Setelah menghabiskan sarapan bubur, aku dan Rio mulai berjalan-jalan santai di tengah kota, untuk sekedar bersenang-senang, karena besok aku akan memulai latihanku dengan Tuan Garfiel, dan agar tidak terlalu tegang dalam menghadapi hari esok, kami memutuskan untuk mencari hiburan di kota Layelfox. Beberapa menit kami berjalan, aku merasa tidak ada yang bisa membuatku terhibur di kota ini selain melihat para penyihir beterbangan di langit. Hanya itulah yang membuatku sedikit terhibur saat melihatnya, meski lama-lama jadi agak membosankan karena sudah terbiasa. Andai saja aku bisa terbang seperti mereka, mungkin aku tidak perlu berjalan kaki mencari hiburan di kota ini.
“Mengapa kita tidak terbang saja seperti mereka?” ujarku dengan nada yang lesu, aku benar-benar bosan terus-terusan berjalan kaki di kota penyihir seperti ini. Memang sih ada beberapa penyihir yang juga berjalan kaki di sini, tetapi mayoritas dari mereka, lebih menyukai terbang daripada berjalan dengan dua kaki di daratan. Entahlah, menurutku pilihan terbang memang lebih efisien dan lebih cepat daripada jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan darat.
“Terbang? Kau ingin terbang seperti mereka, ya, Goro?” Sudah kuduga, Rio pasti akan menduga seperti itu, yah, walau dugaannya tidak salah, sih. Tapi tetap saja, dia sangat menyebalkan jika seenaknya menyimpulkan segala yang kuucapkan seperti itu, rasanya seperti diejek dan dilecehkan. Benar-benar menyebalkan sekali. “Tenang saja, Goro, kau juga bisa terbang seperti mereka jika kau sudah bisa mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirmu. Aku yakin, setelah kau berlatih dengan Tuan Garfiel besok, kau akan menguasai teknik terbang menggunakan alat serta tidak menggunakakan alat. Kau akan merasakannya nanti. Jadi, untuk saat ini, bersabarlah, Goro.”
“Tapi aku ingin sekarang, Rio, aku ingin terbang sekarang,” ucapku dengan memasang wajah yang memohon disertai mata yang berkaca-kaca, layaknya anak kecil yang merengek pada ibunya untuk dibelikan mainan kesukaannya. “Tidak bisakkah kau menggunakan sihirmu untuk terbang lalu membawaku ikut bersamamu, jadi bukan aku yang terbang, tapi kau yang terbang. Aku hanya menumpang padamu. Bukankah itu tidak ada bedanya seperti kau membawaku ke kota ini dari gubuk tepi pantaiku, menggunakan portal sihirmu, iya, kan?”
Rio segera menjauh dariku saat mendengar rengekan-rengekan yang terus terdengar dari mulutku. “Goro, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membahas hal-hal seperti ini lagi? Jika kau masih terus begini, aku bisa muak dan pergi meninggalkanmu sendirian di kota ini. Apa kau mau seperti itu?”
“Rio, kau ini pemarah sekali. Kenapa kau tidak bisa bersantai sedikit, sih? Bukankah tujuan kita sekarang adalah mencari hiburan untukku agar aku tidak merasa tegang dalam menghadapi hari esok? Menurutku dibawa terbang olehmu juga termasuk hiburan, malah itu adalah hiburan yang akan membuatku sangat bahagia. Rio, kumohon, sekali ini saja, kabulkan keinginanku.”
“Hah…. Baiklah, kali ini saja aku turuti keinginanmu, tapi jangan menginginkan hal seperti ini lagi padaku, aku tidak akan mengabulkannya untuk kedua kalinya, ingat itu. Dan juga, saat kita terbang jangan heboh.”
Aku langsung tersenyum lebar dan mengangguk-anggukkan kepalaku berkali-kali saking semangatnya. Ini akan menakjubkan, Rio akan membawaku terbang ke langit, seperti penyihir-penyihir di kota ini. Aku tidak sabar ingin merasakannya, pasti sangat menyenangkan bisa bernafas di atas langit dengan memandangi kota dari atas. Aku benar-benar menantikannya.
“Baik, sekarang, pegang punggungku erat-erat, dan bersiaplah.”
Aku mematuhi perkataan Rio dan melakukan apa yang dikatakannya, yaitu berdiri di belakang Rio dan memegang punggungnya erat. “Aku sudah sangat siap, Rio. Lakukan sekarang.” Pintaku dengan nada yang semangat, sungguh dari apapun, inilah yang benar-benar membuatku senang dan terhibur. Seharusnya ini dilakukan sejak pagi, tidak perlu berjalan-jalan di kota untuk mencari hiburan yang membosankan, sebab terbang di langit adalah hiburan yang paling menyenangkan.
Ternyata benar, ketika tubuh Rio terangkat dari tanah, melayang-layang tanpa alat, terus naik dan naik semakin tinggi, melawan grativasi, membuat jantungku sangat berdebar-debar. Seluruh tubuhku merinding ketika sadar kalau ketinggian kami sudah melebihi gedung paling tinggi di kota ini dan saat Rio terus terbang naik, kedua mataku melotot dengan sangat lebar. Sungguh, pemandangannya sangat menakjubkan. Dari sini bahkan aku bisa melihat pegunungan, sungai, lautan, perkotaan lain, dan berbagai tempat keren lainnya. Aku tidak pernah menduga kalau kota Layelfox ternyata berada di tengah-tengah hutan belantara.
Kota para penyihir sangat tersembunyi dari yang aku kira, padahal di tengah kotanya cukup ramai, tapi setelah dilihat dari ketinggian, rasanya kota itu jadi tak terlihat, hanya hutan hijau saja yang kulihat dari sini. Mungkinkah ini juga bagian dari metode sihir agar kota Layelfox tidak terlihat oleh manusia yang lewat menggunakan pesawat? Jika itu benar, hebat sekali. Sepertinya yang bisa masuk ke dalam kota itu hanyalah para penyihir yang di dalam tubuhnya memiliki energi sihir. Jika manusia biasa, mau bagaimana pun caranya, tidak akan bisa melihat, apalagi masuk ke dalam kota tersebut.
“Goro? Apakah kau sudah puas di ketinggian ini?” tanya Rio dengan suara dinyaringkan agar aku bisa mendengar suaranya, sebab angin berhembus cukup kencang di ketinggian ini.
“Ya, aku sangat puas, Rio. Terima kasih karena bersedia menghiburku, kau memang luar biasa. Aku tidak menyangka kalau kita bisa terbang tanpa menggunakan alat sihir. Aku tidak sabar bisa terbang sepertimu, Rio. Semoga kelak aku mampu menguasai teknik ini.”
“Hahahahahah! Jangan khawatir, Goro. Kau pasti bisa menguasai teknik ini, karena teknik ini tidak terlalu sulit untuk dikuasai penyihir pemula, selama kau telah mampu mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirmu sendiri, maka terbang bukanlah yang sulit untukmu. Begitulah, Goro, jadi, jangan khawatir, oke?”
“Ya! Aku percaya padamu, Rio!”
“Jadi bagaimana? Apa kau mau turun sekarang?”
“Tolong tunggu sebentar, aku masih ingin berada di sini. Aku masih ingin menikmati pemandangan ini.”
Beberapa menit kemudian, aku dan Rio turun kembali ke daratan, ke lokasi sebelumnya ketika kami terbang. Disitu aku berseru-seru pada Rio, mengekspresikan kebahagiaanku ketika berada di atas langit, aku terus berceloteh riang di perjalanan kembali ke hotel, sementara Rio mendengarkanku dengan tersenyum, sembari sesekali tertawa melihat betapa energiknya diriku.
“Sungguh… Tadi adalah peristiwa paling hebat dalam hidupku, Rio. Aku tidak akan pernah melupakan perasaan saat pertama kalinya aku terbang, dan itu bersamamu, aku sangat senang.”
“Ya, ya, ya, kau sudah mengatakannya 60 kali hari ini, Goro. Istirahatlah sejenak, kau ini mudah sekali terobsesi pada sesuatu, kemarin pada Tuan Garfiel, sekarang pada terbang, besok apa lagi?”
“Hehehehe! Maaf, maaf! Mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa menahan perasaanku jika hatiku sedang bersemangat seperti ini, tapi mengenai aku yang mudah sekali terobsesi pada sesuatu, itu benar, aku memang sangat mudah sekali terobsesi pada sesuatu. Aku benar-benar seperti penyihir b*****t, ya, Goro? Heheheheheh!”
“Hah… Kau ini.”
Setelah menghabiskan sarapan bubur, aku dan Rio mulai berjalan-jalan santai di tengah kota, untuk sekedar bersenang-senang, karena besok aku akan memulai latihanku dengan Tuan Garfiel, dan agar tidak terlalu tegang dalam menghadapi hari esok, kami memutuskan untuk mencari hiburan di kota Layelfox. Beberapa menit kami berjalan, aku merasa tidak ada yang bisa membuatku terhibur di kota ini selain melihat para penyihir beterbangan di langit. Hanya itulah yang membuatku sedikit terhibur saat melihatnya, meski lama-lama jadi agak membosankan karena sudah terbiasa. Andai saja aku bisa terbang seperti mereka, mungkin aku tidak perlu berjalan kaki mencari hiburan di kota ini.
“Mengapa kita tidak terbang saja seperti mereka?” ujarku dengan nada yang lesu, aku benar-benar bosan terus-terusan berjalan kaki di kota penyihir seperti ini. Memang sih ada beberapa penyihir yang juga berjalan kaki di sini, tetapi mayoritas dari mereka, lebih menyukai terbang daripada berjalan dengan dua kaki di daratan. Entahlah, menurutku pilihan terbang memang lebih efisien dan lebih cepat daripada jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan darat.
“Terbang? Kau ingin terbang seperti mereka, ya, Goro?” Sudah kuduga, Rio pasti akan menduga seperti itu, yah, walau dugaannya tidak salah, sih. Tapi tetap saja, dia sangat menyebalkan jika seenaknya menyimpulkan segala yang kuucapkan seperti itu, rasanya seperti diejek dan dilecehkan. Benar-benar menyebalkan sekali. “Tenang saja, Goro, kau juga bisa terbang seperti mereka jika kau sudah bisa mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirmu. Aku yakin, setelah kau berlatih dengan Tuan Garfiel besok, kau akan menguasai teknik terbang menggunakan alat serta tidak menggunakakan alat. Kau akan merasakannya nanti. Jadi, untuk saat ini, bersabarlah, Goro.”
“Tapi aku ingin sekarang, Rio, aku ingin terbang sekarang,” ucapku dengan memasang wajah yang memohon disertai mata yang berkaca-kaca, layaknya anak kecil yang merengek pada ibunya untuk dibelikan mainan kesukaannya. “Tidak bisakkah kau menggunakan sihirmu untuk terbang lalu membawaku ikut bersamamu, jadi bukan aku yang terbang, tapi kau yang terbang. Aku hanya menumpang padamu. Bukankah itu tidak ada bedanya seperti kau membawaku ke kota ini dari gubuk tepi pantaiku, menggunakan portal sihirmu, iya, kan?”
Rio segera menjauh dariku saat mendengar rengekan-rengekan yang terus terdengar dari mulutku. “Goro, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membahas hal-hal seperti ini lagi? Jika kau masih terus begini, aku bisa muak dan pergi meninggalkanmu sendirian di kota ini. Apa kau mau seperti itu?”
“Rio, kau ini pemarah sekali. Kenapa kau tidak bisa bersantai sedikit, sih? Bukankah tujuan kita sekarang adalah mencari hiburan untukku agar aku tidak merasa tegang dalam menghadapi hari esok? Menurutku dibawa terbang olehmu juga termasuk hiburan, malah itu adalah hiburan yang akan membuatku sangat bahagia. Rio, kumohon, sekali ini saja, kabulkan keinginanku.”
“Hah…. Baiklah, kali ini saja aku turuti keinginanmu, tapi jangan menginginkan hal seperti ini lagi padaku, aku tidak akan mengabulkannya untuk kedua kalinya, ingat itu. Dan juga, saat kita terbang jangan heboh.”
Aku langsung tersenyum lebar dan mengangguk-anggukkan kepalaku berkali-kali saking semangatnya. Ini akan menakjubkan, Rio akan membawaku terbang ke langit, seperti penyihir-penyihir di kota ini. Aku tidak sabar ingin merasakannya, pasti sangat menyenangkan bisa bernafas di atas langit dengan memandangi kota dari atas. Aku benar-benar menantikannya.
“Baik, sekarang, pegang punggungku erat-erat, dan bersiaplah.”
Aku mematuhi perkataan Rio dan melakukan apa yang dikatakannya, yaitu berdiri di belakang Rio dan memegang punggungnya erat. “Aku sudah sangat siap, Rio. Lakukan sekarang.” Pintaku dengan nada yang semangat, sungguh dari apapun, inilah yang benar-benar membuatku senang dan terhibur. Seharusnya ini dilakukan sejak pagi, tidak perlu berjalan-jalan di kota untuk mencari hiburan yang membosankan, sebab terbang di langit adalah hiburan yang paling menyenangkan.
Ternyata benar, ketika tubuh Rio terangkat dari tanah, melayang-layang tanpa alat, terus naik dan naik semakin tinggi, melawan grativasi, membuat jantungku sangat berdebar-debar. Seluruh tubuhku merinding ketika sadar kalau ketinggian kami sudah melebihi gedung paling tinggi di kota ini dan saat Rio terus terbang naik, kedua mataku melotot dengan sangat lebar. Sungguh, pemandangannya sangat menakjubkan. Dari sini bahkan aku bisa melihat pegunungan, sungai, lautan, perkotaan lain, dan berbagai tempat keren lainnya. Aku tidak pernah menduga kalau kota Layelfox ternyata berada di tengah-tengah hutan belantara.
Kota para penyihir sangat tersembunyi dari yang aku kira, padahal di tengah kotanya cukup ramai, tapi setelah dilihat dari ketinggian, rasanya kota itu jadi tak terlihat, hanya hutan hijau saja yang kulihat dari sini. Mungkinkah ini juga bagian dari metode sihir agar kota Layelfox tidak terlihat oleh manusia yang lewat menggunakan pesawat? Jika itu benar, hebat sekali. Sepertinya yang bisa masuk ke dalam kota itu hanyalah para penyihir yang di dalam tubuhnya memiliki energi sihir. Jika manusia biasa, mau bagaimana pun caranya, tidak akan bisa melihat, apalagi masuk ke dalam kota tersebut.
“Goro? Apakah kau sudah puas di ketinggian ini?” tanya Rio dengan suara dinyaringkan agar aku bisa mendengar suaranya, sebab angin berhembus cukup kencang di ketinggian ini.
“Ya, aku sangat puas, Rio. Terima kasih karena bersedia menghiburku, kau memang luar biasa. Aku tidak menyangka kalau kita bisa terbang tanpa menggunakan alat sihir. Aku tidak sabar bisa terbang sepertimu, Rio. Semoga kelak aku mampu menguasai teknik ini.”
“Hahahahahah! Jangan khawatir, Goro. Kau pasti bisa menguasai teknik ini, karena teknik ini tidak terlalu sulit untuk dikuasai penyihir pemula, selama kau telah mampu mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirmu sendiri, maka terbang bukanlah yang sulit untukmu. Begitulah, Goro, jadi, jangan khawatir, oke?”
“Ya! Aku percaya padamu, Rio!”
“Jadi bagaimana? Apa kau mau turun sekarang?”
“Tolong tunggu sebentar, aku masih ingin berada di sini. Aku masih ingin menikmati pemandangan ini.”
Beberapa menit kemudian, aku dan Rio turun kembali ke daratan, ke lokasi sebelumnya ketika kami terbang. Disitu aku berseru-seru pada Rio, mengekspresikan kebahagiaanku ketika berada di atas langit, aku terus berceloteh riang di perjalanan kembali ke hotel, sementara Rio mendengarkanku dengan tersenyum, sembari sesekali tertawa melihat betapa energiknya diriku.
“Sungguh… Tadi adalah peristiwa paling hebat dalam hidupku, Rio. Aku tidak akan pernah melupakan perasaan saat pertama kalinya aku terbang, dan itu bersamamu, aku sangat senang.”
“Ya, ya, ya, kau sudah mengatakannya 60 kali hari ini, Goro. Istirahatlah sejenak, kau ini mudah sekali terobsesi pada sesuatu, kemarin pada Tuan Garfiel, sekarang pada terbang, besok apa lagi?”
“Hehehehe! Maaf, maaf! Mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa menahan perasaanku jika hatiku sedang bersemangat seperti ini, tapi mengenai aku yang mudah sekali terobsesi pada sesuatu, itu benar, aku memang sangat mudah sekali terobsesi pada sesuatu. Aku benar-benar seperti penyihir b*****t, ya, Goro? Heheheheheh!”
“Hah… Kau ini.”
Setelah menghabiskan sarapan bubur, aku dan Rio mulai berjalan-jalan santai di tengah kota, untuk sekedar bersenang-senang, karena besok aku akan memulai latihanku dengan Tuan Garfiel, dan agar tidak terlalu tegang dalam menghadapi hari esok, kami memutuskan untuk mencari hiburan di kota Layelfox. Beberapa menit kami berjalan, aku merasa tidak ada yang bisa membuatku terhibur di kota ini selain melihat para penyihir beterbangan di langit. Hanya itulah yang membuatku sedikit terhibur saat melihatnya, meski lama-lama jadi agak membosankan karena sudah terbiasa. Andai saja aku bisa terbang seperti mereka, mungkin aku tidak perlu berjalan kaki mencari hiburan di kota ini.
“Mengapa kita tidak terbang saja seperti mereka?” ujarku dengan nada yang lesu, aku benar-benar bosan terus-terusan berjalan kaki di kota penyihir seperti ini. Memang sih ada beberapa penyihir yang juga berjalan kaki di sini, tetapi mayoritas dari mereka, lebih menyukai terbang daripada berjalan dengan dua kaki di daratan. Entahlah, menurutku pilihan terbang memang lebih efisien dan lebih cepat daripada jalan kaki ataupun menggunakan kendaraan darat.
“Terbang? Kau ingin terbang seperti mereka, ya, Goro?” Sudah kuduga, Rio pasti akan menduga seperti itu, yah, walau dugaannya tidak salah, sih. Tapi tetap saja, dia sangat menyebalkan jika seenaknya menyimpulkan segala yang kuucapkan seperti itu, rasanya seperti diejek dan dilecehkan. Benar-benar menyebalkan sekali. “Tenang saja, Goro, kau juga bisa terbang seperti mereka jika kau sudah bisa mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirmu. Aku yakin, setelah kau berlatih dengan Tuan Garfiel besok, kau akan menguasai teknik terbang menggunakan alat serta tidak menggunakakan alat. Kau akan merasakannya nanti. Jadi, untuk saat ini, bersabarlah, Goro.”
“Tapi aku ingin sekarang, Rio, aku ingin terbang sekarang,” ucapku dengan memasang wajah yang memohon disertai mata yang berkaca-kaca, layaknya anak kecil yang merengek pada ibunya untuk dibelikan mainan kesukaannya. “Tidak bisakkah kau menggunakan sihirmu untuk terbang lalu membawaku ikut bersamamu, jadi bukan aku yang terbang, tapi kau yang terbang. Aku hanya menumpang padamu. Bukankah itu tidak ada bedanya seperti kau membawaku ke kota ini dari gubuk tepi pantaiku, menggunakan portal sihirmu, iya, kan?”
Rio segera menjauh dariku saat mendengar rengekan-rengekan yang terus terdengar dari mulutku. “Goro, bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membahas hal-hal seperti ini lagi? Jika kau masih terus begini, aku bisa muak dan pergi meninggalkanmu sendirian di kota ini. Apa kau mau seperti itu?”
“Rio, kau ini pemarah sekali. Kenapa kau tidak bisa bersantai sedikit, sih? Bukankah tujuan kita sekarang adalah mencari hiburan untukku agar aku tidak merasa tegang dalam menghadapi hari esok? Menurutku dibawa terbang olehmu juga termasuk hiburan, malah itu adalah hiburan yang akan membuatku sangat bahagia. Rio, kumohon, sekali ini saja, kabulkan keinginanku.”
“Hah…. Baiklah, kali ini saja aku turuti keinginanmu, tapi jangan menginginkan hal seperti ini lagi padaku, aku tidak akan mengabulkannya untuk kedua kalinya, ingat itu. Dan juga, saat kita terbang jangan heboh.”
Aku langsung tersenyum lebar dan mengangguk-anggukkan kepalaku berkali-kali saking semangatnya. Ini akan menakjubkan, Rio akan membawaku terbang ke langit, seperti penyihir-penyihir di kota ini. Aku tidak sabar ingin merasakannya, pasti sangat menyenangkan bisa bernafas di atas langit dengan memandangi kota dari atas. Aku benar-benar menantikannya.
“Baik, sekarang, pegang punggungku erat-erat, dan bersiaplah.”
Aku mematuhi perkataan Rio dan melakukan apa yang dikatakannya, yaitu berdiri di belakang Rio dan memegang punggungnya erat. “Aku sudah sangat siap, Rio. Lakukan sekarang.” Pintaku dengan nada yang semangat, sungguh dari apapun, inilah yang benar-benar membuatku senang dan terhibur. Seharusnya ini dilakukan sejak pagi, tidak perlu berjalan-jalan di kota untuk mencari hiburan yang membosankan, sebab terbang di langit adalah hiburan yang paling menyenangkan.
Ternyata benar, ketika tubuh Rio terangkat dari tanah, melayang-layang tanpa alat, terus naik dan naik semakin tinggi, melawan grativasi, membuat jantungku sangat berdebar-debar. Seluruh tubuhku merinding ketika sadar kalau ketinggian kami sudah melebihi gedung paling tinggi di kota ini dan saat Rio terus terbang naik, kedua mataku melotot dengan sangat lebar. Sungguh, pemandangannya sangat menakjubkan. Dari sini bahkan aku bisa melihat pegunungan, sungai, lautan, perkotaan lain, dan berbagai tempat keren lainnya. Aku tidak pernah menduga kalau kota Layelfox ternyata berada di tengah-tengah hutan belantara.
Kota para penyihir sangat tersembunyi dari yang aku kira, padahal di tengah kotanya cukup ramai, tapi setelah dilihat dari ketinggian, rasanya kota itu jadi tak terlihat, hanya hutan hijau saja yang kulihat dari sini. Mungkinkah ini juga bagian dari metode sihir agar kota Layelfox tidak terlihat oleh manusia yang lewat menggunakan pesawat? Jika itu benar, hebat sekali. Sepertinya yang bisa masuk ke dalam kota itu hanyalah para penyihir yang di dalam tubuhnya memiliki energi sihir. Jika manusia biasa, mau bagaimana pun caranya, tidak akan bisa melihat, apalagi masuk ke dalam kota tersebut.
“Goro? Apakah kau sudah puas di ketinggian ini?” tanya Rio dengan suara dinyaringkan agar aku bisa mendengar suaranya, sebab angin berhembus cukup kencang di ketinggian ini.
“Ya, aku sangat puas, Rio. Terima kasih karena bersedia menghiburku, kau memang luar biasa. Aku tidak menyangka kalau kita bisa terbang tanpa menggunakan alat sihir. Aku tidak sabar bisa terbang sepertimu, Rio. Semoga kelak aku mampu menguasai teknik ini.”
“Hahahahahah! Jangan khawatir, Goro. Kau pasti bisa menguasai teknik ini, karena teknik ini tidak terlalu sulit untuk dikuasai penyihir pemula, selama kau telah mampu mengeluarkan dan mengendalikan energi sihirmu sendiri, maka terbang bukanlah yang sulit untukmu. Begitulah, Goro, jadi, jangan khawatir, oke?”
“Ya! Aku percaya padamu, Rio!”
“Jadi bagaimana? Apa kau mau turun sekarang?”
“Tolong tunggu sebentar, aku masih ingin berada di sini. Aku masih ingin menikmati pemandangan ini.”
Beberapa menit kemudian, aku dan Rio turun kembali ke daratan, ke lokasi sebelumnya ketika kami terbang. Disitu aku berseru-seru pada Rio, mengekspresikan kebahagiaanku ketika berada di atas langit, aku terus berceloteh riang di perjalanan kembali ke hotel, sementara Rio mendengarkanku dengan tersenyum, sembari sesekali tertawa melihat betapa energiknya diriku.
“Sungguh… Tadi adalah peristiwa paling hebat dalam hidupku, Rio. Aku tidak akan pernah melupakan perasaan saat pertama kalinya aku terbang, dan itu bersamamu, aku sangat senang.”
“Ya, ya, ya, kau sudah mengatakannya 60 kali hari ini, Goro. Istirahatlah sejenak, kau ini mudah sekali terobsesi pada sesuatu, kemarin pada Tuan Garfiel, sekarang pada terbang, besok apa lagi?”