Hei, Mel

1115 Words
Pagi itu, Mel bangun dengan kepala sakit, rasa ini sudah jadi teman setianya, akan datang ketika semalam dia habiskan minum dan menyeracau dengan teman kencan. Dari malam satu ke malam lain, akan selalu beda-beda lelaki yang dia temani, bahkan jika mereka meminta lebih dari sekedar ngobrol, kencan, bahkan malam pun sering berakhir dengan Mel mengerang nikmat entah dibuat-buat atau memang dia menikmatinya. Di pelukan laki-laki yang tidak hanya satu. Walaupun setelahnya, kekosongan yang selalu menjadi garis tipis pengingat bahwa bukan ini yang sebenarnya dia cari, ada cinta yang sebenarnya ingin dia raih, bagaimana dia ingin menghabiskan senja bersama pria yang sudah mencuri hatinya, sejak bertahun lalu, sejak lelaki itu menerima tanggung jawab yang diberikan papa untuk menjaga dan mengurusnya, Nathan. Dia berencana hari ini akan menghampiri cinta sejatinya, karena Mel merasa bahwa beberapa waktu belakangan ini, Nathan seperti menghindar, sudah beberapa kali dihubungi, tidak pernah ada respon. "Ah ... Sudah 2 minggu ini Nathan menghindariku. Terakhir ketemu di pesta pernikahan Andita, dia menganggapku angin lalu." Sembari membubuhkan lipstik merah merona. Melisa mematut diri di cermin, memilih pakaian paling seksi di antara tumpukan baju yang dia punya. Lemari pakaian di bongkar, mencoba berbagai baju, dress, hingga blazer dan celana panjang yang tidak tampak membuatnya puas. Bahkan rak sepatu tidak luput dari sasarannya, dia tidak melihat masa depan cerah pada sepatu-sepatu itu, tampak seperti tak ada yang cocok. "Aku harus shopping. Aku tidak akan membiarkan Nathan berpaling dariku. Apalagi sampai memiliki wanita incaran lain. TIDAK AKAN KUBIARKAN!" Melisa menstater mobilnya, menelusuri macetnya ibu kota yang tidak pernah absen dari keramaian. Tiga jam dia habiskan di pusat perbelanjaan. Memilih tas berbagai warna, mencoba gaun-gaun cantik yang membuat tubuhnya terlihat tampil paripurna. Melisa sudah berniat tampil paling sempurna di hadapan Nathan, hari ini. *** Jam sebelas tiga puluh, Mel sudah menginjakkan kaki di kantor Nathan, tantangan pertama sudah menghadangnya, resepsionis jutek yang terlihat sekali iri melihat penampilan Mel yang memang cantik sempurna, "Saya mau ketemu pak Nathan. Kami sudah ada janji." Melisa memaksa Tiara resepsionis di MO Corp. untuk bertemu Nathan. "Sebentar bu Melisa, saya akan menghubungi sekertaris pak Nathan ...." Mel meradang, tidak sabar menunggu segala remeh temeh peraturan perusahaan ini, yang jelas terlihat banget kalo si resepsionis seperti mengulur waktu dan menghalangi jalannya bertemu Nathan. "Sudahlah ... Saya sudah ada janji. Jangan macam-macam dengan saya, ya." Dia melenggang dengan tak perduli, sementara kegaduhan di belakang menarik perhatian banyak orang yang lewat di tempat itu, ada yang penasaran dengan siapa wanita yang menerobos masuk. Di sisi lain ada yang mulai bergosip bahwa itu adalah mantan pacar Nathan yang tidak terima diputuskan hubungannya oleh Nathan. Banyak gossip berterbangan di sana, tanpa menunggu waktu, setelah memberi info ke Reni, sekertaris pribadi Nathan, Tiara memanggil satpam, dan meminta bantuan mereka, untuk mengikuti dan mengejar Mel. "Pak satpam. Tolong cegah tamu tadi. Cepat pak. Kalo sampai bu Melisa sampai di ruangan pak Nathan, habis kita." *** "Bu ... Bu Melisa tidak bisa memaksa masuk, Bu. Pak Nathan sedang tidak di tempat. Ibu tidak bisa seperti ini." Melisa menantang tak perduli, "Apa hak kalian melarang saya bertemu Nathan. Dia calon suami saya dan saya berhak bertemu dengannya. Kapanpun saya mau." Pintu ruang kerja Nathan dibuka paksa oleh Melisa. Reni terkejut, karena baru saja dia akan ke depan, demi menghalau kehadiran Mel. *** Nathan yang sedang terlihat serius melihat dan mempelajari laporan keuangan dan laporan penjualan juga beberapa lagi laporan mengenai kinerja karyawan yang sudah masuk daftar merah. Setelah sebelumnya diperingatkan Reni bahwa Mel ada di bawah, dahinya berkerut, demi melihat Melisa berdiri di depan pintu dan mulai berjalan ke arahnya, dengan langkah gemulai, penuh keindahan. Tidak dipungkiri, tubuhnya yang hampir sempurna akan membuat siapa saja yang melihatnya tertarik, pun dengan Nathan, tapi … "Maafkan kami pak. Kami sudah berusaha mencegah bu Melisa masuk ke ruangan bapak. Tapi ibu Melisa memaksa." Dengan terbata pak Andi mencoba menjelaskan. Nathan hanya memandang marah kepada Melisa. Muka nya merah padam, namun semua amarahnya coba dia redam. "Gak apa-apa pak Andi, Ren ... Tolong undur jadwal makan siang saya. Kalian boleh keluar." Hening. Melisa sudah duduk berhadapan dengan Nathan. Menyilangkan kakinya yang menampakkan mulus kulitnya. Gaun merah menyala yang menampakkan punggung dan lengannya. Dengan lipstik merah merona dan pulasan make up natural namun tampak pas diwajahnya. Melisa memang tidak pernah gagal dalam berpenampilan. Tapi Nathan sudah jengah menghadapi kelakuannya. “Ada perlu apa lagi, Mel? Ada keperluan apa lagi kau mencariku. Sehingga hampir satu gedung ini gaduh karena kelakuanmu? Rasanya bulan ini aku sudah mengirimi mu uang, selalu tidak cukup, tidak akan pernah cukup jika gaya hidup dan caramu membelanjakan uang masih sama seperti ini, kenapa tidak kau coba untuk berhenti dulu sejenak, coba renungkan lagi, bagaimana kau akan menghabiskan hidupmu, akan seperti ini kah sampai nyawamu dicabut Tuhan?” "Bukan salahku. Aku sudah mencoba beberapa kali berkomunikasi denganmu. Tapi apa? Nomorku kau blokir. WA tidak bisa. Inilah caraku satu-satunya menemuimu. Aku rindu padamu Nathan. Tidakkah kau merasakan hal yang sama?" "Uangmu itu tidak bisa menghapus cinta dan rinduku." Melisa bangkit dari duduknya. Mengitari meja Nathan dan ... Parfum Melisa tercium di hidung Nathan. Mel tau, sadar bahwa Nathan memiliki perasaan yang sama dengannya, tapi karena egonya akan bayangan dan mimpi tentang wanita yang sudah meninggalkannya itu, membuatnya sedikit sulit menerobos pertahanan hati Nathan. “Jujur saja, aku kesini, karena sudah dua minggu lebih kau mengabaikanku. Aku merindukanmu, aku rindu papa. Seandainya papa masih ada di sini, tidak mungkin aku jadi seperti ini, tidak akan aku menyusahkanmu selalu. Mungkin kalo papa masih ada, kamu, Nathan, tidak akan malu memilihku menjadi pendampingmu. Setelah Thamara yang pergi meninggalkanmu di hari-hari mendekati pernikahan kalian dan memilih lelaki lain lalu kau masih saja mengingat dan memelihara perasaanmu terhadapnya, apa yang kamu harapkan, Nath? Apakah kau berharap …” Nathan mengerang, kesal, Mel tau, dia sudah berhasil membuat Nathan ingat akan masa lalunya, di sinilah dia akan mencoba lagi, meluluhkan hatinya, ketika Mel mulai mendekat ke arah Nathan, adzan dzuhur berkumandang, Nathan lega. Tidak perlu dia memberikan kebohongan dan berbagai alasan agar Mel keluar dari ruangannya. Melihat situasi seperti ini, Mel memilih mundur dan mengakhiri misinya hari ini, setidaknya dia sudah membuat Nathan berjanji akan menemuinya, hari ini, "Aku akan pergi. Tapi ingat janji kita sayang. Sore ini, di apartemenku." Kecupan Melisa membuat Nathan gelagapan sekaligus malu. Nathan bergegas menuju masjid, demi menenangkan diri dan meluapkan kejadian hari ini. Selesai dari salat, Nathan kembali ke ruangan dan mulai lagi dengan aktivitasnya, tiba-tiba pintunya diketuk, dan seorang wanita muda, menyembulkan kepalanya ke dalam ruangan Nathan. "Maaf, apakah ini ruangan pak Nathan? Maaf saya langsung masuk, karena di meja depan resepsionis sedang kosong dan tidak ada yang bisa saya hubungi, saya sudah ada janji dengan Anda, pak Nathan?" "Anda Renata? Perwakilan yang dari Palembang itu?" Renata mengangguk. "Tidak apa-apa. Silahkan masuk." Aneh sepertinya Nathan kenal dengan tipe wajah ini, siluetnya mengingatkan dia akan seseorang, tapi, siapa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD