Mufta duduk diam ditepi ranjang, sejak tadi pikirannya sedang bertebaran di sana, sepi dan senyap menghantuinya sejak tadi, bagaimana caranya mempertahankan pernikahannya dengan Arsenio, jika ia ternyata hamil hasil perselingkuhannya dengan Enggar. Jika dunia tidak menerimanya, bagaimana? Bagaimana caranya menjelaskan semua ini kepada kedua mertuanya, kepada ibunya, sedangkan hubungannya dengan Arsenio sudah tidak pernah akur semenjak dua tahun yang lalu, bahkan Arsenio tidak pernah menyentuhnya sejak saat itu. Mufta menghela napas halus dan menoleh sesaat menatap wajah Enggar yang sejak tadi menunggunya berbicara. “Ada apa?” tanya Enggar membelai rambut Mufta. Damai dan nyaman sekali ketika sebuah tangan membelai rambutnya, biasanya Arsenio yang selalu melakukannya, memberikannya ketena