“Oke, jadi bagaimana caranya kita pergi dari kota sialan ini? Kenapa kau tidak mengakifkan sihir anehmu yang tadi agar aku bisa keluar dari sini? Aku tidak ingin berlama-lama berada di kota memuakkan ini!” seruku setelah kami keluar dari restoran dan berjalan-jalan di tepian kota, aku terus-terusan membentak Rio yang merupakan perwujudan dari kebencianku untuk membuat portal atau semacamnya seperti yang dilakukannya sebelumnya agar aku bisa kembali pulang ke gubuk Gorootku di pantai.
“Ayolah, Goro? Kau ini kenapa? Bukankah ini kota yang luar biasa? Apa kau tidak bisa menyadarinya? Memang apa bagusnya kau membusuk di gubuk Gorootmu di tepi pantai itu? Hidup di sini lebih baik untuk kesehatan mentalmu, tentu saja. Dan seperti yang kubilang, aku juga yakin kau pasti akan masuk ke dalam salah satu squad hebat di kota ini untuk bekerja menjadi seorang penyihir dan mendapatkan banyak uang untuk masa depanmu.”
“Tidak ada masa depan untukku di sini, kau hanya mengada-ada, kota ini terlalu bodoh! Aku tidak betah tinggal di sini! Ya, kau memang benar, di sini ada banyak sekali sihir dan semacamnya, tapi aku tidak terlalu menyukai hal-hal bodoh semacam itu! Dan, ya, kau memang benar bahwa tinggal di sini akan membuat kesehatan mentalku membaik karena dibanding dengan tinggal sendirian di gubuk Goroot tepi pantai, di sini lebih ramai dan bersih, tapi tetap saja, aku tidak nyaman tinggal di sini!”
Aku benar-benar kesal sekarang, aku sudah bilang berkali-kali pada si b*****t Rio bahwa aku tidak nyaman dan tidak betah tinggal di sini, tapi dia terkesan memaksaku untuk tinggal dan menjadi seorang penyihir di sini, sialan! Memangnya dia itu siapa? Bukankah dia hanyalah perwujudan dari kebencianku? Bukankah itu artinya dia termasuk bagian dari dalam jiwaku? Tetapi kenapa pemikiran kami bertolak belakang, benar-benar menjengkelkan!
Karena Rio masih kekeh tidak ingin mengaktifkan kekuatannya untuk membawaku pulang ke tepi laut, aku jadi berinisiatif untuk pergi ke sebuah hutan sepi di sana dan duduk di bawah pohon, merenung dan melamun sepi di sana, sementara Rio hanya memperhatikanku dalam diam di depanku sambil berdiri tegak. Dilihat dari wajahnya, dia sepertinya tidak paham pada pola pikirku sekarang.
“Jadi, kau memutuskan untuk berdiam saja di sini?”
“Bukan urusanmu, bangsat.”
“Tidak, tentu saja ini urusanku, karena aku adalah perwujudan dari kebencianmu, aku tidak bisa kemana-mana sesukaku tanpamu, berdiri berjauhan denganmu dengan jarak 50 meter saja, itu akan membuatku lenyap karena aku tidak bisa berpisah jauh darimu, karena kita itu satu, kau tahu itu, kan?”
“Aku tidak tahu dan aku tidak peduli.”
“Okay, baiklah, baiklah, terserah, kau boleh melakukan apapun sesukamu di sini, Goro,” kata Rio dengan berjalan dan duduk di sampingku, dia kelihatannya menyerah meyakinkanku untuk tinggal di kota ini, baguslah, memang seharusnya begitu dari awal. “Tapi aku tetap tidak akan mengaktifkan sihirku untuk membawamu pulang ke rumah gubukmu itu.”
Aku langsung menatapnya lekat-lekat dengan kesal. “Tunggu dulu, mengapa kau jadi seperti bos di sini? Bukankah kau hanyalah perwujudan dari kebencianku? Seharusnya kau tidak boleh bersikap seperti itu pada jiwa asalmu ini, kau sebaiknya bersikaplah seperti b***k, karena tanpaku kau tidak bisa apa-apa.”
Rio langsung tertawa mendengarnya. “Kau ini terkadang lucu sekali, Goro,” Rio tampak menahan tawanya sebelum melanjutkan perkataannya lagi. “Ya, kau memang benar bahwa aku tidak akan bisa apa-apa tanpamu, karena kau adalah jiwa asalku, tetapi tentu saja itu juga berlaku untukmu. Memangnya kau bisa berada di sini berkat siapa? Apakah kau punya sihir di dalam tubuhmu?”
Aku merengut mendengarnya, sialan, dia mengejekku. “Tapi tetap saja, kau tidak bisa pergi jauh dariku karena kau hanyalah perwujudan kebencianku. Aku jadi penasaran, apakah aku juga punya perwujudan-perwujudan lain selain kebencianku? Mungkinkah ada perwujudan kecintaanku? Perwujudan kemalasanku? Perwujudan kemarahanku? Perwujudan ketakutanku? Perwujudan kebahagiaanku? Jika memang ada, pasti mereka lebih patuh terhadapku dibandingkan dirimu.”
“Aku tidak tahu soal itu, tapi mungkin saja memang ada, tapi mereka sepertinya masih belum mampu mengeluarkan perwujudannya sendiri, karena itu membutuhkan energi yang besar agar bisa keluar dan menampilkan wujud di depan dirimu.”
Merasa bingung, aku kembali bertanya pada Rio. “Lalu, bagaimana kau bisa keluar dan menampilkan wujudmu padaku? Sedangkan perwujudan-perwujudan lainnya belum mampu?”
“Tentu saja karena aku ini istimewa! Aku ini spesial! Aku ini kuat! Aku ini cerdas! Tidak ada yang lebih baik dibandingkan diriku! Karena akulah Rio! Perwujudan dari kebencianmu, Goro Flamingo!”
Sial, dia sekarang jadi terkesan menyombongkan dirinya sendiri, aku tahu dia itu bagian dari diriku, tapi dia benar-benar membuatku kesal. Bayangan saja, dia punya pemikirannya sendiri yang sangat bertolak belakang denganku, dia juga punya kekuatan yang hebat dan kepribadian yang memuakkan. Aku heran, mengapa hanya aku yang bisa bertemu dan berdebat dengan perwujudan kebencianku sendiri, apakah orang lain di luaran sana memiliki keanehan sepertiku, ataukah hanya diriku saja?
Aku langsung berdiri dan berjalan kembali ke kota, saat mendengar omongan-omongan sombong yang Rio serukan, sembari meninggalkan dia yang sepertinya masih mengoceh soal betapa spesialnya dirinya dibanding diriku. Sadar aku meninggalkannya cukup jauh, Rio langsung berlari mendatangiku dengan napas yang tersengal-sengal, bahkan aku heran mengapa dia punya tubuh fisik persis seperti manusia sungguhan yang bisa kelelahan saat berlari.
“Hey! Goro! Kenapa kau tega sekali meninggalkanku saat aku sedang semangat-semangatnya menjelaskan tentang betapa istimewanya diriku? Kukira kau tertarik mendengarnya, aku kaget saat melihatmu sudah pergi jauh dari hadapanku. Kau ini selalu saja membuatku terkejut, ya, dasar kau ini.”
Aku tidak merespon segala yang Rio ocehkan sekarang, aku hanya memandangi kembali pemandangan kota Layelfox yang dipenuhi dengan penyihir-penyihir aneh yang berjalan dan beterbangan kian-kemari seperti burung.
“Aku ingin terbang juga seperti mereka, buat aku terbang.”
Mendengar itu, sepertinya Rio kaget. “Mustahil, aku tidak bisa membuatmu terbang dengan kekuatanku. Kau harus melakukannya dengan kekuatanmu sendiri.”
Aku langsung menoleh mendengarnya dengan mata yang melotot. “Hah? Kau bilang apa tadi? Dengan kekuatanku sendiri? Kau ini bodoh atau t***l? Bukankah sudah jelas kalau aku ini tidak punya kekuatan sihir sedikit pun dari tubuhku? Lantas, bagaimana caranya aku bisa melakukannya dengan kekuatanku sendiri?”
“Tidak. Kau bisa melakukannya jika kau punya usaha dan niat, lagipula, aku yang merupakan perwujudan dari kebencianmu saja, bisa melakukannya, yang artinya, kau juga bisa. Memangnya kau pikir aku memperoleh kekuatan sihir dari mana? Berlatih dengan seorang guru? Dasar bodoh. Tentu saja aku mengambil kekuatan itu dari dalam dirimu, karena jauh di dalam dirimu, ada energi sihir yang menyala seperti api di atas lilin, kau mungkin tidak menyadarinya, tapi aku bisa melihatnya dengan jelas. Percayalah, jika kau melatih kekuatanmu terus-menerus, api di atas lilin jauh di dalam jiwamu, akan membesar dan membesar jadi seperti kobaran api.”
Aku melotot kaget mendengarnya.
“Oke, jadi bagaimana caranya kita pergi dari kota sialan ini? Kenapa kau tidak mengakifkan sihir anehmu yang tadi agar aku bisa keluar dari sini? Aku tidak ingin berlama-lama berada di kota memuakkan ini!” seruku setelah kami keluar dari restoran dan berjalan-jalan di tepian kota, aku terus-terusan membentak Rio yang merupakan perwujudan dari kebencianku untuk membuat portal atau semacamnya seperti yang dilakukannya sebelumnya agar aku bisa kembali pulang ke gubuk Gorootku di pantai.
“Ayolah, Goro? Kau ini kenapa? Bukankah ini kota yang luar biasa? Apa kau tidak bisa menyadarinya? Memang apa bagusnya kau membusuk di gubuk Gorootmu di tepi pantai itu? Hidup di sini lebih baik untuk kesehatan mentalmu, tentu saja. Dan seperti yang kubilang, aku juga yakin kau pasti akan masuk ke dalam salah satu squad hebat di kota ini untuk bekerja menjadi seorang penyihir dan mendapatkan banyak uang untuk masa depanmu.”
“Tidak ada masa depan untukku di sini, kau hanya mengada-ada, kota ini terlalu bodoh! Aku tidak betah tinggal di sini! Ya, kau memang benar, di sini ada banyak sekali sihir dan semacamnya, tapi aku tidak terlalu menyukai hal-hal bodoh semacam itu! Dan, ya, kau memang benar bahwa tinggal di sini akan membuat kesehatan mentalku membaik karena dibanding dengan tinggal sendirian di gubuk Goroot tepi pantai, di sini lebih ramai dan bersih, tapi tetap saja, aku tidak nyaman tinggal di sini!”
Aku benar-benar kesal sekarang, aku sudah bilang berkali-kali pada si b*****t Rio bahwa aku tidak nyaman dan tidak betah tinggal di sini, tapi dia terkesan memaksaku untuk tinggal dan menjadi seorang penyihir di sini, sialan! Memangnya dia itu siapa? Bukankah dia hanyalah perwujudan dari kebencianku? Bukankah itu artinya dia termasuk bagian dari dalam jiwaku? Tetapi kenapa pemikiran kami bertolak belakang, benar-benar menjengkelkan!
Karena Rio masih kekeh tidak ingin mengaktifkan kekuatannya untuk membawaku pulang ke tepi laut, aku jadi berinisiatif untuk pergi ke sebuah hutan sepi di sana dan duduk di bawah pohon, merenung dan melamun sepi di sana, sementara Rio hanya memperhatikanku dalam diam di depanku sambil berdiri tegak. Dilihat dari wajahnya, dia sepertinya tidak paham pada pola pikirku sekarang.
“Jadi, kau memutuskan untuk berdiam saja di sini?”
“Bukan urusanmu, bangsat.”
“Tidak, tentu saja ini urusanku, karena aku adalah perwujudan dari kebencianmu, aku tidak bisa kemana-mana sesukaku tanpamu, berdiri berjauhan denganmu dengan jarak 50 meter saja, itu akan membuatku lenyap karena aku tidak bisa berpisah jauh darimu, karena kita itu satu, kau tahu itu, kan?”
“Aku tidak tahu dan aku tidak peduli.”
“Okay, baiklah, baiklah, terserah, kau boleh melakukan apapun sesukamu di sini, Goro,” kata Rio dengan berjalan dan duduk di sampingku, dia kelihatannya menyerah meyakinkanku untuk tinggal di kota ini, baguslah, memang seharusnya begitu dari awal. “Tapi aku tetap tidak akan mengaktifkan sihirku untuk membawamu pulang ke rumah gubukmu itu.”
Aku langsung menatapnya lekat-lekat dengan kesal. “Tunggu dulu, mengapa kau jadi seperti bos di sini? Bukankah kau hanyalah perwujudan dari kebencianku? Seharusnya kau tidak boleh bersikap seperti itu pada jiwa asalmu ini, kau sebaiknya bersikaplah seperti b***k, karena tanpaku kau tidak bisa apa-apa.”
Rio langsung tertawa mendengarnya. “Kau ini terkadang lucu sekali, Goro,” Rio tampak menahan tawanya sebelum melanjutkan perkataannya lagi. “Ya, kau memang benar bahwa aku tidak akan bisa apa-apa tanpamu, karena kau adalah jiwa asalku, tetapi tentu saja itu juga berlaku untukmu. Memangnya kau bisa berada di sini berkat siapa? Apakah kau punya sihir di dalam tubuhmu?”
Aku merengut mendengarnya, sialan, dia mengejekku. “Tapi tetap saja, kau tidak bisa pergi jauh dariku karena kau hanyalah perwujudan kebencianku. Aku jadi penasaran, apakah aku juga punya perwujudan-perwujudan lain selain kebencianku? Mungkinkah ada perwujudan kecintaanku? Perwujudan kemalasanku? Perwujudan kemarahanku? Perwujudan ketakutanku? Perwujudan kebahagiaanku? Jika memang ada, pasti mereka lebih patuh terhadapku dibandingkan dirimu.”
“Aku tidak tahu soal itu, tapi mungkin saja memang ada, tapi mereka sepertinya masih belum mampu mengeluarkan perwujudannya sendiri, karena itu membutuhkan energi yang besar agar bisa keluar dan menampilkan wujud di depan dirimu.”
Merasa bingung, aku kembali bertanya pada Rio. “Lalu, bagaimana kau bisa keluar dan menampilkan wujudmu padaku? Sedangkan perwujudan-perwujudan lainnya belum mampu?”
“Tentu saja karena aku ini istimewa! Aku ini spesial! Aku ini kuat! Aku ini cerdas! Tidak ada yang lebih baik dibandingkan diriku! Karena akulah Rio! Perwujudan dari kebencianmu, Goro Flamingo!”
Sial, dia sekarang jadi terkesan menyombongkan dirinya sendiri, aku tahu dia itu bagian dari diriku, tapi dia benar-benar membuatku kesal. Bayangan saja, dia punya pemikirannya sendiri yang sangat bertolak belakang denganku, dia juga punya kekuatan yang hebat dan kepribadian yang memuakkan. Aku heran, mengapa hanya aku yang bisa bertemu dan berdebat dengan perwujudan kebencianku sendiri, apakah orang lain di luaran sana memiliki keanehan sepertiku, ataukah hanya diriku saja?
Aku langsung berdiri dan berjalan kembali ke kota, saat mendengar omongan-omongan sombong yang Rio serukan, sembari meninggalkan dia yang sepertinya masih mengoceh soal betapa spesialnya dirinya dibanding diriku. Sadar aku meninggalkannya cukup jauh, Rio langsung berlari mendatangiku dengan napas yang tersengal-sengal, bahkan aku heran mengapa dia punya tubuh fisik persis seperti manusia sungguhan yang bisa kelelahan saat berlari.
“Hey! Goro! Kenapa kau tega sekali meninggalkanku saat aku sedang semangat-semangatnya menjelaskan tentang betapa istimewanya diriku? Kukira kau tertarik mendengarnya, aku kaget saat melihatmu sudah pergi jauh dari hadapanku. Kau ini selalu saja membuatku terkejut, ya, dasar kau ini.”
Aku tidak merespon segala yang Rio ocehkan sekarang, aku hanya memandangi kembali pemandangan kota Layelfox yang dipenuhi dengan penyihir-penyihir aneh yang berjalan dan beterbangan kian-kemari seperti burung.
“Aku ingin terbang juga seperti mereka, buat aku terbang.”
Mendengar itu, sepertinya Rio kaget. “Mustahil, aku tidak bisa membuatmu terbang dengan kekuatanku. Kau harus melakukannya dengan kekuatanmu sendiri.”
Aku langsung menoleh mendengarnya dengan mata yang melotot. “Hah? Kau bilang apa tadi? Dengan kekuatanku sendiri? Kau ini bodoh atau t***l? Bukankah sudah jelas kalau aku ini tidak punya kekuatan sihir sedikit pun dari tubuhku? Lantas, bagaimana caranya aku bisa melakukannya dengan kekuatanku sendiri?”
“Tidak. Kau bisa melakukannya jika kau punya usaha dan niat, lagipula, aku yang merupakan perwujudan dari kebencianmu saja, bisa melakukannya, yang artinya, kau juga bisa. Memangnya kau pikir aku memperoleh kekuatan sihir dari mana? Berlatih dengan seorang guru? Dasar bodoh. Tentu saja aku mengambil kekuatan itu dari dalam dirimu, karena jauh di dalam dirimu, ada energi sihir yang menyala seperti api di atas lilin, kau mungkin tidak menyadarinya, tapi aku bisa melihatnya dengan jelas. Percayalah, jika kau melatih kekuatanmu terus-menerus, api di atas lilin jauh di dalam jiwamu, akan membesar dan membesar jadi seperti kobaran api.”
Aku melotot kaget mendengarnya.