Hari Pertama Menjadi CEO

1018 Words
Semua karyawan dari perusahaan PT Jaya Gumilang pagi ini dihebohkan dengan munculnya pengganti Seno Hadiningrat, untuk memimpin perusahaan. Sebelum benar-benar diperkenalkan sebagai pengganti Seno Hadiningrat, sebuah rapat dadakan dengan para dewan direksi dilakukan. Ada sedikit perdebatan kecil mengenai pro dan kontra pengalihan jabatan secara mendadak. Namun, semuanya berjalan lancar, sebab Seno adalah orang yang paling berhak menentukan semuanya, meski Seno tidak hadir langsung ke perusahaan. Jeanna Larasati Hadiningrat, wanita berusia 27 tahun itu resmi menjabat sebagai CEO untuk menggantikan sang ayah. Meskipun Jeanna adalah anak kandung dari Seno Hadiningrat, tak sedikit yang menganggapnya sebagai orang yang hanya berpangku tangan dan tidak bisa bekerja. Dalam kata lain adalah meremehkan kinerja Jeanna. Bahkan banyak yang menganggap jika puan itu adalah wanita yang manja. Jeanna sendiri tidak bodoh. Beberapa tahun hidup dengan orang bermuka dua membuatnya menjadi orang yang lebih cepat peka, jika ada yang tak menyukainya. Bahkan diam-diam meremehkannya pun, Jeanna tahu. Maka dari itu, Jeanna benar-benar bersumpah akan membuktikan jika dia layak menjadi seorang pemimpin. Dan Jeanna tak akan mengecewakan sang ayah yang sudah memilihnya dan melimpahkan begitu banyak kepercayaan padanya. Setelah memperkenalkan diri dengan semua dewan direksi dan juga semua karyawan di perusahaan, kini Jeanna di antar ke ruangannya. Puan itu juga didampingi oleh seorang personal assisten yang bertugas untuk mengatur jadwal dan lain sebagainya. “Bu Jeanna, untuk jadwal Ibu hari ini masih tidak terlalu padat. Tapi untuk besok, jadwal Bu Jeanna sudah mulai padat sejak pagi sampai sore hari.” “Apa saja jadwal saya hari ini, Din?” Dini—sang personal assisten itu langsung menggulir layar iPad yang dia bawa, kemudian menjawab. “Jadwal Bu Jeanna untuk hari ini, setelah rapat dengan para direksi adalah kunjungan ke beberapa lokasi pembangunan. Kemudian setelah makan siang, kegiatan hari ini hanya akan berlangsung di kantor. Kemudian malamnya, acara jamuan makan malam dengan para kolega-kolega bisnis untuk menyambut Bu Jeanna sebagai CEO baru, pengganti Pak Seno Hadiningrat. Untuk jadwal besok pagi, menyusul ya, Bu.” Jeanna mengangguk. Malam ini, memang akan di adakan acara jamuan makan malam di sebuah hotel mewah di kota Jakarta. Semuanya memang di atur secara mendadak, bahkan undangannya jamuan makan malam juga baru saja disebar pagi ini, bersamaan dengan diperkenalkannya Jeanna sebagai pengganti Seno Hadiningrat. Sebenarnya, Jeanna tidak berharap diadakan acara seperti itu. Tapi dia hanya bisa pasrah saja, sebab ini semua kemauan sang ayah. Terlebih, agar semua kolega atau rekan bisnis PT Jaya Gumilang mengetahui, bahwa ia adalah anak kandung dari Seno Hadiningrat sekaligus penggantinya memimpin perusahaan. Tidak banyak yang tahu, jika Seno memiliki anak. Sebab Seno adalah salah satu orang yang sangat menjunjung tinggi privasi keluarga. Jadi ya tidak heran jika masih banyak yang tidak tahu siapa dan seperti apa anak dari seorang pengusaha sukses—Seno Hadiningrat. “Ya sudah, apa kita perlu berangkat sekarang saja? Tidak ada yang perlu saya kerjakan ‘kan sekarang?” “Bisa, Bu Jeanna. Kalau begitu, saya akan beritahu Pak Jojo untuk menyiapkan mobil.” sahut Dini dengan cepat. Dan dibalas dengan anggukan oleh Jeanna. “Kalau begitu, saya izin keluar dulu, Bu Jeanna.” “Ya.” jawabnya singkat. Begitu Dini keluar dari ruangannya, Jeanna sontak melirik ke arah ponselnya yang beberapa kali berbunyi. Ada banyak notifikasi pesan masuk dari sang ayah. Melihat ada begitu banyak pesan masuk, tentu saja Jeanna penasaran dengan isi pesan yang sang ayah kirimkan padanya. Oleh karena itu, tanpa menunggu lama, Jeanna langsung membuka pesan tersebut. Jeanna tersenyum melihat deretan pesan teratas dari sang ayah yang memberikannya selamat untuk hari pertamanya menjadi seorang CEO. Selain itu, Seno juga memberikannya perhatian seperti mengingatkan agar tidak lupa untuk makan siang nanti. Lalu kemudian, Jeanna nampak mengerutkan dahinya. Awalnya Jeanna tidak mengerti, mengapa Seno tiba-tiba saja mengirimkannya sebuah file yang berisi nama-nama tamu undangan yang akan hadir nanti malam, untuk merayakan dirinya sebagai pengganti dari sang ayah. “Kenapa juga ayah tiba-tiba mengirimkan file ini padaku?” monolognya seraya membenarkan posisi duduknya saat ini. “Tidak mungkin kan jika aku harus menghafalkan semua nama-nama orang yang di undang di acara nanti malam?” Jeanna mendesah pelan, sembari menyandarkan punggungnya kembali pada sandaran kursi kebesarannya saat ini. Puan itu mendecih pelan, “aku bahkan baru tahu sekarang jika ayah mengadakan acara penyambutan untukku nanti malam. Ya meskipun sebenarnya bagus juga agar semua rekan-rekan bisnis ayah mengetahui dan mengenalku. Ini juga bagus untuk kedepannya. Tapi...” Jeanna menggantung ucapannya, bahkan menghentikan secara mendadak gerak jarinya yang sedang menggulir layar ponselnya barusan. Nama seseorang tertera di sana. “Raditya Kurniawan.” monolognya, lalu berpikir sejenak. Jeanna lantas tersenyum tipis, saat mengingat percakapannya dengan sang ayah beberapa waktu lalu. Masih teringat jelas dalam ingatan Jeanna jika sang ayah memang yang paling ngotot, menginginkan mantan suaminya itu menderita. “Jika kau tidak mau balas dendam padanya, biar ayah saja yang akan membalaskan semua rasa sakit yang sudah kau terima. Ayah bukanlah orang yang bisa menerima dan memaafkan seseorang yang sudah membuat anak ayah menderita dan sakit hati.” “Jangan, Ayah. Aku tidak mau jika Ayah sampai mengotori tangan Ayah sendiri hanya untuk membalaskan rasa sakit ku.” “Tapi orang yang seperti itu memang harus diberi pelajaran. Dia harus—” “Biar aku saja yang melakukannya, Ayah.” sela Jeanna dengan cepat. “Biar aku saja yang membalas semua rasa sakit yang sudah aku rasakan. Aku ingin membalas dendam dengan caraku sendiri. Tanpa menggunakan kekerasan seperti yang sudah-sudah Ayah lakukan. Aku sama sekali tidak mau. Meskipun sebenarnya aku ingin sekali menghajar wajah pria sialan itu, Ayah.” “Jika kau tidak tega, biar ayah saja yang menghajarnya. Dia pantas dihajar sampai tidak bisa berjalan.” “Tidak perlu, Ayah. Aku benar-benar akan balas dendam padanya dengan caraku sendiri. Tapi jika memang Ayah ingin membantuku, maka berikan dia jalan untuk bisa menemuiku.” Mengingat semua percakapannya dengan sang ayah kala itu, membuatnya yakin bahwa ini adalah jalan yang diberikan oleh sang ayah. Jeanna kembali menyunggingkan senyuman. Siap tidak siap, dia memang harus siap bertatap muka dengan sang mantan suami nanti malam. Jeanna akan membuat perhitungan pada pria itu. “Malam ini, kau harus tahu siapa aku yang sebenarnya.” monolognya. “Inikah balas dendam dimulai?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD