Kamu Menikmatinya Bukan??

1611 Words
"Tidak mau! Untuk apa kita di sini??" tanya Vivian yang hampir saja memekik. Kalau sudah sampai seperti ini, pasti tidak akan beres. Laki-laki dan wanita, masuk ke dalam kamar hotel. Apa lagi yang akan terjadi nanti memangnya?? Lelaki ini benar-benar , otaknya malah memikirkan hal-hal macam begini terus. "Ayo masuk dulu. Jangan bicara di luar sini." "Ya tapi, untuk apa juga saya harus masuk ke sana??" "Jangan ribut di luar sini. Nanti orang-orang malah keluar dan memperhatikan kita. Atau bahkan, memanggil pihak keamanan juga. Lagi pula, hanya masuk dan duduk-duduk di dalam saja. Jangan seperti, tidak pernah terjadi apa-apa diantara kita begitu. Ayo, kita masuk dan bicara di dalam," bujuk Thomas tapi Vivian tetap bersikukuh untuk tetap diam di tempat. Namun, Thomas yang gemas itupun malah menarik tangan Vivian dengan cukup kencang dan menjebloskannya lansung ke dalam kamar, lalu menutup serta mengunci pintu kamar hotel tersebut. "Kamu benar-benar tidak waras ya!? Buka pintunya, aku mau keluar!" seru Vivian yang masih berdiri di dekat pintu yang terkunci. Sementara Thomas malah masuk ke dalam kamar dan membuka pintu balkon, lalu berdiri di sana sembari mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam saku celananya. Satu batang rokok Thomas ambil dan sisanya, kembali ia taruh di dalam sakunya lagi. Setelah itu, ia bakar ujung rokoknya dan berdiam diri di luar sini sambil menikmati pemandangan alam, yang lumayan menyejukkan dengan angin yang berhembus sepoi-sepoi. Sementara di dalam kamar. Vivian masih terlihat berdiri di depan pintu kamar penginapan. Ingin menjebol pintu saja rasanya. Akan tetapi, ia tidak kuat untuk melakukan hal tersebut. Jadi dengan terpaksa, ia harus datang membujuk orang yang berada di luar sana, untuk membukakan pintunya. "Buka pintunya. Aku mau keluar," ucap Vivian kini, saat ia sudah berdiri sejajar di samping Thomas di balkon. "Tunggu di dalam. Aku sedang merokok. Asapnya tidak baik untuk kesehatan," ujar Thomas. "Kalau sudah tahu tidak baik. Tapi kenapa masih merokok juga??" "Iseng," jawab Thomas singkat. Vivian menghela napas dan masuk lagi ke dalam. Ia duduk di tepi tempat tidur dengan tangan yang menyilang di depan dadanya. Ada-ada saja. Kemarin, ia diajak pergi berkencan. Ternyata, kencan yang seperti ini, yang dia maksud itu?? Mentang-mentang sudah berusia dewasa. Jadinya, hal yang dilakukannya pun serba berbau dewasa macam begini. Vivian berdecak kesal sambil melirik ke arah balkon dan melihat lelaki yang membawanya ke sini, masih sibuk mengepulkan asap rokok dari mulutnya. "Uhuk uhuk uhuk!!" Thomas menepuk-nepuk dadanya sendiri dan mematikan ujung rokok yang sedang ia pegang, lalu menyimpannya di dalam asbak. Sementara Vivan yang sejak tadi memperhatikan, kini malah jadi bergumam sendirian. "Hahh dasar. Tidak ingat umur. Masih juga merokok." Thomas nampak masuk kembali ke dalam kamar dan Vivian pun bergegas bangun dari tepian tempat tidur. "Ayo bukakan pintunya, Om," pinta Vivian yang bola matanya mengikuti lelaki, yang malah naik ke atas tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di atas sana. "Untuk apa terburu-buru. Kita beristirahat di sini dulu saja," saran Thomas sembari menghela napas dan juga menarik bantal untuk, lalu meletakkan kepalanya di atas bantal tersebut dan juga memejamkan matanya. "Ck! Om! Jangan lama-lama! Ayo kita pulang sekarang!" seru Vivian kepada lelaki, yang tidak kunjung membuka kelopak matanya itu. Vivian mengembuskan napas dengan kasar. Ia diam sambil memperhatikan lelaki yang sepertinya malah tertidur ini. Tapi kemudian, sebuah ide terlintas di dalam kepala Vivian. Ambil saja kunci di dalam sakunya itu. Lalu keluar melalui pintu itu. Vivian naik ke atas ranjang dan mulai melakukan penggeledahan. Mula-mula, ia rogoh saku celana di bagian belakang tubuh Thomas. Tapi karena tidak ketemu, apa yang sedang dicarinya itu. Tangan Vivian pun beralih ke samping dan langsung memasukan tangannya tanpa ragu ke dalam sana. Thomas membeliak dan melirik ke arah tangan Vivian berada sekarang, baru setelah itu menatap wajah Vivian. "Jangan dibangunkan. Memangnya, kamu mau bertanggung jawab??" ucap Thomas dan Vivian segera menarik tangannya kembali, karena merasa ada sesuatu yang bergerak tadi. Vivian terlihat gelagapan. Sementara Thomas bangkit dari posisi rebahan sambil terus menatap Vivian. "Apakah aku harus, meminta pertanggung jawaban dari kamu sekarang?" ujar Thomas dan Vivian nampak kelihatan ngeri sampai bergidik. Vivian cepat-cepat turun dari atas ranjang. Akan tetapi, baru satu kaki yang menyentuh lantai, sepasang tangan sudah lebih dulu melingkar di pinggang Vivian dan tubuhnya itupun ditarik ke belakang serta tubuhnya segera dilumpuhkan, dengan sebuah kungkungan. "Lepaskan," ucap Vivian sebelum akhirnya bibirnya itu dibungkam oleh Thomas, dengan menggunakan bibirnya yang lumayan tebal itu. Vivian tidak bisa memberontak. Bukan hanya karena tubuhnya yang sedang ditindih saja. Melainkan karena, kedua tangannya juga, yang tengah dicengkeram dengan kedua tangan Thomas. Tubuh Vivian terkunci dan ia kesulitan untuk bergerak. Sementara orang yang berada di atas tubuh saat ini, nampak sedang menikmati sentuhan diantara bibir mereka berdua. Ia pagut dengan sangat lembut dan hal tersebut, malah membuat Vivian diam-diam merasakan rasa bibir yang manis. Vivian terbuai, hingga ia lupa bila harus memberontak. Ia tenggelam dalam pagutan yang Thomas berikan untuknya. Hingga ketika pagutan dihentikan, Vivian hanya diam tertegun tanpa bicara apa-apa. Thomas bangkit dan Vivian pun menyusul beberapa setelahnya. Seperti orang yang linglung dan kelihatan bingung. Vivian hanya diam saja, Sedangkan orang yang tengah berada di dekatnya ini, malah meraih tangan kanan Vivian dan mengecupi punggung tangannya hingga berkali-kali dan setelahnya, orang tersebut pun merebahkan tubuhnya lagi, juga meletakkan kepalanya di atas pangkuan Vivian. "Sebenarnya, kita mau apa sih di sini? Kenapa aku malah dibawa ke sini?" tanya Vivian penasaran. Tadinya, ia berpikir akan dimakan. Namun ternyata, Thomas hanya menjilati 'topping'nya saja, tanpa mau memakan semuanya. "Hanya ingin begini saja. Hanya ingin menghabiskan waktu berduaan bersama kamu," ucap Thomas sembari menatap sang pujaan hati dari bawah. Ya meskipun, Vivian malah menatap ke arah lain. "Di rumah setiap hari juga ketemu kan?" ujar Vivian yang hanya melirik sekilas, kepada pria yang sedang menatap ia di bawah sana. "Iya. Tapi rasanya berbeda. Terlalu sedikit waktu yang kita miliki, jika berada di rumah. Belum lagi, dengan rasa was-was yang kita rasakan ketika berada di sana. Kalau begini, rasanya jadi lebih tenang dan juga menyenangkan. Benar bukan?" ucap Thomas sembari tersenyum dan menyentuh dagu Vivian dengan jari telunjuk tangan kanannya. "Tidak juga," jawab Vivian dengan pelan dan lelaki yang sedang rebahan di atas pangkuannya pun terbangun, lalu menatap wajah Vivian hanya dari jarak sepuluh sentimeter saja. "Benarkah? Apa perlu, kita bersenang-senang dulu di atas sini," ucap Thomas dengan suara yang pelan. Tapi berhasil membuat Vivian menolehkan kepala dan menatapnya juga. "Jangan macam-macam, Om!" cetus Vivian dengan galak. Thomas tersenyum dengan lebar sambil menatap raut wajah yang tidak bersahabat kepada dirinya ini. "Kamu galak sekali sih?" ujar Thomas sambil dengan sengaja berbisik di dekat indra pendengaran Vivian. "But whatever you are. I still like you." ujar Thomas sembari membubuhkan kecupan di pipi Vivian, yang segera Vivian usap bekasnya. Thomas berikan lagi kecupan pada tempat yang sama dan kembali Vivian usap kembali dan begitu saja seterusnya. Thomas jadi gemas sendiri. Ia pegangi kedua tangan Vivian dengan cukup kencang dan kecupan yang bertubi-tubi pun, ia layangkan di pipi Vivian sampai ia kewalahan. "Berhenti, Om! Stop!" seru Vivian, sambil meronta-ronta. Thomas berhenti sejenak dan berkata, "Aku akan hentikan. Asal kamu jangan lagi menghapusnya," pinta Thomas dan Vivian tidak menimpalinya sama sekali. Ia hanya diam saja, jadi terpaksa tidak akan Thomas turuti keinginannya. "Baiklah. Akan aku lanjutkan lagi," ucap Thomas yang sudah akan kembali maju bibir dan wajahnya lagi, tapi si pemilik pipi itupun akhirnya bersuara juga. "Iya iya! Tidak akan saya hapus!" cetus Vivian dan Thomas pun berhenti , juga melepaskan cekalan pada kedua tangan Vivian. Vivian diam saja sambil melirik tajam kepada pria, yang tidak mau berhenti juga dalam memberinya tebaran senyuman. "Kapan kita pulang?" tanya Vivian kemudian. "Nanti malam saja," ucap Thomas sembari meletakkan kepalanya lagi di atas paha Vivian dan segera memejamkan matanya, dengan tangan yang ia silangkan di depan dadanya sendiri. Sementara Vivian nampak menghela napas, lalu berdecak karena kesal. Apa-apaan semua ini pikirnya. Mereka menghabiskan waktu, seperti sepasang kekasih saja. Detik demi detik dan berganti dengan menit, yang sampai sudah terlewati hingga puluhan. Lelaki yang sedang tidur di dalam membuat Vivian semakin geram jadinya. "Apa sih yang ada dipikiran anda sebenarnya!?" cetus Vivian saking geramnya. "Kamu." Jawaban singkat yang Vivian terima, dari orang yang ia pikir sudah terlelap. Tapi ternyata belum dan orang tersebut pun, kini bangkit dari posisinya dan kembali menatap Vivian lagi dengan jarak wajah mereka yang begitu dekat. "Akhir-akhir ini, aku selalu memikirkan kamu. Selalu ingin bertemu dan melihat kamu lebih lama. Dan sekarang, aku sudah memiliki kesempatan, untuk melakukan itu semua bersama kamu." "Tapi anda itu ayahnya teman saya," ujar Vivian dengan helaan napas, yang tersangkut di kerongkongan. "Tapi kamu juga milikku. Jangan beranggapan , apa yang sudah terjadi diantara kita itu, hanyalah mimpi. Semuanya nyata dan kalau kamu masih merasa semuanya hanya mimpimu saja, aku akan kembali mengingatkan kamu, pada kenyataan yang sudah kita lalui bersama," ucap Thomas yang segera meraup bibir Vivian dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Thomas membuka mulutnya dengan cukup lebar dan meraup bibir Vivian dengan ganas. Ia tidak membiarkan Vivian berkata-kata sama sekali. Kedua tangan yang hendak mendorong tubuhnya pun Thomas kunci menjadi satu di atas kepala Vivian. Sementara tangan Thomas yang lainnya, sedang sibuk membuka kancing kemejanya sendiri satu persatu, hingga terlepas semuanya. Sambil mengunci tubuh Vivian, Thomas masih bisa menanggalkan seluruh pakaian yang ia kenakan, maupun pakaian yang melekat di tubuh Vivian juga dan setelah semua kain penghalang itu pergi. Kini, Thomas memulai kembali, apa yang sudah pernah terjadi diantara mereka berdua sebelumnya dan untuk yang kali ini, bahkan lebih menggila lagi dari sebelumnya, hingga Vivian kelepasan melenguh, mengerang dan bahkan mendesah dengan keras, sampai Thomas terpaksa harus membekap mulutnya dari arah belakang. "Bagaimana? Kamu menikmatinya bukan?" bisik Thomas di dekat indra pendengaran Vivian, dengan deru napasnya yang memburu dan dengan pinggul yang bergerak , dengan sangat cepat dan energik.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD