Memergoki Dua Sejoli

2122 Words
"Kenapa? Kok reaksi kamu begitu," ucap Axel sembari tersenyum. Vivian tersenyum kaku dan kemudian menundukkan kepalanya. "Tidak apa-apa." "Kaget? Bingung?" tanya Axel yang nada bicara sangatlah santai. Berbeda sekali dengan Vivian, yang begitu banyak takutnya. Takut salah ucap. Takut salah bicara yang tidak-tidak dan ujung-ujungnya, ia sendiri yang malah terkena imbasnya juga nanti. "Iya," jawab Vivian singkat. "Oh iya, kita mampir di depan dulu yuk!" ajak Axel, yang sudah tidak lagi membahas soalan tadi dan malah mengajak Vivian, untuk berhenti di sebuah minimarket. Vivian tidak mengatakan iya ataupun tidak untuk ajakan Axel tadi. Tapi, Axel malah langsung berhenti saja di parkiran minimarket dan mengajak Vivian turun. "Ayo turun, kita masuk dan beli cemilan untuk di rumah." "Aku di sini saja, Kak," tolak Vivian secara halus. "Lho kenapa??" tanya Axel kebingungan. Kedua alisnya bahkan hampir menyatu, berkat dahi yang tengah mengerut saat ini. "Eum, aku belum gajian. Baru juga mulai bekerja beberapa hari. Jadi kakak saja yang pergi. Aku tunggu di sini." "Ya tidak usah dipikirkan. Aku ada uang. Kalau kamu ingin apa-apa ya tinggal ambil saja. Nanti, biar aku yang bayar." "Tidak enak, Kak. Kemarin sudah kan. Masa, sekarang ditraktir lagi." "Ya tidak apa-apa. Mumpung ada. Uang saku aku lumayan bisa untuk kita jajan di dalam sini. Lagian, kamu baru pulang kerja. Apa tidak lapar??" "Nanti bisa makan di rumah kan, Kak." "Ya kalau ada. Kalau tidak ada makanan apa-apa?? Memangnya, kamu mau menahan lapar sampai pagi?? Sudah ayo, kita turun. Kita beli cemilan dan kamu boleh ambil apapun yang kamu mau." "Nanti aku jadi besar kepala, Kak." "Astaga Vivian... Kamu mau, aku jadikan duta orang yang tidak enakkan huh??" Vivian tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya. "Ya sudah ayo turun makanya. Kita masuk dan pilih. Atau, begini saja deh. Kamu masuk dan temani aku saja di dalam. Bagaimana??" saran Axel dan ia pun melihat Vivian yang langsung saja keluar dan turun dari mobil. "Hahhh... Dari tadi kek," gumam Axel seraya keluar juga dari pintu mobil yang satunya lagi. Vivian dan Axel memasuki minimarket tadi. Sementara orang yang sejak tadi membuntuti keduanya pun, ikut berhenti juga dengan perasaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Kesal, marah, jengkel, muak. Ah, pokoknya semua rasa campur aduk. Apa lagi, hanya bisa memendam semuanya sendiri. Dan lagi, siapa yang tahan, ketika melihat wanita pujaannya, malah dekat-dekat dengan lelaki lain. Bahkan, kalau dilihat-lihat, mereka bukan hanya dekat biasa. Akan tetapi, sudah seperti sepasang kekasih saja. Padahal seharusnya, itu adalah tempatnya kan?? Ia lah yang seharusnya berada di sisi Vivian sekarang ini. "Kamu mau ini??" tanya Axel, ketika ia melihat Vivian yang hanya diam tertegun, di depan rak penyimpanan roti. "Tidak, Kak," jawab Vivian sambil menggelengkan kepala. Tetapi matanya masih juga melirik ke dalam rak tadi. Axel menghela napas dan mengambil beberapa rasa, lalu ditunjukkan kepada Vivian. "Menurut kamu, lebih enak rasa yang mana??" tanya Axel yang sudah mensejajarkan tiga roti dengan rasa yang berbeda. Ada rasa cokelat, keju maupun stroberi. "Yang keju sepertinya enak, Kak," ucap Vivian sembari menelan salivanya sendiri. Ia sudah membayangkan bila roti tersebut masuk ke dalam mulutnya. Hanya saja, ia cuma bisa mengkhayal, tanpa bisa merasakannya secara langsung. "Stroberi atau cokelat tidak??" tanya Axel lagi. "Lebih kelihatan enak yang keju sih, Kak." "Ya sudah. Kita ambil tiga rasa kejunya," ucap Axel sembari memasukkan tiga roti tadi ke dalam keranjang belanja, lalu berjalan lagi sambil melihat-lihat makanan yang lainnya. Axel mengambil s**u kemasan berukuran lumayan besar dan memasukkannya ke dalam keranjang belanjaan juga. Ia juga mengambil beberapa makanan ringan sembari memperhatikan wanita, yang sedang melihat-lihat makanan juga. Tapi hanya memandangi tanpa mengambil apapun. Akhirnya, hal yang tadi ia lakukan kembali saja, hingga belanjaannya sudah hampir penuh dua keranjang. "Sudah. Ayo, kita ke kasir," ajak Axel sembari mengambil satu keranjang lain dari tangan Vivian dan mengambil lalu membawanya ke kasir. Vivian menunggu di dekat kasir dan memperhatikan kasir, yang tengah men-scan setiap makanan dalam keranjang tadi, hingga menjadi dua kantung belanjaan yang penuh dan Axel pun membayar semua makanan itu, lalu menjinjingnya sendiri. "Sini, Kak. Biar aku bantu bawakan," ucap Vivian yang menawarkan bantuan, saat Axel sudah mendatangi dirinya. "Tidak usah. Kamu tolong bukakan pintu mobilnya saja ya? Ayo, kita jalan keluar, " ajak Axel yang kemudian menyuruh Vivian, untuk berjalan duluan. Pintu mobil dibukanya untuk Axel. Jadi, ia pun bisa meletakkan barang bawaannya di kursi belakang. Sementara ia duduk di kursi depan, bersama dengan Vivian di sebelahnya. Axel mengecek semuanya, sebelum melaju pergi lagi dan setelah dirasa tidak ada yang tertinggal, ia akhirnya melaju kembali ke kediaman pamannya. Sesampainya di rumah. Vivian kembali ingin membantu. Namun ditolak, oleh lelaki yang menenteng sendiri belanjaannya dan memanggil Vivian, ketika ia hendak naik ke tangga. "Vivian! Ke sini dulu sebentar!" panggil Axel dan Vivian pun menurut-menurut saja. Ia datang kepada Axel dan berdiri di sisinya. "Kenapa, Kak?" tanya Vivian. "Ini, kamu ambil yang ini. Sana bawa ke kamar," ucap Axel sembari memberikan kantung belanjaan, yang berisi makanan yang sepertinya Vivian inginkan tadi. Juga ia tambahkan beberapa macam makanan lainnya juga di dalamnya, untuk dimakan bersama Yasmine nanti, bila dia masih bangun itupun. "Untuk aku, Kak??" tanya Vivian yang masih juga belum percaya penuh, kepada lelaki di dekatnya itu "Iya untuk kamu. Ayo ini ambil," ucap Axel sembari mengalihkan kantung belanjaan kepada Vivian. Vivian tersenyum kaku. Senang sih. Tapi tidak enak. "Eum, kalau aku gajian. Nanti aku ganti ya, Kak??" ucap Vivian untuk menghempas jauh-jauh, rasa tidak enak kannya itu. "Astaga. Tidak usah diganti. Kamu cuma diberi makanan kok. Bukan berlian. Ambil dan makan saja. Sana bawa ke kamar. Makan bersama Yasmine, kalau dia masih bangun. Aku mau taruh sisanya dulu di dapur." "Iya, Kak. Terima kasih banyak, Kak." "Iya sama-sama. Sudah sana naik. Aku mau simpan ini dulu, " perintah Axel yang sudah menjinjing lagi sisanya dan pergi ke dapur. Sementara Vivian tersenyum dengan lebar sembari menggenggam kantung belanjaan tadi dan naik ke tangga dengan sangat girang dan riang. Wanita, kalau sudah menyangkut makanan memanglah nomor satu. Apa lagi, pas sekali sedang lapar- laparnya begini. Tangan Vivian tiba-tiba saja dicengkeram dari belakang. Ia pikir, itu adalah Axel. Akan tetapi, saat kepalanya ini berputar, ia malah menemukan Thomas di sana, yang kini berjalan hingga posisi tubuhnya berada di satu tangga yang lebih rendah, dari tangga yang sedang Vivian pijak sekarang. Lelaki itu tidaklah berkata apa-apa. Tapi ia luapkan kekesalan dengan cara yang lain, yaitu dengan merengkuh pinggang Vivian yang kecil dan melahap bibirnya, hingga gadis itu terbelalak dan membuka kelopak matanya dengan sangat lebar. Vivian hendak mundur. Tapi Thomas malah menarik tubuh Vivian dan mendekapnya dengan lebih kencang lagi, hingga ia tidak bisa berkutik, berucap, maupun berteriak juga tidak mampu, karena mulut yang sedang dikunci rapat dengan menggunakan bibir Thomas sendiri. Gadis kecil ini, harus selalu diingatkan, agar tidak melakukan hal yang macam-macam terus di belakangnya. Ia terlalu bebas dan terlalu friendly kepada laki-laki. Makanya, sebagai 'Pemilik' ia wajib sekali, untuk selalu membuat Vivian terngiang-ngiang, akan dirinya seorang. Sementara itu, orang yang sudah selesai di dapur pun kini bertolak pinggang sembari menghela napas. Setidaknya, tidak hanya menumpang tapi juga mengisi kulkas rumah ini. Tidak dimakan olehnya pun bisa dimakan oleh Yasmine ataupun Vivian nanti. Axel tinggalkan dapur dan naik ke lantai atas. Namun, baru beberapa langkah saja tangga itu ia injak, dalam sekejap , Axel malah tertegun di salah satu anak tangganya, ketika ia yang secara tidak sengaja malah melihat sepasang sejoli, yang sedang bertautan bibir di atas sana. Karena sedang sama-sama memejamkan mata, kehadirannya pun tidak dilihat oleh mereka dan Axel pun , segera kembali lagi ke bawah dengan cepat juga hati-hati. Axel tertegun di bawah tangga, dengan perasaan yang shock sekali. Memang sudah sempat menaruh sedikit kecurigaan, dari cara lelaki yang merupakan pamannya itu bersikap. Namun yang gilanya, ternyata malah benar ada sesuatu antara pamannya itu, dengan teman dari anaknya itu sendiri. Axel tersenyum masam sembari geleng-geleng kepala. Masih tidak percaya, dengan apa yang dilihatnya tadi. Apa gadis muda itu dipaksa?? Kalau pun benar karena paksaan, harusnya, ia berteriak saja dan meminta perlindungan. Akan tetapi, tadi kelihatannya tidak seperti itu. Mereka seperti orang, yang memang sedang menjalin sebuah hubungan. Pamannya itu memanglah seorang duda. Tidak beristri dan tidak juga memiliki kekasih. Tetapi yang benar saja?? Kenapa teman anaknya sendiri masih ia 'sikat' juga?? Apa tidak ada wanita lain?? Pagutan bibir pun akhirnya Thomas lepaskan dan Vivian, segera memberikan tatapan matanya yang tajam kepada pria, yang dari raut wajahnya tidak menampilkan rasa bersalah sama sekali. "Gila kamu!" cetus Vivian yang cepat-cepat pergi, karena takut sekali ketahuan, oleh lelaki yang tadi mengatakan akan pergi ke dapur dulu. Vivian bergegas memasuki kamar Yasmine sembari mengembuskan napas dari balik pintu kamar , yang sudah tertutup dengan rapat. "Vi, kamu baru pulang??" tanya wanita yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Vivian gemetar. Ia berusaha untuk menenangkan diri dari rasa takut yang tengah menghinggapi dirinya. "I-iya, Yas. Tadi... Tadi aku pulang bersama Kak Axel. Oh iya lupa! Ini, Kak Axel belikan ini," ucap Vivian sembari mendekati Yasmine dan mengeluarkan isi tas belanja yang ia bawa dari luar tadi, di atas meja. "Wah apa nih??" ucap Yasmine sembari menyelipkan rambut panjangnya yang tergerai, lalu duduk di kursi sembari memperhatikan camilan yang terhampar di atas meja. "Tadi mampir ke minimarket. Terus, beli ini semua. Di dapur juga masih ada. Tadi Kak Axel taruh juga sebagian di sana." "Oh gitu. Aku mau ah," ucap Yasmine sembari mengambil satu bungkus keripik kentang. "Kamu nggak makan juga??" tanya Yasmine sembari membuka bungkus Snack itu dan mengambil satu keping keripik, yang kini mendarat di dalam mulutnya. "Aku mau bersih-bersih dulu, Yas. Habis dari luar kan tadi." "Oh ya udah sana." Vivian menghela napas dan mengambil pakaian ganti. Kemudian, ia pergi ke kamar mandi melakukan serangkaian pembersihan tubuh maupun wajah, baru setelahnya ia ganti pakaian yang ia gunakan saat di pagi hari. Sedangkan yang berada di kamar tamu saat ini. Axel tengah menyandarkan punggungnya pada tepian tempat tidur. Ia melamun sambil memikirkan apa yang terjadi ketika di tangga tadi. Ingin menyimpulkan sesuai dengan intuisinya sendiri, apakah tidak terlalu dini?? Memang baiknya, ia harus mencari tahu dulu dan jangan berpikiran negatif kepada salah satu, maupun kepada keduanya sekaligus. Meskipun ia yakin sekali, tidak mungkin ada asap, bila tidak ada yang menyalakan apinya duluan. Hanya saja, ia perlu mencari tahu sendiri pelan-pelan, sebelum men-judge orang secara sembarangan. Hembusan napas dikeluarkan melalui mulut oleh Axel dan selanjutnya, ia rebahkan tubuhnya itu saja dan segera memejamkan mata, agar ia bisa segera melihat mentari pagi di esok harinya. Saat sarapan pagi di mulai. Biarpun hari ini adalah akhir pekan. Semua orang yang ada di rumah ini, tetap tidak melewatkan waktu sarapan mereka. Semuanya sudah berkumpul tanpa berkurang satu orangpun. Axel terdiam. Ia diam-diam memperhatikan dua orang yang semalam dipergokinya. Ia perhatikan gerak-gerik kedua orang tersebut, yang terlihat saling acuh tak acuh. Namun kita lihat, setelah apa yang akan ia lakukan, masihkah sikapnya akan sama?? "Vivian?? Kamu libur kuliah kan hari ini??" tanya Axel dan yang sedang memegang garpu pun langsung terdiam, sambil memasang indra pendengarannya dengan tajam. "Iya, Kak. Aku libur kuliah. Tapi tetap masuk kerja hari ini," jawab Vivian. "Oh begitu. Eum, bagaimana kalau kita pergi kencan hari ini???" tanya Axel dan Yasmine pun langsung menoleh kepada sepupunya itu. Sementara Vivian mengerjap-ngerjapkan matanya dan yang tengah memegang garpu tadi, kini mencengkram dengan sangat kencang, sebuah garpu yang berada di genggaman tangannya. "Ha? K-kencan??" ulang Vivian masih dengan rasa tidak percaya. Ini terlalu tiba-tiba dan membuat ia sama sekali tidak menyangka hal itu. "Iya. Kita pergi jalan-jalan dan Yasmine, tolong jangan ganggu kami dulu ya??" pinta Axel sembari tersenyum. "Ok siap, Kak Axel!!" seru Yasmine, yang memang menjadi orang, yang paling menanti-nantikan momen ini. Axel melirik ke arah pria, yang menusuk pancake dengan sangat kencang. Lalu melahap dalam kunyahan yang cukup besar. Axel menyunggingkan senyumnya dan kembali menatap kepada Vivian lagi. "Setelah sarapan selesai. Kamu langsung ganti baju ya? Aku tunggu dan kita bisa langsung berangkat." "T-tapi... Aku kerja Kak hari ini. Tidak libur," ucap Vivian yang mencoba untuk menampik, dengan berbagai macam alasan. "Kamu masuk kerja sore kan? Dan aku, ajak kamu pergi setelah sarapan. Bukannya, itu adalah dua waktu yang berbeda ya??" ucap Axel dengan sangat santai. Tetapi lelaki di ujung sana, wajahnya bahkan terlihat merah, saking sedang menahan kekesalannya. "Iya tapi...," "Udah, Vi. Berangkat sana. Kamu itu gimana sih? Udah diajak begitu juga," ucap Yasmine yang berusaha memprovokasi. Vivian telan salivanya sendiri. Tidak melihat ke arah lelaki di sana sama sekali. Tetapi, ia sudah paham, bila lelaki itu pasti sedang marah sekarang. "Sudah cepat habiskan. Pokoknya, aku tunggu setelah sarapan ini ya? Kalau perlu, kita langsung berangkat. Tidak usah ganti baju dulu," ucap Axel. Vivian hembuskan napasnya dan karena tidak lagi memiliki alasan yang lain. Ia pun hanya mengangguk saja , sesuai dengan keinginan Axel dan bertolak belakang, dari orang yang langsung meminum teh dalam cangkirnya dengan sekali teguk saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD