Eps. 18. Tanggung Jawab Seorang Suami

1173 Words
Kendati malam nan indah penuh kemesraan kini sudah berganti fajar, dua manusia tampak masih terlena dalam hangatnya pelukan asmara yang tengah membara. Setelah melewati saat-saat indah serta kebahagiaan percintaanya, Danu dan Sukma begitu lelap tertidur. Tubuh keduanya masih sama-sama polos dan hanya tertutup selimut, tetapi suhu udara yang sangat dingin pagi itu, sama sekali tidak terasa bagi mereka. Hampir sepanjang malam mereka tidur dengan posisi saling berpelukan. Sukma tampak menggeliat. Meski merasa sangat lelah dan mengantuk akibat pertempuran panasnya tadi malam dengan sang suami, pagi itu dia tetap terbangun seperti biasa. Selarut apapun dia mulai tidur, di jam yang sama setiap pagi, dia pasti juga akan terbangun. "Uaahemm!" Sukma menguap dan membuka matanya perlahan. "Badanku rasanya ngilu sekali." Sedikit demi sedikit Sukma mencoba menggerakkan tubuhnya, sekedar meregangkan semua otot-ototnya yang terasa kaku. Akan tetapi, dia merasa tidak cukup leluasa bergerak, karena tangan kekar Danu masih memeluknya sangat erat. Sukma tersenyum menatap wajah pria yang begitu dekat di sampingnya. Wajah itu juga masih tampak lelah, akibat kegiatan panas yang mereka lakukan, hingga beberapa kali tadi malam. Perlahan tangan Sukma bergerak, menyentuh wajah penuh bekas luka di hadapannya. "Aku tidak peduli seperti apa wajahmu, Bang. Yang jelas, hari ini aku merasa sangat bahagia dan sempurna menjadi milikmu." Sukma membatin penuh rasa bahagia, sambil mengusap lembut kepala suaminya. "Aw, kenapa rasanya perih sekali?" Sukma meringis. Manakala dia mencoba menggerakkan kakinya, dia merasakan bagian kewanitaannya sangat perih. "Sepertinya punyaku lecet." Sukma menyentuh belahan pahanya yang terasa sakit. "Tapi rasa perih ini tidak ada apanya dibandingkan kebahagiaan yang Bang Danu berikan padaku." Sukma tersenyum geli. Tidak ada sedikitpun rasa penyesalan di hatinya. Meski apa yang dia dan Danu lakukan sepanjang malam menyisakan rasa sakit, tetapi semua itu tidak seberapa menggangu, dibandingkan kepuasan penuh kesan yang dia rasakan, serta menambah kedekatan di antara mereka. Perlahan Sukma melepaskan tangan Danu yang masih memeluknya, lalu bangun dan duduk di atas tempat tidur itu. Wajahnya kembali merona, tatkala netranya secara tidak sengaja melihat bercak noda berwarna merah di atas sprai. "Apa yang sudah aku lakukan semalam?" Sukma menghela napas dalam dan tersipu malu sendiri, mengingat kini dirinya sudah bukan gadis perawan lagi. Tak ingin terus terlena dalam lamunan, Sukma perlahan menggeser duduknya dan menurunkan kedua kaki ke permukaan lantai. "Kamu mau kemana, Sayang?" Ujung alis Sukma berkerut. Baru saja dia hendak beranjak, tiba-tiba sepasang tangan kekar langsung melingkar kuat di pinggangnya, sehingga dia urung bangun dari atas kasur. "Ini masih pagi, nggak usah bangun dulu." Suara berat dan malas Danu terdengar lagi, seraya menahan Sukma agar tidak beranjak dari sisinya. Tangan-tangan itu juga semakin erat memeluk pinggang rampingnya,sehingga membuat dia kesulitan bergerak. "Aku harus ke pasar untuk menjual sayur hasil panen kemarin ke Saudagar Budi, Bang!" Sukma menyahut dan perlahan melepaskan tangan Danu dari pinggangnya serta bergegas berdiri, agar Danu tidak lagi menghalang-halanginya. Danu menggeliat dan mengangkat punggungnya, untuk bersandar di sisi atas tempat tidur. Dia hanya tersenyum memperhatikan setiap gerak tubuh polos istrinya, dan terlihat sibuk memunguti pakaian mereka yang masih berserakan di lantai. "Aduh ... kenapa kepalaku rasanya pusing sekali?" Sukma berdiri sempoyongan dan pandangannya terasa kabur. Akibat cukup lama membungkuk, kepalanya kini terasa pusing. "Sukma!" Danu berteriak dan secepat kilat melompat dari atas ranjang. Buru-buru dia menangkap tubuh Sukma yang terhuyung, hampir saja terjatuh, karena tak mampu berdiri tegak. "Kamu kenapa, Sayang?" Danu merangkul pundak Sukma dan membawanya kembali duduk di sisi tempat tidur, bersebelahan dengannya. "Nggak tahu nih, Bang. Kepalaku tiba-tiba pusing dan lututku gemetar." Sukma memijat keningnya sendiri dan memejamkan mata karena pandangannya terasa sedikit berkunang. Dia langsung merebahkan kepalanya di pundak Danu, mencoba mengurangi rasa pusing. "Sebaiknya kamu tiduran saja dan tidak usah bangun dulu!" Sejenak Danu mendekap tubuh istrinya yang mulai berkeringat dingin, lalu membaringkannya lagi di atas kasur. Danu juga kembali menarik selimut, untuk menutup tubuh Sukma agar tidak kedinginan, karena yang masih belum memakai pakaiannya. "Tapi aku harus tetap ke pasar, Bang. Kalau sayuran yang kita petik kemarin tidak segera dijual, nanti sayur-sayuran itu keburu busuk." Wajah pucat Sukma juga menunjukkan kecemasan. Dia khawatir, bila dia tidak bisa ke pasar pagi itu, maka semua hasil panennya akan percuma. "Tidak usah merisaukan semua itu, Sayang. Kamu beristirahat saja dan pagi ini aku yang akan pergi ke pasar untuk menjual sayur-sayur itu!" ujar Danu, menampik kecemasan istrinya. "Tapi, Bang ... " Sukma menunjukkan keraguannya. "Percayakan semua padaku, Sukma. Lagipula, aku tahu apa yang harus aku kerjakan." Danu tersenyum dan bergegas memotong ucapan Sukma. "Apa kamu lupa kalau kamu sudah beberapa kali mengajakku ke pasar menjual hasil panen?" tanyanya, berusaha meyakinkan Sukma, bahwa dia pun bisa melakukan pekerjaan itu. "Baiklah, Bang." Sukma mengangguk setuju. Selain tanggung jawab itu memang wajib dia serahkan kepada suaminya, sesungguhnya dia memang merasa tidak cukup kuat, untuk bisa pergi ke pasar pagi itu. Tubuhnya masih lemas dan semua persendiannya juga terasa ngilu. Pertempuran panas mereka tadi malam, seakan menguras habis tenaganya. . Rona kuning sudah jelas terlihat di ufuk timur dan matahari sudah mulai muncul untuk menampakkan cahayanya. Danu melajukan motor matic yang penuh muatan sayur-mayur, menuju pasar. Satu keranjang penuh dia bonceng di jok belakang dan sebuah karung juga ada di bagian pijakan kaki depan. Tentu semua itu adalah hasil kebun yang cukup lumayan untuk bisa menghasilkan cuan, serta memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam beberapa hari ke depan. Dengan mengenakan hoodie serta penutup wajah, Danu memacu motornya perlahan. Pagi itu, perasaannya juga hanya dipenuhi rasa bahagia. Setelah Sukma bersedia menjalankan kewajiban seorang istri untuknya, dia pun semakin bersemangat untuk bisa menjalankan tanggung jawab, layaknya seorang suami bagi Sukma. Cuaca pagi itu memang cukup cerah, tetapi jalan setapak di desa itu terasa sedikit licin, karena masih basah oleh sisa air hujan yang mengguyur sangat deras hingga tadi malam. Tiba di pasar induk, Danu langsung mencari tempat, dimana Saudagar Budi biasa menunggu para petani yang hendak menjual hasil kebunnya. Akan tetapi, tatkala dia sampai di tempat parkir, Danu merasa sedikit terkejut. Di hadapannya tampak pemandangan yang tidak biasa. Mobil bak terbuka milik Saudagar Budi, terlihat tengah dikerumuni banyak orang, sedangkan Budi ada, berdiri di tengah-tengah kerumunan tersebut. "Apa yang terjadi? Mengapa para warga pada berkumpul di tempat ini?" Danu mengernyit dan mencoba menerka-nerka ada kejadian apa di sana. Danu lalu turun dari motornya dan melangkah mendekati orang-orang yang berkerumun. "Ada apa disini, Pak?" Danu bertanya kepada salah seorang yang juga baru tiba di tempat itu, hampir berbarengan dengannya. "Sepertinya ada sedikit keributan," sahut pria, yang sebenarnya juga datang ke pasar pagi itu, dengan tujuan yang sama seperti dirinya. "Keributan?" Kedua alis Danu tersentak bersamaan. "Iya! Saya dengar ada warga yang protes, karena selama ini Saudagar Budi sudah membohongi semua petani dan memanipulasi harga sayur. Dia selalu membeli hasil panen warga dengan harga di bawah standar, sedangkan keuntungan yang dia dapat bisa berlipat ganda." Pria itu terlihat jengah, kala menyambung penjelasannya kepada Danu. "Ayo! Kita lihat saja apa yang sedang terjadi di sana!" ajak pria itu kemudian. Tanpa basa-basi, pria itu langsung menyeruak dan bergabung dengan orang-orang yang sudah lebih dulu ada di sana. Danu mengangguk dan ikut menyusul. Dia juga merasa penasaran, ingin mencari tahu apa yang tengah terjadi di pasar pagi itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD