Aldo mencoba untuk tersenyum dan juga mengangguk kepada orang tersebut. Sementara orang yang ia beri lontaran senyuman, malah menatapnya dengan sinis , sampai kemudian Aldo kembali menatap Vivian lagi, untuk menuntaskan maksud dan tujuannya dulu.
"Ini bunganya. Kamu ambil dulu saja," ucap Aldo dan Vivian malahan menerima bunga itu begitu saja secara reflek. Lupa, bila ada orang yang sudah berapi-api, ketika melihat pemandangan tersebut.
"Ayo cepatlah!" seru orang yang berada di dalam mobil terhadap Vivian, hingga ia tersentak kaget
"Eum, Al. Aku duluan ya?"
"Oh iya , hati-hati, sampai bertemu besok dan aku tunggu jawaban kamu juga ya?"
"Iya," jawab Vivian sembari tersenyum dengan kaku.
Vivian masuk ke dalam mobil, yang kini pintunya ditutup oleh Vivian. Ia juga baru akan membuka kaca, untuk melakukan salam perpisahan. Namun, belum juga terlaksana niatannya itu, Thomas sudah langsung saja tancap gas dan melaju dengan kencangnya, hingga berhenti di dekat tempat sepi dan segera menghakimi, wanita yang sedang duduk di sisinya ini.
Thomas memutar tubuhnya sendiri dan menatap dengan intens wajah dari Vivian. "Apa yang sedang kamu lakukan dengannya tadi??" cecar Thomas.
"Oh, itu... Aldo. Dia, menyatakan perasaannya dan mengatakan apa aku mau berpacaran dengannya."
"Lantas, kamu menjawab apa tadi??" tanya Thomas dengan nada suara yang semakin tinggi plus bercampur dengan rasa panik juga. Masa iya, dia dengan mudahnya menerima dan memilih anak ingusan seperti tadi.
"Ya belum sempat saya jawab. Soalnya, anda sudah keburu datang ke sana tadi kan??" jawab Vivian.
"Hahhh... Syukurlah. Ya sudah, tolak saja!" cetus Thomas dengan seenaknya.
"Ha? Kenapa?" tanya Vivian yang membuat kelegaan di hati Thomas lenyap dalam sekejap mata. Wanita ini, apa dia sedang mencari mati?
"Kenapa?? Kamu masih bertanya kenapa???" ucap Thomas yang tidak ada santai-santainya.
"Ya iya. Memangnya, apa alasan aku untuk menolak dia??" ucap Vivian yang malah semakin menantang singa, yang sedang tidur ini.
"Bukankah jawabannya sudah sangat jelas??" ucap Thomas dengan bengis.
"Jawaban apa??" ucap Vivian yang seperti menguji kesabaran Thomas tanpa henti.
"Ck. Apa aku masih harus mengulanginya lagi???" ucap Thomas dengan begitu menggebu-gebu. Ia tatap wanita di sisinya ini dengan begitu serius dan kembali berucap lagi. "Ok baiklah. Kamu itu milikku kan??" ucap Thomas dengan begitu seenaknya.
Vivian menyunggingkan bibirnya. "Apa? Sejak kapan??" tanya Vivian dengan semakin menantang.
"Ya tentu saja, sejak pertama kali kita bertemu, kamu itu sudah menjadi milikku seutuhnya. Lagi pula, aku duluan juga kan, yang sudah menyatakan perasaan terhadap kamu?? Apa semua itu masih belum jelas?? Apa kamu masih belum paham-paham juga akan hal itu???"
"Iya tapi, aku tidak pernah bilang iya. Kapan aku bilang setuju??"
"Aku rasa, aku tidak perlu menunggu persetujuan dari kamu," ujar Thomas.
"Ya mana bisa begitu?? Aku yang menjalaninya kan??" ucap Vivian, yang tetap tidak mau kalah, sampai membuat Thomas gemas dan gerah.
"Kamu milikku. Titik!" ucap Thomas yang hendak kembali melaju lagi. Tapi ucapan Vivian malah membuatnya tidak langsung pergi untuk melaju lagi.
"Om, anda tidak bisa sembarangan melabeli orang seperti itu!" cetus Vivian.
Thomas yang sudah memegang kemudi dan menatap ke depan sana, kini kembali melirik kepada Vivian dan berucap lagi, dengan kata-kata yang penuh dengan penekanan.
"Apa aku perlu mengatakan kepadanya, sudah seberapa jauhnya hubungan kita?? Atau, aku perlu mengatakan kepadanya juga, bagaimana rasanya, malam yang sudah kita habiskan bersama waktu itu hm?" ucap Thomas yang dalam sekejap, sudah bisa membuat Vivian membungkam mulutnya.
Oh ya Tuhan. Dia sembarangan sekali sih!!
"Kamu tidak akan berani," ucap Vivian, dengan nyali yang sudah semakin menciut ini. Tapi ia tetap mencoba untuk melawan sebisa yang ia mampu dulu.
Thomas menyunggingkan senyuman dan berkata, "Perlu bukti?? Tunggu dan lihat saja, kalau sampai aku mendengar kalian menjalin hubungan, aku tidak akan lagi segan-segan. Aku tidak sedang main-main sayang," ujar Thomas yang nampak terlihat serius dari mimik wajah maupun perkataannya juga.
Kini Thomas kembali melaju lagi. Ketika Vivian sudah tidak bersuara sama sekali. Tetapi kemudian , ia kembali berhenti lagi dan membuka kaca mobil, lalu setelah itu menarik cepat benda yang masih juga dipegang oleh Vivian, yang tadi diberi oleh Aldo dan melemparkannya keluar , melalui kaca mobil yang terbuka.
"Kamu tidak membutuhkannya. Aku bisa memberikan yang lebih dari itu!" cetus Thomas.
Vivian diam mematung tanpa bisa mengeluh. Kaca mobilnya pun kembali Thomas tutup lagi dan ia pun kini, melaju lagi dengan mobilnya dan pulang ke rumah bersama dengan wanita, yang hanya bisa melipat bibirnya erat-erat, tanpa mampu banyak melawan.
Ketika mobil sudah sampai di depan rumah. Wanita yang memang belum tidur itupun, nampak berdiri di teras rumah dan membuat Vivian bernapas dengan sedikit lebih lega.
Aman. Lelaki ini tidak akan mampu berkutik lagi, bila ada putrinya di sana dan memang benar saja. Dalam sekejap, lelaki yang duduk di kursi kemudi itu diam membatu. Kalau tidak ada anaknya, ia sudah bak singa, yang tidak henti-hentinya mengaum. Namun, bila sudah melihat putrinya itu, ia langsung tidak berkutik dan tidak bisa berkata apapun, seperti anak kucing.
Vivian turun dari mobil dan mendatangi wanita yang sedang berdiri di depan rumah tadi itupun segera meraih lengan Vivian dan menggandengnya.
"Kamu belum tidur, Yas??" tanya Vivian.
Yasmine menggeleng sambil tersenyum. "Belum. Aku itu, memang sengaja nunggu kamu dari tadi. Ayo masuk. Kita pergi ke kamarku dulu yuk!" seru Yasmine sembari membawa Vivian bersamanya.
Keduanya menaiki tangga bersama-sama dan saat sudah berada di dalam kamar Yasmine. Moment Interogasi pun dimulai.
"Gimana???" tanya Yasmine yang terlihat amat sangat antusias. Bahkan juga dengan senyuman yang nampak lebar di bibirnya.
"Ha? Apanya, Yas??" tanya Vivian kebingungan.
"Jangan pura-pura. Tadi itu, Aldo pasti habis nembak kamu kan?? Iya kan?? Terus terus, apa kamu sudah terima dia??" cecar Yasmine dengan sangat bersemangat sekali. Akan tetapi, yang tengah dicecar, malah terlihat tersenyum dengan kaku. Ia pikir kenapa. Ternyata, ada pertanyaan macam ini, yang dilayangkan untuknya.
Tapi selanjutnya pun, ia lebih bingung lagi, untuk menjawab pertanyaan dari wanita ini. Karena ayahnya itu malah menyuruhnya untuk menolak Aldo. Sedangkan, anaknya malah bertanya alasan ia, untuk tidak menerima lelaki, yang merupakan teman SMA dari anaknya ini.
"Masih belum dijawab. Tapi sepertinya, mau aku tolak saja deh," jawab Vivian dan membuat wanita yang antusias tadi, kini jadi lemas begini kelihatannya.
"Lho kenapa?? Aldo baik lho, Vi. Anaknya nggak pernah neko-neko."
"Em, aku belum tahu dia lebih jauh kan. Kita... Baru kenal sebentar. Jadi, aku belum mau menerima sembarangan orang."
"Tapi aku kenal dia tiga tahun. Kita satu SMA. Kita sekelas juga. Dia itu baik anaknya. Pekerjaan keras juga."
"Iya, Yas. Tapi, buat saat ini aku mau fokus menata kehidupan aku dulu deh. Aku mau memikirkan masa depan dulu. Aku harus memikirkan kuliah dan tempat tinggal untuk aku juga nanti kan?? Jadi untuk sekarang, aku masih ingin sendiri dulu."
"Oh begitu. Yah, sayang sih. Emangnya nggak bisa sambil dijalanin aja gitu?"
"Ya nanti malah nggak fokus, Yas. Pokoknya sekarang, aku cuma mau fokus ke diri sendiri dulu. Belum mau memikirkan hal yang lain. Apa lagi menjalin hubungan dengan laki-laki."
"Yah... Aldo patah hati deh. Tapi mau gimana lagi ya kan?? Kamunya belum mau pacaran dulu."
"Eum, kamu bilang Aldo baik dan kamu juga udah lama kenal dia kan. Kenapa nggak kamu dengan dia?"
"Ah susah. Daddy tuh posesif. Aku nggak pernah boleh dekat laki-laki. Takut terjebak ke pergaulan yang salah katanya. Soalnya, dulu Dad juga begitu. Dad itu mantan playboy waktu muda. Jadi dia bilang tahu akal bulusnya laki-laki. Ya padahal semua laki-laki nggak mungkin begitu semuanya."
"Oh pantas aja," ucap Vivian sembari tersenyum kaku.
"Ha? Kenapa, Vi??" tanya Yasmine.
"Hm?? T-tidak apa-apa. Oh iya, aku mau ke kamar dulu ya, Yas? Capek. Mau istirahat."
"Oh iya, ya udah. Malam Vivian. Aku juga mau tidur nih."
"Iya. Malam juga, Yas. Ya sudah, aku mau ke kamarku dulu," ucap Vivian yang bergegas kembali ke kamarnya lagi dan ketika tiba di sana, serta baru juga menutup pintu kamarnya. Sosok orang yang berdiri sejak tadi di belakang pintu membuat Vivian melonjak kaget.
"Kamu! Kenapa kamu di sini??" ucap Vivian yang hampir saja memekik dengan suara yang keras.
"Aku sedang menunggu kamu," ucap sosok itu, yang tentu saja lelaki yang seringkali menyusup ke dalam kamarnya ini.
"Untuk apa?? Baru tadi kita bertemu kan??" ucap Vivian.
"Ada yang ingin aku sampaikan kepada kamu," ucap sosok itu dengan raut wajah yang cukup serius.
"Apa?? Cepat katakan dan setelah itu cepat keluar dari sini."
"Besok. Bagaimana kalau kita pergi berkencan berdua saja," ucap Thomas sembari menatap ke dalam bola mata Vivian dari dekat.
Vivian tersenyum kecut dan menggelengkan kepalanya perlahan. "Apa anda sudah gila?"
"Aku hanya butuh jawaban iya atau tidak. Atau sebenarnya, aku hanya butuh jawaban iya saja dari kamu."
Mulut Vivian terbuka dan ia nampak menganga, mendengarkan setiap kata-kata yang dilontarkan oleh pria dewasa di depannya sekarang, yang semakin lama semakin melantur saja.
"Jangan bermain api, Om. Apa anda tidak takut terbakar nanti??" ucap Vivian.
"Tidak. Karena aku sudah terbakar sekarang. Memang terasa sedikit sakit, tetapi juga nikmat bukan?" ucap Thomas sembari menggigit bibir bawahnya sendiri dan membelai lengan Vivian, untuk sedikit mengingatkan Vivian, ke dalam penyatuan pertama mereka kala itu.
Vivian menepis kasar lengan lelaki, yang berdiri di hadapannya sekarang.
"Tolong keluar sekarang!" tegas Vivian. Akan tetapi, orang yang berada di hadapannya ini, masih saja diam tanpa melakukan gerakan apa-apa.
"Om, ayo keluar. Apa anda ingin Yasmine memergoki kita di sini??" desak Vivian.
"Saya akan pergi, tapi setelah kamu setuju, untuk pergi bersama saya besok."
"Tapi besok saya kerja! Anda juga pasti harus pergi ke kantor kan??"
"Kamu bisa mengambil libur untuk besok katakan saja ada keperluan dan saya pun, bisa pulang lebih awal dan menjemput kamu nanti."
Vivian menutup wajah dengan telapak tangannya dan sambil menghela napas dalam-dalam. Ia benar-benar seperti diperangkap, dengan segala macam cara, hingga memaksanya untuk tidak pernah berkata tidak.
"So, bagaimana? Apa kamu setuju??" tanya Thomas.
Vivian menurunkan kedua tangan dari wajahnya dan tidak menatap kepada Thomas sama sekali. "Ya sudah. Sekarang anda keluar dari sini," usir Vivian.
"Setuju atau tidak??" ucap Thomas untuk memperjelas.
"Ck! Iya!"
"Iya apa??"
"Iya! Setuju!" cetus Vivian sembari menatap tajam kepada Thomas.
Thomas tersenyum lebar dan menangkup kedua pipi Vivian dengan tangannya, lalu mengecup bibir wanita, yang matanya terbuka lebar-lebar itu.
"See you tomorrow my love," ucap Thomas yang kini menurunkan kedua tangannya lagi, setelah itu pergi ke pintu dengan ia, sebelumnya menoleh ke kanan dan kiri dulu, saat kepalanya itu menyembul keluar, lalu pergi cepat-cepat dari dalam kamar Vivian, saat situasi aman terkendali.
Keesokan harinya.
Mobil berwarna hitam terlihat berhenti di depan gerbang kampus. Yasmine bergegas membuka sabuk pengaman di tubuhnya duluan dan tumben sekali, ayahnya ini malah ikut melakukan hal yang sama dan bahkan, ia juga keluar dari dalam mobil dan pergi ke sisi putrinya, yang sudah berdiri di sisi mobil.
"Dad? Kenapa? Kok Daddy turun juga??" tanya Yasmine keheranan.
"Iya. Hanya ingin memastikan saja, apakah akan ada yang nakal saat berada di sana nanti," ucap Thomas sembari menatap bangunan kampus. Atau lebih tepatnya, menatap sosok pria yang sedang menunggu di dalam gerbang kampus, yang sedang menatap wanita di sisi Yasmine dengan senyuman yang terlihat sangat menyebalkan untuk Thomas. Rasanya, seperti ingin meninju wajah menyebalkan pria itu saja jadinya.
"Ya ampun, Dad. Yasmine cuma belajar di sini. Dad bisa tanya Vivian. Yasmine tidak macam-macam kok. Pure kuliah!" cetus Yasmine yang merasa kata-kata Thomas tadi ditujukan kepada dirinya.
"Oh ya?" ucap Thomas sembari melirik kepada Vivian. "Semoga saja hal itu benar. Karena akan ada konsekuensi, dari setiap perbuatan yang dilakukan tanpa berpikir panjang," sindir Thomas, untuk wanita yang berpura-pura melihat ke arah lain ini.
Iya, Dad. Tenang. Aman pokoknya. Yuk, Vi! Kita masuk sekarang," ajak Yasmine yang kini segera menggandeng lengan Vivian dan membawanya ke arah gedung tinggi di depan sana.
"Selamat pagi Vivian," sapa Aldo dan pria yang masih berada di belakang itupun, segera melonggarkan ikatan dasi di lehernya sembari memperhatikan lelaki konyol, yang menebarkan senyuman, kepada wanita miliknya.
"Pagi, Al," balas Vivian dengan rasa merinding, karena pria yang di sana masih memperhatikan ke mereka.
"Yuk masuk," ajak Vivian yang kini berjalan duluan.
Thomas menghela napas. Sudah memberikan peringatan lebih dari satu kali, tapi tetap saja ia merasa was-was seperti ini. Takutnya, ada yang benar-benar nekat dan bisa juga main belakang tanpa sepengetahuan dirinya.
Tapi bersabar saja sedikit. Karena nanti siang, ia akan datang menjemput wanita itu dan memastikan sendiri, bila ia tidaklah macam-macam di belakangnya.