. Apakah aku bisa mencari pekerjaan yang lain? Ya aku harus mendapatkan pekerjaan segera dan melamar Ifa segera. Aku tahu Ifa masih mencintaiku, "ucapnya menyeringai.
...
Ifa menangis tanpa suara memeluk Fio yang sudah terlelap di pangkuannya. Ifa yang saat ini mencari tempat yang ramai untuk duduk. Ifa meletakkan kantong plastik berwarna hitam yang berisi mangkok bekas makan Fio serta botol s**u yang sudah habis dilahap Fio tadi membuat Fio tak menangis karena balonnya tadi.
"Mengapa rasanya sakit gini kalau mengingat masa laluku bersamanya? "Ifa memegang dadanya yang terasa sakit. Oh beginikah rasanya yang dirasakan teman-temannya dulu saat dipatahkan hatinya oleh seseorang yang dicintainya?
Ifa memukul dadanya pelan dan menundukkan matanya menatap Fio yang terlelap nyaman sekali di dalam pelukannya. Sungguh sangat melelahkan menangis terus-terusan begini. Ini cinta pertamanya dan tak mungkin dirinya melupakan lelaki itu semudah membalikkan telapak tangan. Ifa berjanji jika sudah punya kuota dirinya akan browsing ke internet untuk mencari cara agar cepat move on dari mantan pacar.
"Heem, nih barang kali butuh!" seseorang datang menghampirinya dan berdiri di depannya seraya menyodorkan sapu tangan padanya.
Dahi Ifa mengkerut lalu mendongak menatap ke atas, betapa terkejutnya Ifa ketika melihat CEO-nya berdiri di depannya dengan tangannya yang memegang sapu tangan.
"Tn. Radhika? "Ifa yang akan berdiri segera ditahan oleh Kayden dengan kedua tangannya yang menekan pundak Ifa agar duduk kembali.
" Duduklah dan ini terimalah sapu tanganku! "Akhirnya Ifa menerima sapu tangan itu dari tangan Kayden.
Kemudian Kayden duduk di samping Ifa dan menatap anak kecil yang cantik itu di pangkuan Ifa.
" Hah kita selalu bertemu di waktu yang tepat entah sudah berapa kali kita bertemu, "ujar Kayden seraya kedua matanya menatap langit malam yang indah dan banyaknya bintang yang berkilauan. Sangat indah sekali.
" Maaf pak, saya selalu merepotkan bapak, "balas Ifa merasa tak enak.
" Maaf aja terus. "Kayden menghela napasnya panjang merasa bosan mendengar kata maaf dari wanita janda ini.
Ifa hanya diam tak tahu harus bicara apa karena memang dirinya merasa takut ketika bersama Tn. Radhika. Ifa mengusap wajah Fio lembut. Fio sangat cantik sekali, pipinya yang chubby, kulitnya putih dan ketika kedua matanya terbuka warna matanya sangat cantik yaitu hitam pekat.
"Usia anakmu berapa? "tanya Kayden pada Ifa.
" Anakku usianya baru 1 tahun," balas Ifa seraya tersenyum tipis menutupi kegundahan hatinya.
" Aneh sekali ya kok bisa wajahnya mirip sekilas dengan wajahku waktu aku kecil. "Kayden menyodorkan layar ponselnya menampilkan fotonya waktu saat kecil berusia 1 tahun pada Ifa. Ifa terkejut melihatnya benar sekali jika wajah kedua orang itu sangat mirip.
" Apa waktu dulu saat kamu hamil ingin punya anak yang wajahnya mirip denganku? Sejak kapan kamu kenal aku? "tanya Kayden penasaran.
" saya gak kenal Bapak dan kemarin lalu saja saya baru kenal, "balas Ifa pelan.
'Aneh sekali' batin Kayden menatap wajah lucu anak itu.
" Ohh mungkin hanya kebetulan saja, "gumam Kayden. Kayden berpikir tak mungkinlah jika dirinya punya anak dari w************n yang ia sewa dulu. Kayden selalu menggunakan pengaman sebab Kayden tak mau menyebarkan benih keturunannya pada sembarang wanita.
" Bolehkah aku memangku anakmu? "tanya Kayden yang memang sangat ingin menggendong anak kecil itu.
" Emm silahkan pak. "Ifa langsung memindahkan Fio ke tangan Kayden dengan hati-hati.
" Lucu sekali, siapa nama anakmu? "tanya Kayden yang masih menatap anak mungil yang berada di dekapannya.
" Fiona pak. "
" Fiona? Nama yang cantik seperti wajahnya, "lirih Kayden menimang pelan Fio yang masih tertidur.
" Pak saya boleh tanya? "tanya Ifa pada Kayden yang kini menciumi wajah Fio.
" tanya saja, "ujar Kayden yang masih tetap menatap Fio yang tengah terlelap di dekapannya.
" Dari waktu ketemu bapak pertama kali dan sekarang ki--eh bapak maksud saya kok bisa ketemu gitu? Apa tempat tinggal bapak di sini? "tanya Ifa yang sangat mulai penasaran.
" Dulu sih waktu sekolah dari SD sampai SMA saya iseng ngumpulin uang buat beli rumah sederhana akhirnya sejak waktu kelas 2 SMA saya beli rumah sederhana di sekitar taman ini tempatnya, bahkan sampai sekarang itu rumahku karena saya pun gak mau jual rumah itu entahlah saya hanya mengira suatu saat saya pasti bakal butuh rumah itu, "ujar Kayden.
Fio mengangguk mengerti. Sebenarnya merasa aneh juga seorang CEO mempunyai rumah sederhana bukan rumah mewah itu yang dipikiran Ifa.
"Udah malam, apa kamu gak pulang? Kasihan anakmu, "ucap Kayden.
" Iya aku akan pulang. "
"Aku anter."
...