Eps. 23. Sebuah Tawaran

1504 Words
Setelah hampir tiga hari wilayah pedesaan di kaki bukit itu diguyur hujan deras, hari itu cuaca sangat cerah. Bahkan, matahari bersinar sangat terik, seolah akan menghanguskan semua raga yang kini tengah memeras keringat demi mengais rupiah. Di sebuah proyek pembangunan ruko tak jauh dari pasar iduk, Danu sedang berbaur bersama pekerja bangunan lainnya. Dengan penuh semangat dia bekerja, tanpa memedulikan panas sengatan surya membakar kulit, serta keringat yang sudah bercucuran dari tubuhnya. "Danu, karena kamu mulai bekerja sudah siang ... ku harap kamu mau lembur sampai malam, agar aku bisa membayar gaji penuh untukmu!" Terdengar mandor proyek pembangunan itu, memberi titah kepada Danu. "Siap, Bang!" Danu langsung mengangguk sigap dan sama sekali tidak menolak. Mendapat pekerjaan saja, dia sudah sangat bersyukur. Hanya sebuah tawaran untuk lembur, tentu bukan hal yang terasa berat baginya. Kendati bekerja sebagai kuli bangunan seperti itu cukup melelahkan, Danu tetap tak ingin mengeluh. Tangannya juga lecet akibat kerja kasar hari itupun, seakan tidak dihiraukannya. Hingga tanpa terasa gelap mulai hadir menggantikan sore yang sejuk. Bersama beberapa orang pekerja lainnya yang juga lembur hari itu, akhirnya Danu bisa menyelesaikan semua pekerjaannya. Senyum sumringah seketika menghiasi wajah Danu, tatkala mandor memberinya dua lembar uang berwarna merah sebagai upah hasil pekerjaannya seharian itu. "Terima kasih, Tuhan! Akhirnya aku bisa pulang membawa uang. Setidaknya aku tidak akan mengecewakan Sukma." Danu menggumam penuh rasa syukur, sambil memasukkan uang hasil kerja keras hari itu, ke dalam saku hoodienya. Akan tetapi, ketika Danu hendak pulang, angin kencang tiba-tiba kembali berhembus dan suhu udara di desa itu juga kian terasa dingin. Bulir-bulir rintik hujan pun turun lagi dari langit. Pada masa peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau seperti itu, cuaca memang sulit terprediksi dan curah hujan yang cukup tinggi, justru kian mendominasi. "Walaupun hujan, aku tetap harus segera pulang. Sukma pasti cemas menungguku di rumah." Danu tetap memacu motornya di tengah hujan yang mengguyur semakin deras. Desa tempat tinggalnya, seharusnya hanya ditempuh paling lama tiga puluh menit dari proyek tempat tadi dia bekerja. Namun, akibat air danau yang kini tengah meluap hingga daratan, beberapa ruas jalan juga ikut terendam, sehingga mengharuskan Danu putar arah dan perjalanan akan dia tempuh kurang lebih satu jam untuk bisa sampai di rumah. "Aku harus tetap waspada dan berhati-hati. Jalanan pasti akan sangat licin dan berbahaya." Danu memperlambat laju motornya, ketika dia melewati jalanan gelap dan ekstrem, dengan tanjakan serta tikungan tajam. Kabut tebal juga menghalangi jarak pandang dan hawa dingin terasa kian menusuk. Hampir setiap ruas jalan yang Danu lalui, tampak sangat sepi, tak ada seorang pun yang melintas. Di jam seperti itu warga desa memang jarang keluar lagi dari rumahnya. Perlahan tapi pasti, akhirnya Danu tiba juga di jalan perbatasan menuju desanya. Namun, ketika dia melintas, di balik kegelapan malam dan temaram sorot lampu motornya, sekilas Danu melihat sebuah mobil berplat merah terparkir di pinggir jalan. Seorang pria tampak berdiri di depan mobil, sambil melambaikan tangan ke arahnya. Wajah pria itu juga tampak menyiratkan kepanikan. "Siapa orang itu dan mengapa dia ada di tempat ini malam-malam begini? Apa dia perampok atau begal?" Danu mengerutkan keningnya dan merasa sedikit curiga. Dia takut pria itu adalah perampok yang dikabarkan sering menghadang warga. "Tapi mobilnya plat merah. Sepertinya dia bukan perampok." Merasa penasaran, Danu perlahan menepikan motor tak jauh dari mobil itu. Meski ada rasa curiga, tetapi jiwa kemanusiaan Danu, lagi-lagi seolah terpanggil. Terlebih, pria itu terlihat hanya seorang diri, tanpa ada seorang pun bersamanya. "Bang, bisa tolong saya! Mobil saya mogok dan saya tidak tahu harus kemana mencari bengkel di desa ini." Dengan nada panik, pria itu memekik, seraya memohon bantuan kepada Danu yang kini sudah turun dari motor dan berjalan mendekatinya. "Memang ada masalah apa dengan mobilnya, Pak?" Danu tetap memasang tatapan awas, memperhatikan pria di hadapannya. Kendati demikian, melihat penampilan pria itu, kecurigaan Danu seketika sirna. Dalam netranya jelas terlihat pria itu tengah mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam, serta sebuah name tag berlogo instansi pemerintahan tergantung di saku kemejanya. Dia langsung bisa menebak, kalau pria di hadapannya bukanlah seorang begal atau perampok seperti yang dia khawatirkan sebelumnya. "Entahlah ... tiba-tiba saja mogok. Saya tidak mengerti tentang mesin dan ini juga mobil dinas. Selain itu, saya baru pertama kali ke desa ini. Saya tidak paham jalan-jalan disini." Pria itu menggerutu, terlihat sangat kesal sekaligus cemas. "Boleh saya coba cek mobilnya, Pak?" Tergerak ingin menolong, tanpa basa-basi Danu mencoba menawarkan bantuan. "Oh iya, tentu saja." Pria itu langsung berseru girang dan tampak menaruh harapan besar, semoga Danu bisa membantunya. Danu lalu ikut berdiri di depan mobil berplat merah itu, seraya membuka kap mesin. Kendati masih di bawah guyuran hujan gerimis, dengan bantuan lampu senter dari ponsel pria itu, Danu mulai sibuk memperhatikan mesin mobil dan mencari-cari kerusakan yang membuat mobil itu tidak bisa dinyalakan. "Ada masalah dengan karburator mobil ini, Pak." Sambil menoleh ke arah pria yang masih berdiri di sampingnya, Danu langsung menunjuk satu bagian di mesin mobil itu. "Lalu bagaimana, Bang? Apa masih bisa diperbaiki?" Wajah pria itu semakin menyiratkan kekhawatiran. "Apa ada peralatan mekanik di mobil ini, Pak?" "Ada, Bang." Pria itu mengangguk cepat, lalu bergegas membuka bagasi mobil dan mengambil beberapa peralatan di sana. "Saya akan coba perbaiki, Pak. Mungkin ini butuh waktu beberapa menit." Danu segera meraih peralatan mekanik seadanya itu dan mulai memperbaiki kerusakan pada karburator mobil. Entah mengapa, lagi-lagi Danu merasa sangat tidak asing dengan mesin kendaraan, sehingga dengan mudah dia mampu memperbaikinya. "Oh ya, Anda ini dari mana dan hendak kemana, Pak? Tumben saya melihat Bapak di desa ini?" Kendati tangannya sibuk memperbaiki mesin mobil, tetapi Danu memberanikan diri bertanya dan berusaha akrab dengan pria yang ditolongnya itu. "Saya pegawai pemerintah pusat yang ditugaskan mengecek kondisi bendungan yang rusak. Karena tadi pihak ketiga datang terlambat, saya terpaksa harus kembali ke kota saat sudah malam begini." Dengan sedikit bersungut, pria itu bercerita. Gara-gara suatu kendala, dia terpaksa meninggalkan desa itu saat malam mulai larut. "Oh ... jadi Bapak petugas dari bagian pekerjaan umum, ya?" Danu langsung tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ada rasa senang, karena dia tahu pemerintah sudah mulai turun tangan, untuk menanggulangi musibah yang terjadi di desanya. "Iya, benar. Perkenalkan nama saya Irwan." Pria itu memperkenalkan diri sambil menjulurkan tangan kepada Danu. "Saya Danu, Pak," balas Danu ikut memperkenalkan diri. Akan tetapi, kedua bahunya mengendik, tak mau menjabat tangan pria itu, karena kedua tangannya belepotan noda oli. Apa kamu warga desa sini?" Pria bernama Irwan yang merupakan seorang Aparatur Sipil Negara di Dinas Pekerjaan Umum itu, berbalik bertanya. "Iya, Pak. Saya juga salah satu warga yang terdampak, akibat jebolnya bendungan danau itu." Tanpa ragu Danu ikut bercerita. "Saya sangat menyesalkan kejadian ini. Gara-gara bendungan jebol, hampir semua warga di desamu kehilangan lahan perkebunan serta mata pencahariannya." Irwan mencoba menunjukkan rasa empati. "Yah ... namanya juga musibah, Pak," sahut Danu pasrah. "Kamu sendiri, kenapa malam-malam begini bisa lewat disini?" Sambil terus memperhatikan Danu yang sibuk memperbaiki mobilnya, Irwan kembali bertanya. "Saya baru pulang dari desa sebelah, Pak. Karena lahan kami terendam luapan air danau, saya terpaksa mencari pekerjaan ke desa lain." "Di desa sebelah kamu kerja apa?" "Selama belum bisa menggarap kebun, pekerjaan apapun asal itu halal, akan saya kerjakan, Pak. Tapi sayangnya, mencari pekerjaan di desa ini tidak mudah." Danu menyampaikan keluh kesahnya. Irwan menghela napas dalam-dalam mendengar pengakuan jujur Danu. Dia tahu, akibat jebolnya bendungan di desa itu, semua warga desa pasti saat ini tengah berusaha mencari penghasilan lain, agar mampu menyambung kehidupannya. Beberapa menit, kedua pria yang baru saja berkenalan itu sama-sama saling bertukar cerita, hingga tanpa terasa Danu kini sudah berhasil memperbaiki karburator mobil yang mengalami kerusakan. "Nah ... sudah beres, Pak! Coba sekarang dinyalakan mesin mobilnya!" Danu tersenyum puas, sambil menepuk kedua tangannya yang sudah belepotan noda oli, serta menutup kembali kap mobil. "Baik!" Irwan bergegas naik ke kursi kemudi dan mencoba menstarter mobil itu. "Wah ... mobilnya sudah bisa dinyalakan lagi!" Tanpa kendala, mobil itupun kini menyala normal kembali, dan Irwan seketika berseru girang karenanya. "Kamu hebat, Danu. Aku tidak menyangka di desa ini ada seorang montir profesional seperti kamu." Irwan memuji. Tentu karena dia sangat kagum akan kemampuan Danu dalam memperbaiki mobil, meski hanya dengan menggunakan peralatan mekanik seadanya. "Tapi saya bukan montir, Pak. Saya hanya seorang petani sayur." Danu terkekeh. Tentu dia tidak ingin pujian Irwan membuatnya menjadi besar kepala. "Kamu seorang petani sayur, tapi sangat paham urusan mesin. Ini luar bisa, Danu." Irwan terus saja menyanjung kemampuan Danu. "Tadi kamu bilang di desa ini sulit mencari pekerjaan, bukan? Kenapa kamu tidak coba bekerja di kota saja?" celetuk Irwan, menyambung kalimat sanjungannya terhadap Danu. "Pekerjaan apa yang bisa saya lakukan di kota, Pak? Saya hanya terbiasa memegang cangkul dan menanam sayur saja," sahut Danu merssa konyol, tidak terlalu serius menanggapi sanjungan Irwan. "Aku punya teman seorang pemilik bengkel besar di kota. Kebetulan saat ini bengkelnya sedang membutuhkan banyak montir. Kalau kamu mau, aku bisa merekomendasikan kamu bekerja di bengkelnya." Dahi Danu berkerut mendengar tawaran dari Irwan. Sejujurnya dalam hati dia sangat tertarik dengan pekerjaan itu. Tetapi, merantau ke kota dan meninggalkan Sukma sendiri di desa itu, pastilah merupakan hal yang paling tidak ingin dia dilakukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD