Benteng yang Runtuh

1961 Words
“Ihhhh, Om…..” Mikha panik dan langsung memeluk lututnya sendiri saat berada di dalam mobil. “Mau ngapain?” “Kamu pura-pura kesurupan biar gak malu ‘kan? Saya berniat nolong kamu.” memberi isyarat pada sang supir untuk mulai membawa mobil pergi. Sesekali dia melirik Mikha yang masih bersembunyi di ujung kursi yang berlawanan dengan Jack. “Saya kaget tadi, terus kayak gitu biar image saya tetep bagus. Ada sebagian pengikut saya disana. Om gak perlu nganterin saya.” “Kenapa emangnya?” Kenapa? Mikha tidak bisa menjawab saat tatapan pria itu focus padanya. dia hanya bisa menelan salivanya kasar. Tapi menghembuskan napasnya lagi saat ingat Jack sudah punya keluarga. “Dimana rumah kamu?” Mikha menyebutkannya. Padahal Jack maupun sang ajudan sudah mengetahuinya. Diam-diam, Jack melihat rok Mikha yang terlalu pendek dan ketat. “Perhatikan pakaian kamu, itu terlalu seksi buat ke kantor.” “Iya, Om.” Jack tidak bodoh karena dia merasakan Mikha tegang disampingnya. Ada apa dengannya? Namun pikiran Jack teralihkan saat dia mendapatkan telpon dari Bintang. Menyadarkannya untuk berhenti melihat tubuh seksi itu. Mikha juga memalingkan wajah keluar jendela. “Hallo, Sayang?” Rasanya tidak nyaman ketika Jack menelpon. “Ayah, boleh nggak kalau steak daging dari klab ayah dikirim ke apartemen Bintang? Lagi pengen itu banget.” “Boleh, Sayang. Nanti kamu hubungi aja orang disana ya.” Nada bicara yang lembut membuat Mikha semakin bergejolak, kepalanya pusing dan tidak nyaman. “Atau nanti Ayah yang kesini dulu, biar ketemu sama si kembar. Gimana?” “Boleh.” Mematikan telponnya dan berkata, “Nanti ke toko bunga sama cokelat dulu kalau abis nganterin Mikha.” “Saya gak perlu dianterin, Tuan. Saya bisa pulang sendiri. setelah balik dalam kesadaran, saya ingat kalau saya bawa mobil ke perusahaan.” Jack diam sejenak. “Besok saya nyuruh sopir buat jemput kamu.” “Gak usah.” Mikha merasakan tanda perhatian dari Jack, dia tidak sebodoh itu untuk dijadikan simpanan. “Turunin saya disini, Pak,” pintanya pada Liam. “Gak, kamu akan saya antarkan. Udah setengah jalan.” “Tapi saya gak mau, saya punya keperluan lain, Tuan. Turunkan.” Perintah Mikha berusaha membuka pintu hingga tubuhnya bergoncang, begitu juga dengan daadanya yang bulat ikut bergetar. “Liam, menepi,” perintah Jack. Mikha langsung keluar saat itu juga. “Terima kasih atas tumpangannya, Tuan. Lain kali tidak usah bantu saya lagi.” BRUK! Menutup pintu kuat sampai Jack mengerjap. Melihat Mikha yang berlari di trotoar, kini bukan hanya daadanya saja yang bergerak, tapi juga panttatnya yang semok. “Sialll,” umpatnya yang kembali hilang kendali, bahkan sampai membawa Mikha masuk ke dalam mobilnya. “Tuan, saya rasa situasi kalian menguntungnya. Anda tidak benar-benar membuatnya rugi. Dia membutuhkan uang untuk utang orangtuanya, dan dia bisa menjadi tawanan ranjang anda.” “Dia dekat sama Bintang, bahkan sahabatnya Angkasa. Apa kata mereka nanti?” Tanya Jack kesal. “Lagipula saya ingin hidup tenang di usia akhir.” “Tapi tubuh anda tidak bisa tenang akhir-akhir ini bukan?” Jack menunduk, melihat gundukannya yang menegang gara-gara melihat tubuh Mikha. Dia memijat keningnya. “Cepat langsung pergi ke toko cokelat sama bunga.” Dengan melihat anak dan cucunya, Jack berharap dia bisa focus pada kehidupannya saat ini. Jangan melibatkan wanita yang bisa saja membuatnya mendapat karma dan hidupnya jadi ruwet. Karena yang Jack inginkan dari Mikha adalah membuat kakinya terbuka sepanjang hari. “Ituuu Eyang datanggggg,” ucap Sena saat Jack membuka pintu apartemen. “Bukan Eyang, Mama, tapi Kakek.” Bintang mengoreksi. “Tapi Om Jack lebih pantes dipanggil Daddy sih, soalnya vibes ras campurannya kerasa banget,” ucap Jupiter; adiknya Angkasa yang sedang bermain game. Jack langsung tersenyum. “Fiks! Ayah mau dipanggil Daddy sama anak-anak kamu, Nak,” ucapnya pada Bintang. “Ih, Bintang udah nyaman manggil Ayah.” “Ya kamu mah terserah, anak-anak mah harus manggil Daddy aja. Iya ‘kan?” Bintang memiliki anak kembar tiga, si Bungsu yang bernama Venus langsung merentangkan tangan meminta digendong. Inilah alasan Jack tidak mau hidup repot, dia ingin menikmati hidup bersama dengan cucunya. Karena wanita selalu membuat kepalanya sakit. “Iya, ini Daddy. Hehehe. Tuh anak kamu ketawa, dia suka manggil Daddy. Iya ‘kan, Nak?” menimangnya hingga bayi usia 3 bulan itu memekik tertawa. *** Di sisi lain, Mikha berusaha untuk menghindari Jack. Dia tidak mau membuat dirinya sendiri pusing dengan perhatian Jack padanya. selama beberapa hari, Mikha juga menghindari Jack. Lift CEO dia jauhi. Jack juga sama, dia menghindari hasratnya yang menggila jika dekat Mikha. Meskipun begitu, ada satu moment dalam sehari dimana Jack akan melihat Mikha. Saat sore hari, Mikha selalu membeli kopi di café depan. Jack bisa melihatnya dari atas, bagaimana outfit perempuan itu mencetak bagian tubuhnya yang seksi. Jika sudah melihatnya, mata Jack tidak bisa berpaling. Berakhir dengan dirinya yang harus menyelesaikan hasrat di kamar mandi. “Tuan, pekerjaan hari ini sudah beres.” “Apa? bukannya masih ada dokumen dari Italia?” “Tuan meminta untuk mengosongkan jadwal beberapa kali saat menjelang sore karena ingin menikmati senja di mansion.” “Lebih cepat lebih baik, masukan saja kerjaan yang sekarang. saya mau nikmatin sore hari dari sini,” ucapnya menatap Liam dengan tajam. Pria itu tahu kebiasaan sang majikan yang dia lakukan tanpa sadar. Tapi Jack terlalu naif mengakuinya. “Baik, Tuan.” Jack focus pada pekerjaannya, sampai dia menyadari sebuah dalam chips hilang dari brankasnya. Dia ingat betul belum pernah mengambilnya. “Liam, kirimkan CCTV di ruangan saya selama seminggu terakhir.” “Untuk apa, Tuan?” “Lakuin aja.” “Baik, saya akan ke pihak keamanan sekarang.” Dengan gugup, Jack menunggu di ruangannya. Sebuah rekaman dikirimkan oleh Liam, Jack segera menontonnya. Namun yang dia lihat adalah Mikha yang membuka dua kancing atasnya, dia terlihat kepanasan karena teh panas mengenai daadanya. “Shiit,” umpatnya ketika video ditarik lagi. Liam: Maaf, Tuan. Saya salah mengirimkan rekaman. Ini yang benar. ME: Kirim rekaman sebelumnya. dan pastikan di pihak keamanan terhapus! Jack jadi kehilangan konsentrasi, apalagi sore ini Mikha menembus hujan dengan pakaian seksinya hingga semakin tercetak di tubuh. Aneh sekali! Kenapa dia masih memakai pakaian ketat ke kantor. Jack semakin kesal. Saat Liam masuk ke ruangan majikannya, dia tidak mendapati Jack. Namun pintu kamar mandi yang tertutup menjelaskan semuanya. Liam pun mendekat pada kaca, melihat kebawah sana dimana ini jam pulang karyawan. Sepertinya sang majikan sudah melihat Mikha. “Liammm!” “Iya, Tuan?” “Siapkan pesawat jet, saya mau ke Italia.” Jack ingin menghindar dulu untuk mengendalikan dirinya. “Saya akan berada disana selama dua minggu. Dan saya berangkat malam ini.” “Baik, Tuan.” Disisi lain, Mikha sendiri merasa sesak dengan pakaian yang dikenakannya. “Mikha, makannya jangan pake yang terlalu ketat.” “Baju endors, Mbak. Gak punya baju formal, pake aja yang ada.” “Muka kamu baby face, jadi pantes aja gak terlalu senssual sih.” “Iya emang image aku ini baby but sexy, tapi di aslinya emang kayak gini kok, Mbak. seksi kayak gini gak pernah tuh ngundang cowok jadi bernafsu,” ucapnya tersenyum bangga sendiri. *** “Hufttt, udah seminggu kerja. Akhirnya besok bisa bebas.” Meskipun Mikha agak kecewa tidak melihat wajah tampan Jack lagi. Tapi di sabtu besok dia akan menghabiskan waktu di salah satu event di mall. “Besok gue bakalan seneng-seneng sama Mbak Vita.” Baru juga Mikha mengukir senyuman, langsung luntur saat melihat wajah sang Faris yang menunggunya di depan pintu apartemennya. “Papah?” “Kenapa ponsel kamu gak aktif huh?” “Itu… tadi batrenya abis.” “Dan kamu ganti password apartemen?” “Buat jaga-jaga aja.” Mikha memundurkan langkah saat Faris mendekat. “Papa mau ngomong apa?” “Calon suami kamu pulang dari New Mexico sekarang, kamu harus jemput dia di bandara.” “Atuh nanti keliatan sama yang lain, Pah. Mikha ini public figure.” “Nanti nunggu di lounge. Cepetan, jangan bikin Papa kesal,” ucap Faris menekan setiap kalimatnya. “Bentar, Mikha mau siap-siap dulu.” Faris menunggu didalam. Setiap lima menit, dia akan memanggil nama anaknya. “Mikhaila cepet.” Seperti itu. Mikha berusaha terlihat jelek, memakai baju longgar dan tanpa riasan. Faris ingin marah, tapi waktunya terlambat. Membawa sang anak menunggu Prakoso di lounge bandara. “Kenapa gak Papa sendiri sih yang jemput dia?” “Dia mau habisin waktu sama kamu. Ngajak jalan-jalan mumpung kamu besok libur.” “Eh, Papah mau kemana?” “Pulang, Papah nganterin kamu aja kesini.” “Jangan pulang! temenin Mikha!” takut pria tua itu akan mencoba memperkossanya lagi. “Jangan kekanak-kanakan, Mikha! Diem disini!” teriak Faris melepaskan pegangan tangan anaknya. Mikha sendirian disana, dia semakin gugup di tiap detiknya. “Hallo, Sayangku.” Prakoso datang dengan leher dan wajah merah. “Saya minum dikit tadi, jadi agak pusing.” “Hehehe, iya, Pak. ayok kita pulang.” “Bentar, saya mau nikmatin dulu lounge ini. Masa udah jadi prioritas tapi gak dinikmati sih.” Duduk di sofa yang sama dengan Mikha, perempuan itu bergeser perlahan tapi membuat Prakoso semakin mendekat padanya. “Jangan jauh-jauh dari saya. Saya kangen sama kamu. kita tiga minggu lagi nikah loh. Saya gak sabar mulai siapkan semuanya sama kamu.” “Pak, tolong menjauh. bapak bau alcohol. Saya gak suka.” “Kamu pikir saya suka sama sifat kamu ini hah? Semakin seenaknya sama saya, mentang-mentang kamu cantik.” Prakoso menatap kesal pada Mikha. “Padahal yang kamu punya ini Cuma tubuh yang semok.” “Aaaa!” Mikha menjerit saat Prakoso menyentuh daada kirinya. Dia refleks mengambil gelas kaca dan memukulnya sampai pecah. “Kurang ajar!” Prakoso menarik rambut Mikha kemudian melemparnya keras ke atas lantai. BRUK! Sampai terdengar bunyi seperti itu. “Angghhh!” Mikha mengerang kesakitan. “Beranii kamu main-main sama saya hah?!” Prakoso mengambil botol alcohol disana. “Aaaa!” CCRAI! Untung Mikha menghindar, botol itu dilempar kuat hingga pecah. “Tolong maafkan saya. Saya gak berniat gitu.” Mikha sampai pusing dan tidak memiliki tenaga. “Aaaa!” dia dijambak lagi. Disisi lain, Jack hendak pergi ke Italia. Namun pihak bandara menyediakan lounge yang jelek karena miliknya pribadi sedang direnovasi. Dia mendengar keributan dari samping. “Sepertinya ada pertengkaran sepasang kekasih, ada suara wanita dan pria,” ucap Liam. Jack terdiam mendengarkan. “Itu suara penganiiayaan.” Koran ditangannya tidak lagi dibaca, Jack mendengar suara tidak asing. “Shiit!” dia bergegas keluar saat sadar suara siapa itu. Masuk ke lounge sebelah dan melihat Prakoso yang akan memukul Mikha dengan botol guci kecil. Dengan sigap, Jack lebih dulu memukul kepala pria itu dengan gelas yang pecah. “Aaaa!” Prakoso berteriak kesakitan. Dia menoleh dan BUGH! Jack memukulnya sampai dia jatuh ke atas pecahan kaca. Jack segera melepaskan coat nya dan menutupi Mikha sebelum digendong. Prakoso yang masih sadar itu menunjuk Mikha. “Turun kamu, atau saya laporkan ke Faris kalau kamu udah pergi sama laki-laki lain.” BUGH! Jack menendang kepalanya sampai dia pingsan. Menyembunyikan wajah Mikha, dia keluar dari lounge. “Suruh anak-anak beresin kekacauan ini.” “Baik, Tuan. Sekarang anda mau membawanya kemana?” “Ke mansion.” “Tidak jadi ke Italia?” Jack mengerutkan kening. “Kamu tollol?” “Maaf, Tuan.” Liam segera membukakan pintu mobil itu Jack dan menyetir. Mikha yang sudah agak sadar itu berontak pelan di pangkuan Jack. “Lepasin… Om mau ngajak saya kemana?” “Ke mansion saya.” “Ih gak mau! Nanti saya ketemu sama bininya Om terus makin babak belur. Gak mau ah!” Mikha hendak berpindah duduk di kursi mobil. Namun Jack menarik pinggang dan bahu Mikha supaya perempuan itu tetap menempel. “Saya duda.” Terucap begitu saja. sedetik kemudian, Jack mengumpat ketika Mikha malah menyamankan dirinya di dekapan Jack.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD