10

2020 Words
Dilan masuk ke dalam kamarnya, badannya sangat remuk. Sekarang ini Dilan menatap cermin yang ada di depan, wajahnya memang tidak babak belur, tapi terdapat luka di dekat matanya, luka di bibirnya kaeena tamparan dari Papanya itu. Selain itu pipinya juga memerah karena tamparan Papanya. Badannya terasa sangat remuk sampai tadi ia jalan dari ruang tamu ke kamarnya pun juga harus menumpu pada tembok yang ada disekitarnya itu. Papanya memang tidak pernah main-main kepadanya. Papanya tidak pernah main-main perihal memukul, menampar segala hal yang menyakiti Dilan baik itu fisik maupun psikis. Baik itu secara fisik maupun secara verbalistik. Semuanya selalu dilakukan oleh Papanya dengan penuh keyakinan seolah-olah Papanya memang tak memperdulikan tentang Dilan. Baginya ini sudah biasa, tapi pasti besok saat berangkat sekolah ia menjadi fokus perhatian dari banyak orang. Disinilah ia merasa lega karena disaat orang lain melihat luka di wajahnya, tidak dengan Kiara. Karena keterbatasan yang dimiliki oleh Kiara itu ia menjadi tidak bisa melihatnya. Dilan lega karena perempuan yang ia cintai itu tak melihat lukanya. Meskipun terkadang beberapa orang menanyakan luka Dilan di depan Kiara tapi Dilan sudah bisa mengatasinya, ia akan meminta mereka untuk diam bahkan Dilan lebih suka jika mereka tidak bertanya-tanya lagi tentang ini. Dilan tampak duduk di kasurnya, ia melihat seisi kamarnya. Daripada berisi buku, kamar Dilan lebih banyak berisi alat-alat musik. Ada gitar, bass, piano, keyboard, drum dan beberapa alat musik lainnya yang dibeli Dilan dengan uangnya sendiri karena Papanya tidak akan pernah memberikan uang kepada dirinya untuk membeli barang-barang yang baginya tidak ada manfaat. Memang kamar Dilan sangat kontras sekali dengan kamar Dikta yang penuh dengan ensiklopedia, ah mungkin dibandingkan disebut dengan kamar itu lebih bisa disebut dengan perpustakaan kecil. Dikta mungkin hampir memiliki semua ensiklopedia karena memang setiap Papa pergi, dimanapun itu Papa selalu membelikan Dikta buku. Meskipun Dikta tak memintanya. Sebenarnya Dilan pun juga awalnya sering dibelikan buku oleh Papanya, berharap bahwa Dilan akan semakin sering belajar dengan buku yang dibeli oleh Papanya itu. Namun semuanya tidak ada hasil sama sekali. Meskipun Dilan sudah belajar dengan waktu yang lebih lama dari Dikta, itu tak akan mengubah apa pun. Ia sangat sulit untuk menyamai prestasi dari Dikta. "Sesusah ini ya hidup di keluarga Brawijaya, atau keluarga yang lainnya juga kayak gini? Gua hidup tapi ga merasa hidup, nafas gua selalu tercekat. Gua selalu kesusahan bernafas setiap hari." ujar Dilan sembari masih melihat seisi kamarnya. Setelahnya, Dilan berganti baju karena ia masih menggunakan seragam sekolahnya. Saat berganti baju, ia melihat di dekat pinggangnya ada lebam. Lebam baru yang baru saja ia dapatkan tadi dari Papanya itu. "It's okay to not be okay." ujar Dilan yang setelah itu ia tiduran saja. Ia mencoba untuk tidur tapi tetap tak bisa hingga akhirnya, ia meminum obat tidur. Ia memang memiliki obat tidur di kamarnya, ia selalu meminumnya saat dirinya sedang ingin tidur tapi tak bisa karena ia memikirkan masalahnya. Karena ia yang tak mau larut dari rasa sedihnya, ia pun memilih untuk tidur. Setelah meminum obat tidurnya, sekitar lima belas menit kemudian akhirnya obat itu bekerja dan Dilan pun tampak sudah tertidur sekarang ini. Pagi, akhirnya kembali lagi. Tuhan masih memberikan waktu kepada hambanya untuk berbahagia atau mencari bahagia di dunia yang fana ini. Dilan bangun sangat pagi, ia sengaja menghindari sarapan keluarga. Keluarga? Bagi keluarga Brawijaya mungkin keluarga hanya berisi Papa, Mama dan Dikta. Tak ada Dilan di dalamnya karena memang itu lah yang mereka selalu harapkan. Dilan sudah keluar dari rumah sejak pukul lima pagi. Dilan memang tidak tahu harus pergi kemana, ia pun tidak mungkin berangkat ke sekolah sepagi ini karena ia yakin pintu gerbang pun belum dibuka. Dilan bingung ingin pergi kemana dan akhirnya ia memilih untuk pergi ke GOR yang ada di dekat sekolah. Ia akan mencari sarapan disana karena memang disana banyak sekali orang yang menjual makanan untuk sarapan. Saat ini Dilan sudah berada di jalanan untuk menuju ke GOR. Sementara itu, Agam memgawali pagi harinya dengan semangat karena nanti ia akan menjemput Aruna. Aruna sudah tidak lagi marah kepada dirinya, ia berharap jika Aruna bisa sedikit memberikan dirinya kesempatan juga untuk bersama dengan Kiara, Dilan dan Randra. Karena bagaimana pun juga mereka teman. Berbeda dengan Randra yang sekarang ini tampak tidak semangat, Randra malah takut pergi ke sekolah. Ia takut kecewa lagi untuk yang kesekian kali. Namun ia harus berangkat ke sekolah karena ia sudah berjanji kepada teman-teman yang lain bahwa ia akan berangkat. Ia juga tak mau membuat mereka khawatir kepada Randra. Makanya Randra sekarang bersiap-siap untuk mandi. Sementara itu, Kiara baru saja bangun tidur. Kiara pun langsung pergi ke kamar mandi begitu ia tahu bahwa ini sudah pukul setengah enam pagi. Ia nanti akan berangkat bersama dengan Kelvano. Kiara berjalan menuju ke kamar mandinya, tapi tiba-tiba saja kepalanya terpentok pintu kamar mandi. Kiara tampak terdiam sembari ia memegangi kepalanya, tak beberapa lama kemudian Kiara menangis. Namun ia menangis dalam diam. Ia menangisi kondisinya sekarang ini yang tak bisa apa-apa. Kiara merosot ke dekat pintu kamar mandinya dan sekarang ini tampak Kiara menangis meskipun ia menangis dalam diam tapi rasanya sangat sakit sekali. Sampai sekarang ia masih memikirkan kenapa ini bisa terjadi padanya. Kenapa ia yang mendapatkan hal seperti ini. Kenapa ia harus hidup dalam kegelapan yang membuatnya semakin tenggelam dalam dunia yang fana. Kenapa gelap? Kenapa hanya gelap yang selalu menghantuiku? Kenapa aku dibiarkan tenggelam dalam kegelapan ini? Apakah tidak ada sedikit cahaya untukku? Kenapa semuanya menjadi berat setelah semuanya gelap? Kenapa aku jadi orang yang mengusahakan. Harusnya aku memang tidak hidup lagi daripada menyusahkan banyak orang kan? Batin Kiara menangis. Kiara masih saja menangis, tidak ada yang mendengarnya karena ia menangis dalam diam. Ia terus menerus menangis hingga pada akhirnya ia berhenti menangis ketika ia mendengar suara dering handphonenya. Ini adalah dering yang ia khususkan untuk Dilan, Agam dan Randra saja. Jadi kemungkinan besar hanya tiga orang itu saja yang menelfonnya saat ini. Kiara susah payah menggapai handphonenya dan sekarang ini ia sudah mencoba menetralisir suaranya agar tidak terlihat seperti dirinya habis menangis. Ia kini sudah mengangkat panggilan tersebut, ia mendengarkan. "Morning Kiara, gua lagi di GOR nih. Mau makan apa? Maksudnya mau dibeliin apa?" tanya Dilan sekarang. Kiara kemudian berpikir kenapa Dilan sudah berada di GOR pagi sekali. Namun sepertinya ia tahu jawabannya, Dilan menghindari sarapan keluarganya sendiri. Ia bahkan takut sarapan bersama. Bagaimana Dilan tidak takut jika setiap sarapan hanya prestasi saja yang dibicarakan. Hanya Dikta yang juara satu, Dikta yang akan pergi kuliah ke luar negeri, Dikta yang akan mengikuti lomba dan semuanya Dikta dengan prestasi akademiknya. Jika ia menjadi Dilan pun ia juga akan kabur terus menerus. "Morning Dilan, Lo pagi-pagi udah sampai GOR aja. Gua aja belum mandi Lo. Emmm mau bawain Roti Bakar sama Es Kacang Ijo ya." ujar Kiara itu. "Hahaha iya, keburu lapar pingin makan disini. Okay deh, ya udah sana Lo mandi. Nanti telat lagi." ujar Dilan dan Kiara menjawabnya setelahnya ia mematikan panggilan itu. Sehabis telfonan dengan Dilan, rasanya Kiara sedikit tenang. Entah kenapa baginya, Dilan selalu datang diwaktu yang tepat. Ia ingin selamanya bersama dengan Dilan, Agam dan Randra. Ia juga berharap jika pun nanti Dilan memiliki kekasih, kekasihnya itu bisa menerimanya. Kekasih Dilan bisa menerima jika Dilan memiliki teman perempuan seperti dia. Karena jujur saja Kiara tidak ingin kehilangan teman-temannya, ia tak tahu apa ini bentuk dari keegoisan atau bukan tapi meskipun teman-temannya sudah memiliki pacar, ia ingin tetap dekat dengan mereka. Karena tanpa mereka tahu, mereka juga merupakan sumber kehidupan dari Kiara saat ini. Kiara bangkit dan sekarang ini ia memutuskan untuk mandi. Setelah mandi Kiara pun sudah menggunakan bajunya dan ia turun ke bawah. Rencananya ia tak akan makan karena ia tadi minta dibelikan makan oleh Dilan. Ia hanya akan meminum s**u saja sebelum berangkat sekolah bersama denan Kelvano. Kiara tampak pergi ke dapur dan ia mendengar Mamanya memanggil namanya dengan nada senang. Kiara juga tersenyum. "Wah kamu udah siap ya sayang. Tunggu Kakak kamu ya, Kakak kamu kayaknya masih siap-siap. Kamu mau makan apa sayang?" tanya Mama Kiara. "Kiara mau minum s**u aja Mah, soalnya tadi Dilan telfon Kiara katanya lagi di GOR. Terus Kiara minta dibeliin Roti Bakar hehehe." ujar Kiara tersebut. "Ya udah deh kalo gitu, Mama buatin kamu s**u dulu ya." ujar Mamanya dan Kiara mengangguk. Sekarang ini Kiara sudah duduk di meja makan, Papa dan Kakaknya sudah datang dan mereka pun kini makan bersama. “Kamu ga makan sayang? Kenapa cuman minum s**u aja?” tanya Papa Kiara. “Hehehe iya Pah, Kiara makan di sekolah aja nanti.” jawab Kiara kepada Papanya itu. “Makan di sekolah? Makan dimana Kia? Kan kantin sekolah belum banyak yang buka. Kantin yang makanannya kamu sulai juga bukanya pas pukul tujuh pagi.” ujar Kelvano tersebit. “Hehehe ga makan dikantin Abang, tadi Dilan nelfon Kiara. Dilan lagi di GOR cari makan terus dia nawarin Kiara mau makan apa ya udah Kiara minta buat dibeliin Es Kacang Ijo sama Roti Bakar.” ujar Kiara bercerita dan Kelvano tampak tersenyum. “Ohh gitu ternyata.” ujar Kelvano tersebut. Kelvano sangat lega karena Kiara memiliki orang-orang yang sangat peduli kepada dirinya. Dan Kiara juga pastinya memiliki Dilan. Entah kenapa sejak ia mengenal Dilan, Kelvano merasa ada yang berbeda dari tatapan Dilan kepada Kiara. Kelvano merasa bahwa Dilan menyukai Kiara tapi sampai sekarang tak ada sama sekali Dilan menembak Kiara. Namun Kelvano yakin sekali jika Dilan mencintai Kiara. Contohnya saja perhatian kecil seperti ini, Dilan selalu melakukannya. Atau Dilan yang selalu mengantarkan pulang Kiara meskipun itu hanya menjaganya dengan mengikuti mobil yang di dalamnya ada Kiara. Namun itu meripakan hal kecil yang sangat berkesan sekali. Kiara benar-benar hanya minum s**u saja saat ini. Ia tampak menghabiskan susunya, karena Kelvano makan dengan cukup cepat, akhirnya mereka berdua berdua kini sudah pergi dari rumah menuju ke sekolah. “Kiara, di sekolah ada yang ganggu kamu?” tanya Kelvano yang sudah menjadi kebiasaan dari Kelvano setiap paginya menanyakan kepada Kiara tersebut. “Abang, tenang aja ga ada kok. Mereka mana berani kan abangnya Kiara itu Bang Kelvano terus juga ada abang-abang Kiara yang lainnya. Dan lagi Kiara juga punya Dilan, Agam dan Randra. Mereka itu bahagianya Kiara.” ujar Kiara menjawab. “Tapi tetap aja ya Kia, kalo kamu ada apa-apa atau kamu merasa ga nyaman bilang sama abang atau Dilan, Agama atau Randra. Okay sayang?” tanya Kelvano dan Kiara tampak mengangguk sembari tersenyum. Bang, kadang gua ngerasa ini itu keuntungan buat gua atau malah gua yang merepotkan? Saat gua tahu gua punya lo, temen-temen lo terus juga Dilan, Agam dan Randra kadang gua merasa apakah gua harus tenang karena gua punya kalian atau gua harus merasa bersalah karena pasti ruang kalian semua ga bisa bebas kan karena kalian juga harus mikirin tentang gua juga. Kadang ini yang bikin gua down karena gua bisanya cuman ngerepotin orang-orang yang gua sayang aja. Tapi gua janji kalo nanti gua udah bisa melihat lagi, gua akan balas semua jasa kalian. Tapi, gua emang bisa kan? Emang masih ada kesempatan untuk melihat lagi kan gua? Batin Kiara tampak bertanya-tanya sendiri sekarang ini. Sementara itu, Dilan sudah memesan pesanan Kiara dan kini ia menunggu pesanannya selesai. Ia masih duduk saja di tempat duduk yang ada disana. Hingga akhirnya sekarang ini ia sudah selesai membeli roti bakar. Ia pun pergi ke penjual es kacang ijo, ia memesannya dan menunggu lagi. Setelah sudah mendapatkan semuanya, kini Dilan pergi dari sana Dilan memutuskan untuk langsung ke sekolah. Ini sudah pukul enam lewat jadi gerbang pasti sudah di buka dan saat ia sampai di sekolah nanti pasti sekolahnya sudah ramai juga oleh siswa-siswi yang berangkat sekolah. Randra juga sudah berangkat dari rumahnya, ia sekarang sudah ada di jalanan menuju ke sekolah. Randra berangkat ke sekolag dengan menggunakan kacamata hitam yang tak pernah lepas dari matanya saat pagi dan siang hari. Kacamata yang membuat sebagian orang melihatnya dengan pandangan aneh seakan-akan ia merupakan manusia paling aneh sedunia. Di jalanan ini ia memikirkan tentang Rania, ya setiap hari juga kepalanya dipenuhi dengan Rania saja, jika tidak ya Kiara dan teman-temannya, hanya itu. Rasanya benar-benar campur aduk sekarang ini, ia ingin bertanya kepada Rania tapi ia tidak pernah siap atas segala jawaban yang nantinya akan dia terima. Apalagi jika Rania nanti mengiyakan bahwa ia memiliki pacar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD