Eps. 27. Menyimpan Kecurigaan

1472 Words
"Nama saya Danu, Pak ... bukan Aryan!" Seketika Danu menggeleng heran. Ditatapnya Gana yang tampak terpaku dengan mulut menganga, tetapi bola matanya terus berputar, bergerak naik turun, memandangi dirinya tanpa sekali pun berkedip. "A-ah, iya ... maafkan aku! Suaramu benar-benar mengingatkan aku pada seseorang yang sudah lama tiada." Tersentak oleh perkataan Danu, Gana seketika menjadi gelagapan dan buru-buru memalingkan pandangannya. Pria yang dia kira adalah sang mantan atasan, terlihat sangat berbeda dengan penampilan sederhananya, dan tentu teramat jauh dari sosok seorang Aryan Dhiratama yang dia pernah kenal sebelumnya. "Hmm ... rupanya sampai sekarang kamu masih belum bisa move on dari mantan bosmu yang dulu itu, Gana!" Hanif menyeringai dan terkekeh melihat tingkah konyol Gana. "Kamu sudah lama mengundurkan diri perusahaan milik Almarhum Aryan Dhiratama itu, tapi kamu masih saja selalu teringat padanya. Apa karena aku tidak bisa memberimu jabatan istimewa dan gaji besar seperti sewaktu kamu bekerja dengannya?" cibir Hanif lagi, diiringi gelak tawa serta kalimat ejekan terhadap pria yang kini sudah menjadi bawahannya itu. "Bu-bukan begitu, Pak Hanif. Tapi suara Danu benar-benar mirip dengan almarhum Bos Aryan," ujar Gana berusaha menyembunyikan semua rasa gugup, mendengar kata-kata sindiran yang keluar dari mulut atasannya itu. "Dari tadi aku juga merasa kalau suara Danu dan Almarhum Aryan terdengar mirip, tapi kita tidak tahu wajahnya." Hanif ikut menoleh ke arah Danu dan menatap wajah yang selalu tersembunyi, tertutup di balik masker berwarna hitam serta topi hoodienya. "Danu ... bisa kamu buka penutup wajahmu dan tunjukkan seperti apa dirimu! Bekerja disini, kita harus saling mengenal satu sama lain. Tidak ada yang boleh disembunyikan!" Hanif memberi perintah agar Danu bersedia membuka penutup wajahnya. "Baiklah, Pak." Tanpa ragu Danu mengangguk dan perlahan melepaskan topi hoodie serta penutup wajahnya. "Astaga! Apa yang sebenarnya terjadi dengan kamu, Danu?" Gana terlonjak kaget melihat wajah Danu yang dipenuhi bekas luka dan tampak menghitam. Tentu saja dengan wajah seperti itu, Gana tidak bisa mengenalinya. "Apa kamu pernah mengalami kecelakaan?" timpal Hanif. Tak kalah terkejutnya dengan Gana, dia juga seakan tidak percaya, menyaksikan wajah buruk rupa, pria yang baru saja dia terima bekerja sebagai karyawan di perusahaannya tersebut. "Iya, Pak. Saya mengalami luka parah akibat sebuah kecelakaan, kurang lebih setahun yang lalu. Sayangnya, sampai sekarang bekasnya tidak bisa hilang," jawab Danu sekedar memberi alasan. Tentu saja dia tidak berkata jujur, karena dia sendiri tidak pernah ingat akan apa yang terjadi pada dirinya, sehingga membuat dia menderita luka parah dan sampai terdampar di tepi danau di desanya. "Setahun yang lalu?!" Kening Gana berkerut dan kedua matanya membulat, seraya kembali menatap lekat wajah pria di hadapannya. "Bos Aryan juga mengalami kecelakaan setahun yang lalu. Apa ini hanya sebuah kebetulan saja?" Dalam hati Gana menggumam dan bertanya-tanya. Entah mengapa, bayangan tentang kejadian kelam yang menimpa mantan atasannya itu tiba-tiba melintas begitu saja di ingatannya. "Iya, Pak." Danu hanya mengangguk. "Karena itu, mohon izinkan saya tetap memakai penutup wajah selama saya bekerja. Saya tidak ingin wajah saya yang seperti ini, akan mengundang perhatian banyak orang." Sambil memasang kembali penutup wajahnya, Danu memohon, berharap Hanif setuju akan keinginannya. "Pakai saja, Danu. Itu akan lebih baik agar semua orang tidak hanya terfokus melihat wajahmu saja." Tak berniat melarang, Hanif langsung setuju akan permohonan Danu. "Sebaiknya sekarang kamu segera antar Danu berkeliling dan kenalkan semua hal tentang bengkel kita, Gana! Saat ini kita sedang kekurangan montir, ku harap Danu bisa secepatnya mulai bekerja!" lantur Hanif, mengulang lagi perintahnya kepada Gana. "Siap, Pak!" Gana bergegas beranjak dari tempat duduknya, diikuti oleh Danu. Dari ruang kerja Hanif, Gana langsung mengantar Danu berkeliling area bengkel dan memperkenalkannya dengan semua karyawan di sana. Sambil berorientasi, sesekali mereka berbincang tentang berbagai hal, baik tentang masalah pribadi maupun yang berkaitan dengan pekerjaan. Entah mengapa, Gana merasa sangat cepat bisa akrab dengan Danu, seolah mereka sudah pernah saling mengenal sebelumnya. "Bekerja disini, kamu akan dapat jatah satu kali makan siang, Danu. Dan ... karena ini sudah jam istirahat, sebaiknya sekarang kita makan siang dulu!" Gana membawa Danu menuju kantin karyawan yang terletak di belakang bengkel, lalu memperkenalkannya sebagai karyawan baru di sana. "Kamu boleh ambil makanan yang ada di tempat ini sepuasmu. Di sini semuanya gratis!" ujar Gana sambil menyerahkan sebuah piring kepada Danu. Keduanya kemudian berdiri di barisan antrean bersama karyawan lainnya, untuk mengambil makan siang khusus karyawan, yang disajikan secara prasmanan di kantin itu. "Kamu nggak ambil nasi, Danu? Mengapa hanya sayur saja?" Gana mengerutkan dahinya, ketika melihat Danu tidak mengisi piringnya dengan nasi, melainkan hanya sepotong lauk dan sayur saja. "Aku dibekali makan siang sama istriku, Pak. Aku akan makan itu saja." Danu menepuk tas ransel yang masih tergendong di punggungnya. "Ooh ... " Gana hanya mengangguk, lalu keduanya mengambil sebuah tempat duduk di sebuah meja yang letaknya paling pojok di ruangan kantin itu. "Istrimu sangat perhatian, ya? Sempat-sempatnya dia menyiapkan bekal untukmu?" Sambil menyuap makanannya, Gana berceloteh dan tetap ingin berbincang lebih akrab dengan Danu. "Iya, Pak. Istriku pandai memasak dan dia juga seorang pekerja keras. Selain cantik, hatinya juga sangat tulus dan murni. Walau aku hanya pria miskin, buruk rupa dan asal usulku juga tidak jelas, tapi dia selalu mencintaiku apa adanya." Binar penuh kebahagiaan dan rasa rindu terpancar dari mata Danu, ketika dia mengingat serta menceritakan tentang Sukma kepada Gana. "Asal usul tidak jelas?! Maksud kamu ... " Gana menjeda ucapannya dan kedua alisnya bertautan. Lagi-lagi ucapan Danu membuatnya terperangah, sehingga sendok yang sudah masuk ke mulutnya seketika tertahan. Makanan yang sudah di mulut, juga tak sanggup ditelannya. "Ee ... e ... ma-maksudku, aku tidak punya sanak saudara di desa itu, Pak. Aku dan Sukma istriku, sama-sama hidup sebatang kara." Dengan cepat Danu mengalihkan, agar Gana tidak bertanya lagi kepadanya. Tentunya dia takut akan kesulitan menjawab, apabila Gana terus bertanya tentang hal-hal pribadinya. "Wah ... beruntung sekali kamu bisa memiliki istri seperti itu, Danu." Gana mengangguk dan sesaat penjelasan Danu masih bisa diterima oleh akalnya. "Sukma memang sosok istri yang sempurna. Dia adalah satu-satunya masa depan dalam hidupku. Karena dia, aku tidak ingin mengingat lagi tentang masa laluku. Aku sangat bahagia hidup bersamanya." Di balik penutup wajahnya, bibir Danu menyunggingkan sebuah senyum. Bercerita tentang Sukma, membuatnya seketika merasa rindu terhadap sang istri, padahal baru tadi pagi mereka berpisah. "Hah ... masa lalu?" Mata Gana membelalak lebar. Untuk kesekian kalinya, ucapan Danu lagi-lagi membuatnya terperanjat. "Uhuk ... uhuk ... " Gana tiba-tiba tersedak dan dengan cepat tangannya meraih gelas yang berisi air minum dari atas meja, lalu meneguknya dengan tergesa. "Apa maksud kamu dengan mengingat masa lalu, Danu? Apakah kamu ini sedang hilang ingatan?" Dengan suara masih serak, Gana bertanya kian kian menginterogasi. Tanpa Danu sadari, semua yang dia ceritakan sudah memancing rasa penasaran Gana, semakin ingin tahu tentang dirinya. "A-a-anu, Pak ... " Danu tergagap dan mendadak gugup. Keringat dingin menetes di keningnya, dan dia sama sekali tidak sadar bahwa secara tidak sengaja dia telah mengungkapkan hal paling pribadi, yang selama ini selalu dia sembunyikan dari semua orang, kepada Gana. "Apa mungkin Pak Gana tahu sesuatu tentang masa lalu yang tidak aku ingat?" Sejenak Danu berpikir dalam hati. "Aku tidak boleh gegabah bercerita tentang diriku, apalagi dengan orang yang baru aku kenal," batinnya, tidak ingin menyimpulkan apapun tentang Gana. "Setiap orang memiliki masa lalu, Pak. Masa laluku cukup kelam, makanya aku tidak ingin mengingatnya," beber Danu tidak berterus terang. Sejauh itu, meski dia merasa cukup nyaman bercakap-cakap dengan Gana, tetapi dia belum ingin bercerita jujur kepada pria yang merupakan calon atasannya itu. Gana kembali hanya mengangguk pelan. Namun, sebelah matanya juga menyipit. Kendati dia cukup bisa menerima semua penjelasan yang diutarakan oleh Danu, tetapi rasa curiga di hati tetap ada. "Mengapa gaya bicara dan gerak gerik Danu sangat mirip dengan Almarhum Bos Aryan? Sepertinya, Danu juga menyembunyikan banyak hal tentang dirinya. Entah mengapa, aku merasa dia tidak sepenuhnya bercerita jujur." Dalam hati, Gana masih mencoba menerka dan kepalanya kian dipenuhi berbagai tanya. "Sayangnya wajah Danu cacat dan aku tidak bisa mengenalinya." Gana menghela napas dalam-dalam dan kecurigaan itu semakin terasa membebani pikirannya. "Aaah, sudahlah! Aku tidak boleh mengingat Bos Aryan terus. Beliau sudah tenang di alam sana dan mungkin aku hanya terkenang akan dia saja." Bersusah payah Gana mengalihkan semua rasa curiga. Meski sudah menyelesaikan makan siangnya, Gana dan Danu masih duduk melanjutkan beristirahat sejenak di kantin itu. Dari saku kemeja, seragam khas seorang mekanik yang tengah dipakainya, Gana merogoh satu kotak kecil, serta sebuah korek gas. "Rokok, Danu!" Gana membuka dan menawarkan isi kotak kecil itu kepada Danu. Dengan cepat Danu menggeleng sembari menunjukkan telapak tangannya di hadapan Gana. "Terima kasih. Tapi aku tidak merokok, Pak," tolaknya sopan. "Kalau aku merokok disini, kamu tidak apa-apa, 'kan?" Gana hanya tersenyum sambil mengeluarkan sebatang rokok miliknya, lantas menyulutnya perlahan. "Tidak masalah, Pak," sahut Danu enteng. "Danu juga tidak merokok. Dia benar-benar mengingatkan aku tentang Bos Aryan." Sambil menyemburkan asap rokok melalui mulut, Gana tetap tidak sanggup mengalihkan rasa curiga dan penasaran, akan beberapa hal yang dia rasa begitu mirip antara Danu dan Aryan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD