Situasi Mencekam

2056 Words
Mikha terkejut ketika mobil yang membawanya memasuki sebuah mansion yang begitu besar. Halamannya luas dengan pepohonan yang tertata rapi. Mikha menggigit jempol sambil bersembunyi di ceruk leher Jack, ini terasa nyaman sekali. Ketika Jack menggendongnya pun, Mikha santai saja. Memeluk leher Jack dengan nyamannya dan bersandar di bahunya. “Rumahnya bari dibangun ya, Om?” “Udah lama, Cuma saya renovasi lagi bikin lebih luas.” “Pantesan bau cat.” Jack sampai aneh karena Mikha berucap dengan santainya. “Hallo.” Dia bahkan menyapa pada pelayan disini. Padahal jelas dia baru saja mengalami penganiiayaan. “Bi, panggilkan dokter Edin.” “Baik, Tuan.” “Om punya dokter pribadi? Kok bisa?” “Saya kaya.” “Ouh, bener juga ya.” Mikha dibawa ke kamar di lantai dua. Ukurannya besar dengan desain minimalis. Mikha diturunkan di atas ranjang. “Uhuk! Mikha, lepasin tangan kamu.” “Oh lupa.” Melepaskan tangannya yang masih melingkar di leher Jack. “Om kecekek? Sakit gak?” mengusap leher Jack sampai membuat pria itu merinding dan buru-buru menjauhkan tubuhnya. Melihat dengan jelas kondisi Mikha, kakinya sepertinya terkilir dan memar di siku, rambutnya berantakan akibat jambakan. “Mana aja yang sakit?” “Kaki sama siku, rambut aku ditarik jadinya agak pusing. Sekarang udah mendingan, kalau tadi sampai lemes.” “Bentar lagi dokter datang kesini. Nanti kamu diobatin sama dia.” “Om mau kemana?” tanya Mikha karena Jack terlihat hendak pergi. “Ke kamar, baju saya kotor perlu diganti juga.” “Ouhh, yaudah nanti kita ngomongnya lagi ya? Boleh?” “Hmmm…” Jack memalingkan wajah saat Mikha tersenyum sampai matanya menyipit. “Sadar, Jack. Perempuan itu bahkan sedang luka, kenapa bisa sampe berdiri?” menatap kesal pada adiknya. Ingin memukulnya, tapi Jack tahan dan memilih mengurutnya di kamar mandi supaya keluar dan lemas lagi. Sementara Mikha mendapatkan penanganan dari dokter yang memeriksanya, dan pelayan yang membantunya mengganti pakaian. Kata dokternya, tidak ada yang serius. Bengkak di kakinya akan hilang, begitu juga memarnya. Dia mendapatkan obat luar dan dalam. “Nona, saya sisirkan rambutnya ya,” ucap pelayan saat selesai mengganti pakaian Mikha. “Boleh.” Sebenarnya baju Mikha tidak apa-apa, tapi pelayan itu bilang kalau Tuan Jack menyuruh mereka membuat tamunya nyaman. Dan pakaian Mikha tampak tidak nyaman. “Bi, Om Jack gak punya istri ya?” “Beliau duda.” “Anaknya?” “Meninggal.” “Lahh, dia duda kembang dong?” Sang pelayan diperintahkan Jack untuk tidak memberitahu siapapun tentang Bintang, karena takut akan bahaya. Apalagi Bintang lahir tanpa adanya ikatan pernikahan Jack dan Tiara. Di mata hukum, Jack dan Bintang juga orang asing. “Dia jadinya gak punya anak sama istri ya, Bi?” “Iya, Nona.” “Ouhhh… dia tinggal sendirian dong disini?” “Tuan Jack terkadang pulang ke apartemennya, atau mampir ke klab miliknya.” Benar, disanalah mereka pertama kali bertemu. “Saya akan bawakan makanan untuk anda, Nona.” “Makasih, Bi.” Pelayan keluar, Jack masuk. Mikha menegakan tubuh bersiap bicara dengan pria itu. “Gimana kata dokter?” “Gak ada yang serius, bengkak di kaki nanti juga hilang. Cuma sekarang masih kerasa sakit.” “Baguslah, paling juga 3 hari hilang.” Matanya menatap pergelangan kaki Mikha yang tidak terhalang selimut. “Kenapa Om bantu saya?” “Karena saya dengar teriakan dari lounge samping saya. Tadinya mau ke Italia.” “Terus… kenapa Om bawa saya kesini? Bukan ke Rumah Sakit?” “Karena kamu public figure, kalau kamu dibawa ke Rumah Sakit nanti bakalan bikin kamu dalam masalah. Iya ‘kan?” Benar juga. Entah kenapa jawaban itu membuat Mikha tidak puas. “Tapi dengan Om bantu saya, itu bikin saya dalam bahaya. Pak Prakoso pasti bakalan laporan ke Papah saya.” “Saya lebih kaya dari si tua Bangka itu. Apa yang kamu khawatirkan?” Mikha menatap Jack. “Di depan Om dia mungkin bakalan keliatan baik-baik aja. Tapi kalau Om gak ada, saya habis sama Papah saya.” “Jangan khawatirkan hal yang belum terjadi. Kamu istirahat aja sekarang. Udah malam dan diluar hujan, istirahat aja disini. Pelayan bakalan bawain makan malam buat kamu.” “Ihh… Om mau kemana lagi?” tanya Mikha ketika pria itu berdiri dari duduknya. “Ada urusan sebentar.” “Kemana?” “Istirahat yang cukup.” Jack tidak berbalik maupun mengatakan hal lain. Itu berhasil membuat Mikha bertanya-tanya, Bagaimana nasib dirinya nanti? Prakoso sampai berdarah-darah karena Jack. “Bodo ah, si Om yang nanti tanggung jawab. Dia sendiri yang bilang duitnya banyak.” *** Di malam yang sama, Jack pergi ke Rumah Sakit tempat Prakoso berada. Anak buahnya melaporkan kemana Prakoso dibawa. Ajudannya ada disana; dia tengah bicara dengan Prakoso yang sudah sadar. “Nah, liat siapa yang dateng? Jack? Kamu mau minta ampun ke saya supaya gak laporin kamu ke polisi ‘kan? telat! Saya udah bikin visum buat penjarain kamu! dan perusahaan kamu bakalan langsung down seketika!” Jack menaikan alisnya dengan santai. Bodyguard dibelakangnya langsung mendongkan senjata saat ajudan Prakoso mendekat. “Hei! Apa-apaan kam── Jangan tembak saya,” ucap Prakoso ketakutan ketika senjata diarahkan padanya. “Duduk dan diam di sofa sana,” perintah Jack pada ajudan Prakoso. Pria tua itu langsung menurut. Anak buahnya menurunkan senjata ketika Jack duduk di sofa dekat Prakoso. Kini pria tua itu tampak ketakutan. “Kenapa liatin saya?” “Siapa kamu sebenarnya hah? Preman?” “Rendahan sekali. Saya lebih dari itu. Saya orang yang tahu kalau kamu masuk list tamu yang ikut pesta ganjja di New Mexico, beli perempuan sampai terbunuh karena amarah seorang Prakoso.” Tubuh pria tua itu menegang seketika. “Kamu…. siapa kamu hah?!” “Orang yang punya bukti atas kejahatan itu. Juga penggelapan dana sama pencucian uang. Mau tau hal yang lebih meyakinkan?” jack memperlihatkan rekaman di ponselnya, disana ada Prakoso yang sedang menghirup ganjja dan membunnuh seorang perempuan. “Bukti ini sangat kuat, saya dengan kekuasaan dan uang bisa membongkarnya dengan mudah.” “Apa yang kamu mau hah?” tanya Prakoso dengan kesal. “Mudah, bayarkan hutang keluarga Mikhaila tapi jangan nikahin dia. Buat seolah-olah kamu ingin membantu dengan tulus. Bukankah saya cukup baik memberikan peran kamu disini?” “30 Millyar lebih bukan uang yang sedikit!” “Tapi itu imbang daripada kamu dipenjara seumur hidup kan?” Prakoso diam seketika. Sementara Jack berdiri dengan santainya, dia mengeluarkan senjattanya sendiri. memutarnya dengan jari sebelum mengarahkannya ke kepala Prakoso. “Saya bukan orang biasa. Ya… bukan berarti ultramen juga. Kamu harus paham, kalau kamu gak akan bisa lawan saya. Berhenti ganggu Mikhaila, lepaskan dia dan segera bayar hutang keluarganya. Kalau kamu ungkit masalah di lounge juga, saya bisa membuat kamu tertusuk senjata sendiri. Karena kamu yang menganiiaya Mikhaila.” Jack melangkah pergi diikuti oleh sang bodyguard. “Kasih peringatan,” ucap Jack pada anak buahnya yang langsung berbalik dan menembak tembok tepat di samping Prakoso. “Aaaa! Aaaa!” pria itu langsung syok seketika dan kejang-kejang akibat ketakutan. *** Bengkak di kaki Mikha masih ada, tapi rasa sakitnya mereda. Mikha lumayan nyaman berjalan. Namun karena kondisinya sekarang, Mikha meminta Vita mengubah jadwal event di mall jadi hari minggu. Atau kalau brandnya tidak mengizinkan, Mikha memilih mundur daripada memaksakan pergi kesana dengan kaki yang masih bengkak. Karena Mikha adalah Bintang selebgram yang sedang naik daun, maka mereka memilih menunggu Mikha pulih. Mikha tidak mau melewatkan waktunya di mansion ini, dia keluar setelah menyikat gigi. Melihat dinding yang terpasang foto perempuan muda. “Nona, udah bangun? Mau kemana?” “Bi, ini mantan istrinya?” tanya Mikha malah bertanya hal lain. “Bukan, itu… seperti perempuan yang pernah disakiti oleh Tuan Jack. Namanya Nona Tiara. Rumah ini dulunya punya Nona Tiara sebelum dibeli dan direnovasi Tuan Jack.” “Ouh, cinta pertamanya?” “Hmmm… perempuan yang dia sakiti jadi Tuan Jack menyesalnya semakin dalam karena dia sudah meninggal.” “Ouh astaga.” Mikha kaget. “Lalu mantan istrinya mana? Sama anaknya yang udah meninggal? Atau dua-duanya meninggal?” “Sebelah sini foto anaknnya yang sudah meniggal.” Mikha mengikuti langkah pelayan itu. Potret anak usia lima tahun. “Loh… mirip sama istrinya sahabat saya,” gumam Mikha. “Lalu mantan istrinya?” “Gak Tuan simpan karena bercerai dan dia masih hidup. Tuan juga sepertinya tidak terlalu mencintainya.” “Hmmm… tapi saya pernah denger dia telponan di mobil terus manggil sayang. Saya juga sempet lihat dia pelukan sama wanita rambut coeklat.” Pelayan itu diam. “Um, Tuan Jack punya anak asuh yang sangat dia sayangi dan dia anggap anak sendiri. anak asuhnya sudah menikah dan punya anak, jadi Tuan jack selalu memprioritaskannya.” “Mana fotonya?” “Gak Tuan pajang.” Pelayannya ingat foto itu dipajang di apartemen sang majikan karena mansion ini sering menerima tamu. Kini otak Mikha benar-benar terang. Dia tersenyum lebar sebelum terkekeh. “Agak menyedihkan hidupnya ya. Dimana dia sekarang?” “Masih dikamarnya, Nona.” Benar, Mikha tahu kalau Jack selalu datang terlambat ke kantor. Apalagi sekarang akhir pekan, pasti Jack menghabiskan waktu di atas ranjang. “Nona mau sarapan? Saya akan siapkan.” “Nanti aja, saya mau jalan-jalan sebentar,” gumamnya melangkah menuruni tangga. Ternyata Jack punya anak asuh. Yah meskipun sedekat itu sampai memanggil sayang dan memeluknya, tapi Mikha tenang karena katanya perempuan itu sudah menikah dan punya anak. Hummmm dia makin kagum dengan Jack yang mau mengasuh anak orang lain, pantas saja… “Punya jiwa Daddy- Daddy,” gumamnya. Pikiran Mikha melayang sampai dia tidak sadar berjalan ke halaman belakang mansion. Disana ada kebun sayuran dan seorang pelayan sedang memetiknya. “Selamat pagi, Nona,” sapanya ramah. “Mau kemana? Sudah sarapan?” “Belum, nanti aja sarapannya. Saya penasaran itu apa?” “Itu Rumah Kaca khusus Tuan Jack, pelayan maupun penjaga gak boleh masuk kesana tanpa izin beliau.” “Huh? Saya bukan pelayan sama penjaga,” ucapnya santai dan melangkah kesana. dari luar, kaca itu terlihat buram hingga tidak bisa melihat apa-apa. “Gak boleh ada yang masuk tapi gak dikunci. Woahhhh!” terpengagah melihat taman bunga yang begitu indah. Pot menggantung, ada tanaman yang merambat ke dinding juga. Yang paling menarik perhatian Mikha adalah suara air mancur, dia berlari ke ujung tempat ini dan kaget melihat ada kolam renang dengan patung lumba-lumba dengan air mancurnya. Disekelilingnya memakai lantai kayu, ada kursi santai juga. “Ihh… airnya bening banget, mana anget lagi!” dia memekik senang. “Gue belum mandi. Disini aja kali ya?” Pelayan itu menjelaskan tidak ada yang berani masuk tanpa izin Jack. Jadi Mikha membuka seluruh pakaiannya supaya tidak basah. Dengan tubuhnya yang polos, Mikha masuk ke dalam air. “Huuuu enaknya!” berenang sendirian disana. sesekali menyelam dan tertawa sendiri. Selama 10 menit ini, tidak ada yang masuk sama sekali. Jadi Mikha bisa bersantai. “Haduh, si Om keren banget dah. Kursi kayunya tepat banget dibawah sinar matahari.” Mikha keluar dari air dan berbaring disana. Masih belum mengenakan pakaian karena ingin sinar matahari mengeringkan dulu tubuhnya mengingat Mikha tidak membawa handuk. Matanya terpejam karena silau, Mikha membuka kakinya hingga sinar matahari bisa menjangkau semuanya. Namun, dalam terpejamnya mata, Mikha malah membayangkan disaat tubuhnya disentuh Jack. Apalagi semalam Mikha digendong lagi oleh tubuh liat itu. Mengingatkannya dengan malam yang menggairahkan hingga refleks tangannya merremas daadanya sendiri, tangannya yang lain menyentuh bagian biiji dibawahnya. “Eunghhhh!” Mikha mulai mendessah. Bayangan itu semakin jelas, bagaimana urat-urat Jack menggeseknya dan daada yang penuh bulu hingga Mikha merinding. “Eunghh…” Disisi lain, Jack keluar dari kamar dengan tampilan sudah mandi. “Mikha udah bangun?” “Sudah, Tuan. Nona Mikha masuk ke rumah kaca. Maaf saya tidak bisa menghentikannya.” “Gak papa.” Jack melangkah menuju tempat itu untuk memanggil Mikha sarapan. Sesampainya disana, Jack mencari keberadaan Mikha. “Eunghhh!” Dia mendengar suara perempuan itu. Jack bergegas melangkah mendekat, di pikirannya mungkin Mikha jatuh. Tapi Jack malah mendapati Mikha sedang menyentuh dirinya sendiri. Kakinya terbuka lebar dengan jemari menekuk, dia merremas daadanya sendiri sementara yang satunya diabaikan. Kepalanya mengadah, tubuhnya melengkung dah… “Ahhhhhh!” kakinya melemas, bergetar dengan napas terengah. Mikha berpaling dari sinar matahari, dia menoleh ke samping kanan dan membuka matanya perlahan. Tunggu, Jack disana? “Hallo,” sapa Mikha dengan suaranya yang parau. Kedua tangannya tetap di posisi yang sama dengan napas masih memburu. "Mau renang?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD