Jack kembali berpaling sambil bergumam, “Gak dulu.”
Dia tahu arti tatapan itu, terlebih lagi sekarang telinganya waspada mendengarkan pembicaraan Mikha dan Prakoso di meja sana.
“Ayok makan yang banyak, jangan sampai uang saya keluar dengan sia-sia.”
“Tapi saya habis makan, jadi gak terlalu mau daging. Buat Bapak aja kalau mau.”
“Ini mahal loh, sewa tempat saja sudah bikin saya sesak napas.”
“Makannya jangan ngajak saya makan malam diluar. Saya gak minta,” ucap Mikha masih berusaha membela dirinya, ternyata Prakoso ini menyeramkan juga.
“Heh, ini bukti betapa saya sangat menghormati kamu sampai diajak ke tempat kayak gini. Jadi jangan menunduk terus, kasih lihat ke semua orang kalau kamu itu tunangan saya. Cepetan.”
“Pak, saya sudah bilang sebelumnya. Kalau saya ini gak mau dikenali orang. Sebagai selebgram, nanti ada salah paham saya datang bersama bapak. Itu bisa merusak citra saya.”
“Citra kamu? memangnya saya seburuk apa?” tanya Prakoso kesal, tangannya mencengkram pergelangan tangan Mikha sampai memerah. “Seburuk apa huh? Kamu mau bilang saya tua Bangka? Uang saya itu banyak sampe bikin bapak kamu minta terus. Puluhan millyar itu banyak buat lunasin hutang Bapak kamu yang gagal jadi dewan rakyat!”
“Permisi,” ucap Jack yang tahu-tahu sudah ada dibelakang Mikha. Membuat Prakoso segera melepaskan cengkraman tangan pada Mikha dan tersenyum dengan bodohnya. “Pak Prakoso? Saya melihat proposal yang anda ajukan untuk kerjasama dengan perusahaan saya.”
“Benar sekali. Tapi alih-alih kerjasama, kini saya mau anda menjadi investor.” Prakoso sampai berdiri dan menyodorkan tangannya. “Saya sangat senang dikenali oleh anda, Tuan Jack. Saya sudah mendengar tentang ada yang berasal dari Australia, membesarkan perusahaan di Italia juga. Astaga, wajah anda persis mister-mister. Hahahahaha.”
Jack berusaha menahan diri untuk tidak memukul pria tua Bangka itu. “Kita bisa membicarakannya disini kalau anda mau. Hanya saja karena ini rahasia perusahaan, maka saya tidak menginginkan orang lain disini.”
“Oh, dia tunangan saya. Tapi jika itu yang anda inginkan maka saya bisa mengabulkannya,” ucap Prakoso segera menarik Mikha untuk berdiri. “Pulang ya, nanti saya transfer uang untuk ongkosnya.”
Mikha melirik pada Jack dulu sebelum akhirnya benar-benar pergi dari sana. Tatapan pria itu datar, seolah tidak mempedulikannya. Cih, Padahal kalau dia kurir, Mikha berniat untuk mengadopsinya. Tapi ternyata dia boss, dan malam menyenangkan itu mungkin tidak akan terulang lagi.
“Nona Mikha?” panggil Liam yang menunggu di loby hotel.
“Iya, siapa ya?”
“Saya Liam, sekretarisnya Tuan Jack.” Sampai memberikan kartu nama untuk membuktikan. “Tuan meminta saya untuk mengantarkan anda pulang.”
“Okedeh, saya gak mau buang-buang duit,” ucapnya memberikan kembali kartu nama itu. Mikha menelan salivanya kasar saat melihat mobil yang akan membawanya pergi. Sangat mewah sampai dia membayangkan kalau hutang Papanya bisa lunas dalam waktu hitungan menit saja. Haruskah dia mengincar Jack untuk menjadi miliknya? Bukan hanya karena tampan dan kaya, tapi malam itu menjadi candu untuk Bintang. Akan sangat menyenangkan kalau mereka beradu tubuh setiap malam kan? Hihihihi.
“Dimana alamat rumah anda, Nona?”
“Apartemen Wilson Hills.”
Dengan mereka yang satu kantor, bukankah akan lebih mudah untuk mendapatkan perhatiannya. Mikha yakin pria itu tertarik juga, buktinya dia meminta seseorang untuk mengantarkannya pulang. “Hmmm… kenapa Tuan Jack minta kamu buat anterin saya? Dia peduli ke saya ya?”
“Dia peduli pada karyawannya. Dan anda akan masuk beberapa hari lagi, Tuan Jack ingin melihat kinerja anda sejauh mana, Nona.”
Mikha terkekeh dan menyilangkan tangan di d**a. “Mungkin bukan karena itu saja kan? Ayok mengakulah.” Mendesak dengan mata yang menyipit.
“Maaf?”
Ah, ini tidak terasa menyenangkan. “Saya maafkan,” ucap Mikha memilih untuk diam. Saat ini, dia bersyukur karena bisa kabur dari jangkauan Prakoso.
***
Seharian ini, Mikha memilih focus mempersiapkan diri untuk magang. Beberapa endors dia tolak dulu dengan alasan ingin memberikan yang terbaik. Siapa tahu Jack bisa meliriknya.
“Mikhaaa!” teriak seseorang sambil memukul-mukul pintu apartemennya. “Mikhaa buka pintunya!”
“Ya ampun, Mbak Vitaaaa! Iya gue buka!”
Itu adalah managernya yang tengah mengambil cuti dua minggu, tapi dia kembali lebih cepat. “Team admin bilang kalau lu tolak semua endors dari brand terbagus itu. Iya?”
“Gue baca kontraknya, ada beberapa event di jam magang. Gak bisa gue, Mbak. selama satu bulan magang, usahain gak ganggu aktivitas utama.”
“Tapi lu itu lagi naik daun di kalangan selebgram. Sayang kalau tenggelam lagi.”
“Yaudah, Mbak aja yang nego biar mereka adain eventnya pas malem, jadi gak ganggu magangnya gue.” Mikha berucap dengan lemas, dia berbaring lagi di ranjang.
Vita merasa kasihan. “Mikha, gue denger apa yang terjadi sama lu dari Chika.”
“Nah, jangan ngomong ke siapa-siapa kalau gitu.”
Mengetahui Mikha menghabiskan malam dengan pria bayaran. “Tanggung, harusnya lu jual tubuh aja. Mungkin dapet beberapa millyar.” Tidak ada jawaban dari Mikha. “Kalau lu gak mau nikah sama dia, kita cari jalan keluarnya sama-sama. Atau kabur aja.”
“Gue pengen hanncurin mereka, tapi gue terlalu takut.” Ketika Papanya menelpon, Mikha langsung duduk di atas ranjang dan mengangkatnya. “Kenapa, Pah?”
“Pulang ke rumah.”
“Mikha lagi kerjain tugas.”
“Cepetan, atau mau kuliah kamu putus aja biar bisa focus sama Pak Prakoso?”
Ancaman sang Papa selalu terasa menakutkan, Mikha tidak berani melawan dan akhirnya pergi ke sana setelah berpelukan dengan Vita sambil menangis sesegukan. Apa lagi yang menantinya disana?
“Hallo, Kak,” sapa adik tiri yang langsung diberi jari tengah oleh Mikha.
“Kenapa, Pah?”
“Malem ini ada pesta penting di kalangan pengusaha. Pak Prakoso mau ajak kamu, dia gak mau kamu salah kostum. Makannya Papa bakalan pastiin secara langsung.”
“Gak gitu juga kali, Pah. Mikha bisa pilih sendiri.”
“Pak Prakoso udah bilang tipe yang dia suka seperti apa. Jadi ini yang bakalan kamu pake.” Memperlihatkan gaun pink Fanta yang berkilau. Tanpa lengan dan bagian roknya banyak variasi gelombang.
“Ini kayak tahun 80-an, Pak. Jelek banget.”
“Heh! Pak Prakoso suka tampilan kayak gini. Rambut kamu juga bakalan diatur sama salonnya.”
Mikha benar-benar menderita karena rambutnya ditata dengan jelek di matanya. Dipaksa mengembang seperti gadis jadoel. Saat Prakoso datang, dia langsung bertepuk tangan. “Cantik sekali, kamu mirip mediang penyanyi yang saya suka.”
“Tapi saya gak suka mode gini.”
“Mikha.” Faris menatap anaknya tajam.
“Hahahaha, gak papa, Pak Faris. Dimata saya dia tetep cantik walaupun lagi marah. Nantinya dia juga tahu maksud saya itu baik. Kan kamu pake gaya gini biar gak ada yang kenal.”
Mikha tertawa sinis, wajahnya terlalu cantik hingga mudah dikenali. Diperjalanan, Mikha berdoa semoga acara ini gagal. Karena dia tidak mau berlama-lama dengan Prakoso. Apalagi dia tidak menyetir sekarang, membuat tangannya tidak bisa diam dan berusaha menyentuh Mikha. “Jangan malu-malu, kan saya calon suami kamu.”
“Saya ada kurapnya.”
“Masa? Boleh lihat gak?” bertanya dengan wajah mes*m. “Mikha jangan takut, saya bawa kamu sekarang sebagai permintaan maaf karena kemaren malah nyuruh pulang. Tapi untungnya, Tuan Jack mempertimbangkan menjadi investor dalam proyek baru saya. Hehehehe, nanti dia juga ada di pesta deh.”
****
Pesta ini tertutup, hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk. Bahkan penggunan ponsel juga dibatasi. Pinggang Mikha dirangkul oleh Prakoso saat memasuki ballroom pesta, bertepat di salah satu hotel bintang lima. Ada banyak pengusaha terkenal, Mikha terus mengikuti kemana langkah Prakoso, sampai dia lelah dibuatnya.
“Tuan Jack, senang bertemu dengan anda lagi.”
Jack menatap terkejut pada Mikha, apa dia baru saja kembali dari masa lalu?
“Kemarin saya belum kenalkan dengan benar, ini tunangan saya namanya Mikha. Dia itu selebgram terkenal, hehehe. Beruntungkan saya.”
“Ya. selamat menikmati pestanya,” ucap Jack dingin dan beralih ke tempat lain.
Mikha menghembuskan napasnya kasar, apa Jack benar-benar tidak tertarik dengannya? Pesta ini sangatlah tidak seru, Mikha hanya duduk sendirian menghindari orang-orang. Tanpa sepengetahuannya, Prakoso mendatangi minibar disana dan meminta dibuatkan minuman dengan campuran obat. “Jangan khawatir, kami udah tunangan dan mau menikah,” ucapnya pada sang bartender.
“Yah disayangkan juga karena penyelenggara acara menyediakan kamar untuk setiap tamu.”
“Baguslah kamu paham, hehehe.” Prakoso membawakan minuman itu untuk Mikha. “Nah, minum.”
“Saya gak minum alcohol.”
“Dikit aja, sebagai penghormatan saya ambilin ini buat kamu.”
Mikha menghela napas dan meminumnya sedikittttt sekali. Prakoso terkekeh dan menatapnya penuh n*fsu. Dia hanya tinggal menunggu reaksinya. Saat acara hampir selesai, Mikha mulai merasakan tubuhnya panas, pusing dan mual. Dia mengira itu efek alcohol, hingga segera berdiri. “Saya mau ke kamar mandi.” Mikha harus menyadarkan diri dengan mencuci wajah.
Tidak peduli bagaimana penampilannya, Mikha harus sadar dan pulang dengan selamat. Namun bukannya membaik, Mikha malah merasa semakin panas. Lehernya memerah dan napasnya memburu. Mikha merasakan basah dibawahnya. “Apa gue datang bulan ya?” tanya Mikha sambil berjalan sempoyongan di koridor. “Huh? Penampakan apa itu? Hantu bogel?” gumamnya menyipitkan mata karena tatapannya tidak jelas.
“Mikha, kamu gak papa?”
Ternyata itu Prakoso! “Kirain setan bogel,” ucapnya berdecak. “Saya mau pulang.”
“Kamu kayaknya mabuk. Istirahat dulu ayok, kamu harus baringkan tubuh kamu.” Prakoso datang menyentuh tangan Mikha.
“Jauh jauh dari saya!” teriaknya kesal. “Eungghhh!” kakinya tiba-tiba lemas.
“Tuh, kamu harus berbaring dulu biar energynya balik lagi. ayok.” Memaksa Mikha melangkah bersamanya. Entah kenapa Mikha diam saja ketika dirangkul dan dibawa melangkah pergi.
“Gak mau, gak mau,” ucapnya berusaha berontak, tapi tubuhnya tetap melangkah. Dia terlalu lemah untuk melepaskan diri dari Prakoso sampai akhirnya sampai di depan pintu kamar hotel. “Gakkkk! Saya mau pulang!” teriaknya panik.
“Diem, Mikha! Kamu harus istirahat,” ucap Prakoso membawanya masuk ke dalam kamar dan mendorong tubuh Mikha ke atas ranjang. Mikha mencoba untuk kabur, tapi kakinya ditarik paksa. “Aaaa! Mau apa kamu?!”
“Tenang! Saya mau selimutin kamu, emangnya kamu mikir apa hmmm?”
“Gak mau… saya mau pergi! Saya mau pulang!”
“Seben─” Ting tong! “Haduh, siapa yang ganggu?” Prakoso membuka pintu dan─ BUGH! Seseorang memukulnya.
“Dia langsung pingsan, Tuan.”
“Tolong gadis itu,” ucap Jack menyalakan rokok. Tadi dia melihat Prakoso membawa Mikha ke dalam kamar ketika Jack selesai istirahat di ruangannya.
Liam masuk, tapi beberapa detik kemudian dia keluar lagi. “Tuan, dia sepertinya dibawah pengaruh obat per*ngsang. Apa yang harus saya lakukan?”
“Kamu urus aja.” dengan santainya melangkah menjauh dari pintu itu. Namun ketika lift terbuka, Jack tidak kunjung masuk. Dia berbalik melangkah menuju Mikha dan masuk ke dalam kamar tersebut.
“Mau pulang, saya mau pulang,” ucapnya memeluk kaki Liam dengan gaun yang melorot hampir memperlihatkan bongkahan gunungnya. “Saya gerah, mau mandi dulu.”
“Keluar kamu, Liam,” perintah Jack.
Mikha menoleh saat ada suara itu. “Om!” teriak Mikha langsung berdiri dan berjalan sempoyongan. “Aaa!” dia hampir jatuh jikaa Jack tidak menangkapnya.
“Saya yang urus dia.” Membawa Mikha pergi ke kamarnya yang tidak jauh dari sana.
“Om, Mikha gerah… cepetan masuk ke ruangan yang tertutup.”
“Mau apa?” tanya Jack bingung. Baru sampai kamar, Mikha memberontak minta turun. Kemudian dengan tergesa-gesa membuka seluruh pakaiannya. “Kamu ngapain buka baju?”
Mikha merengek. “Om kan udah liat, jadi gak masalah. saya kepanasan ngerasa gerah. Tapi kalau kena air malah makin panas, kayaknya ketempelan setannn huhuhu…,” ucapnya berbaring di atas ranjang dengan terlentang dan kaki terbuka.
Apa Mikha sehat memberikannya pemandangan seindah ini? Jack mematung, kakinya tidak bisa bergerak dan matanya tidak mau berpaling. Membuat pria itu merutuki dirinya sendiri.
“Hahhhh! Panas, Om! Tolong bawa ke kutub utara!”
“Kamu gak perlu kutub utara, kamu Cuma perlu meletus aja,” ucap Jack membuka kaki Mikha semakin lebar hingga dia bisa berada diantaranya.
“Aaaa! Om ngapain?!” Mikha panik. Dia ingat dirinya sedang datang bulan karena tadi basah dibagian bawah, jadi Mikha panik dan sekuat tenaga menendang wajah Jack yang sedang menjillatinya. BUGH! BRUK! Sudah ditendang di pipi, kemudian jatuh ke atas lantai pula. Berguling seperti bola. “Kamu vampire yaa?! Iyaaa?! Akhhhh! Kenapa gue ketemu dedemit mulu sih?!” teriak Mikha panik.
Beberapa detik kemudian… “Om?” Mikha dibawah kendali alcohol dan juga obat perrangsang. “Eh? Aku gak datang bulan kok.” dia turun dari ranjang. “Om mau jiilat lagi?”
Pusing kepala Jack! Padahal dia sudah tersadar ketika ditendang dan jatuh. Kenapa sekarang Mikha menawarinya dengan wajah polos dan tubuh seksi. “Atau mau minum suusu aja huh?”