Eps. 05. Siapa Aku?

1192 Words
Matahari mulai menampakkan sinarnya. Kabut tebal yang sebelumnya menyelimuti seluruh desa, perlahan mulai naik dan dinginnya suhu udara di sana juga sudah berubah kian menghangat. "Sudah beberapa jam, tapi pria ini belum sadar juga." Sukma menggumam dan mulai merasa khawatir. Sudah hampir tiga jam setelah dia menemukan Aryan, tetapi belum ada tanda-tanda bahwa laki-laki yang dia tolong itu akan sadar. "Seharusnya aku membawa pria ini ke Puskesmas saja." Sejenak Sukma berpikir untuk membawa Aryan ke satu-satunya fasilitas kesehatan yang ada di desa itu, sehingga pria itu bisa mendapat pertolongan lebih baik. "Tapi, dalam keadaan dia sedang tidak sadar seperti ini, aku tidak mungkin membawanya ke sana. Apalagi, aku juga tidak punya cukup uang untuk bisa membayar biaya pengobatan pria ini." Sukma menggeleng ragu. Tentu tidak memungkinkan baginya membawa Aryan pergi berobat seorang diri dalam keadaan masih belum sadar. Selain letak Puskesmas yang cukup jauh dari tempat tinggalnya, saat itu dia juga sedang tidak memiliki cukup uang. Dia tahu biaya pengobatan untuk orang yang sedang terluka parah seperti itu, jumlahnya pastilah tidak sedikit. Apalagi bagi seorang gadis yang hidup serba kekurangan seperti dirinya. "Sementara, aku akan merawatnya sendiri saja. Mudah-mudahan dia segera sadar." Tak punya pilihan lain, Sukma tetap hanya bisa menunggu dan berharap Aryan secepatnya sadar dari pingsannya. Sukma lalu membuka lagi kotak P3K yang dia punya, seraya memeriksa isinya. Dia juga berharap menemukan sesuatu yang bisa membantu mempercepat kesadaran Aryan. Sukma tersenyum ketika tangannya meraih sebuah botol berukuran kecil dari dalam kotak itu. "Aku akan oleskan minyak kayu putih ini di keningnya. Semoga ini bisa membantu." Dengan sangat cekatan, Sukma mengoleskan minyak kayu putih di pelipis dan leher Aryan. Selain itu, dia juga memijat bagian ibu jari dan telunjuk pria malang di hadapannya itu dengan minyak yang sama. Dari beberapa buku yang pernah dia baca, dia tahu hal itu adalah salah satu cara untuk bisa mempercepat seseorang sadar dari pingsan. Beberapa menit berlalu, jari-jari tangan Aryan mulai tampak bergerak. Meski sangat lemah, kelopak mata Aryan yang tadinya tertutup rapat, kini mulai sedikit terbuka. "Syukurlah kamu sudah sadar." Sukma tersenyum senang melihat Aryan kini sudah mulai sadar. "Aku dimana?" Suara Aryan terdengar sangat lirih, bahkan hampir tak terdengar. "Kamu ada di rumahku. Tadi aku menemukanmu terapung di tepi danau." Aryan mencoba membuka mata lebih lebar dan menoleh ke arah suara yang ada di sebelahnya. Akan tetapi, pandangannya terasa sangat kabur, sehingga dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa wanita yang tengah berbicara kepadanya. "Apa yang terjadi denganku?" tanya Aryan, sembari memegang kepalanya. "Aaah ... kepalaku rasanya sakit sekali." Aryan meringis, merasakan sakit luar biasa yang seakan menghujami kepalanya, dibarengi rasa perih akibat luka-luka di sekujur tubuhnya. "Kepalamu terluka parah. Tubuhmu juga penuh luka bakar. Apa kamu korban kecelakaan?" Berbagai pertanyaan terlontar begitu saja dari mulut Sukma. Dia sangat tidak sabar ingin tahu banyak hal tentang pria yang ditolongnya itu. "Aku tidak tahu. Aku juga tidak ingat apa yang sudah terjadi denganku." Aryan terus memegang kepalanya yang semakin terasa sakit tak tertahankan. Sambil berusaha mengangkat punggungnya dan sedikit menyandar di sisi kursi tempatnya berbaring, Aryan bertanya lagi, "Kamu siapa? Mengapa kamu bisa menolongku? Dan mengapa aku tidak bisa mengingat apapun?" Pandangan Aryan mulai sedikit cerah dan dia kini mulai bisa melihat lebih jelas seorang gadis yang tengah tersenyum di hadapannya. Sukma mengerutkan keningnya menatap Aryan yang terlihat linglung. "Ada apa dengan pria ini? Mengapa dia terlihat bingung akan dirinya sendiri? Apa dia hilang ingatan?" Sejenak terlintas dugaan semacam itu di pikiran Sukma. "Namaku Sukma. Tadi kamu pingsan dan aku menemukanmu dalam keadaan terluka parah." Tanpa ragu, Sukma memperkenalkan dirinya. "Terima kasih banyak karena kamu sudah menolongku, Sukma." Di tengah rasa bingung dan sakit kepala yang kian mendera, Aryan berusaha mengulas senyum dan mengucapkan terima kasih kepada gadis yang sudah menolongnya itu. Sukma mengangguk. "Apa kamu juga tidak ingat siapa namamu?" tanyanya lagi, guna mempertegas apa yang dia sangka terhadap pria itu. Aryan menggeleng, "Aku tidak tahu siapa namaku. Aku tidak bisa mengingat apapun, karena sakit kepala terasa sangat menyiksaku." Sambil terus mengerang menahan sakit, Aryan menatap ke arah Sukma dan merasa sangat bingung akan dirinya. Dia sama sekali tidak mengingat semua hal tengah terjadi terhadap dirinya. Sukma hanya menghela nafas dalam-dalam mendengar jawaban Aryan seraya berujar, "Ya sudah tidak apa-apa. Ini mungkin karena kamu baru saja sadar dari pingsan." Melihat kondisi pria itu, Sukma tidak ingin mencecarnya dengan pertanyaan lagi. "Kepalamu terluka parah. Mungkin itu sebabnya, kamu belum bisa mengingat apapun." Sukma lalu meraih kotak P3K dan mengambil obat penghilang rasa sakit dari sana. Tinggal di desa terpencil yang jauh dari tempat-tempat penyedia fasilitas kesehatan, tentu membuat ia senantiasa menyimpan berbagai obat-obatan ringan dan selalu ada dalam kotak P3K. "Sebaiknya kamu istirahat saja dan minum obat ini dulu. Setelah sakit kepalamu berkurang, mungkin kamu akan mulai bisa mengingat siapa dirimu," pungkas Sukma seraya menyerahkan sebutir tablet penghilang rasa sakit untuk Aryan. "Tetaplah berbaring disini. Aku akan ke dapur dan menyiapkan makanan untukmu." Setelah membantu Aryan meminum obat itu, Sukma beranjak dari tempat duduknya dan hendak ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk pria tersebut. "Sekali lagi terima kasih banyak, Sukma. Kamu sangat baik dan tulus menolongku." Aryan, merasa sangat sungkan menerima kebaikan Sukma. Sukma tidak menyahut. Dia hanya tersenyum dan bergegas meninggalkan Aryan sendiri di ruang tamu rumahnya. Aryan kembali merebahkan tubuhnya dan karena pengaruh obat penghilang rasa sakit yang diberikan Sukma kepadanya, untuk sejenak Aryan bisa tertidur di sana. Selang beberapa menit, Sukma sudah kembali ke ruang tamu seraya membawa sebuah nampan dengan sebuah mangkuk di atasnya. Dia tersenyum melihat kala itu Aryan juga sudah bangun dan terlihat duduk sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Setelah minum obat penghilang rasa sakit yang diberikan oleh Sukma, rasa sakit di kepalanya juga sudah sedikit berkurang. "Kamu sudah bangun rupanya." Sukma meletakkan nampan yang dia bawa di atas meja dan duduk di salah satu kursi di sebelah Aryan. "Sekarang makanlah dulu. Aku memasak sup sayuran untukmu. Kamu pasti lapar 'kan?" Sukma menyodorkan mangkuk sup yang masih mengepulkan sedikit asap itu kepada Aryan. "Aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih terhadap kamu, Sukma." Aryan merasa sangat sungkan menerima kebaikan hati gadis yang terlihat begitu tulus menolongnya. "Tidak usah merasa canggung seperti itu. Sekarang makan saja dulu, mumpung sup ini masih panas." Tanpa merasa terbebani, Sukma tersenyum dan meraih tangan Aryan agar bersedia mengambil mangkuk sup dari tangannya. Aryan mengangguk dan bersedia mengambil alih mangkuk sup dari tangan Sukma. Sejujurnya dia memang merasa sangat lapar, sehingga dia pun bisa menghabiskan sup itu dalam waktu singkat. Udara yang terasa sangat dingin di desa itu, membuat sup buatan Sukma terasa sangat nikmat disantapnya. Sukma hanya tersenyum memandangi pria yang makan dengan lahap di hadapannya. "Bagaimana, apa sekarang kamu sudah bisa mengingat siapa dirimu?" Melihat Aryan sudah menghabiskan makanan dan kondisinya juga tampak sudah sedikit lebih baik, Sukma kembali mencoba mengorek informasi tentang Aryan. "Maafkan aku." Aryan menggelengkan kepala. "Aku sama sekali belum bisa mengingat apapun," akunya jujur. Kendati sakit kepalanya sudah berkurang, tetapi dia belum mampu mengingat sedikit pun tentang dirinya. "Kalau nama kamu saja kamu tidak ingat, bagaimana aku bisa menghubungi keluargamu?" Sukma ikut merasa bingung. "Aku tidak tahu," sahut Aryan pasrah. Kening Sukma berkerut dan dia tahu bahwa dugaanya benar. Pria yang dia tolong itu, kini mengalami amnesia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD