Pil Pahit
Tidak pernah terlintas dalam benak seorang wanita berusia 27 tahun—Jeanna Larasati, bahwa rumah tangganya harus hancur karena adanya orang ketiga.
Jeanna masih berdiri mematung dengan air mata yang sudah tertahan di pelupuk. Menyaksikan sang suami pulang membawa seorang wanita dan memperkenalkannya sebagai calon istri.
Hati siapa yang tidak hancur?
“Tolong jawab aku, Mas. Ini semua tidak benar, kan? Kau hanya sedang bercanda saja kan sekarang? Jawab, aku mohon.”
“Tidak ada yang sedang bercanda, Jeanna. Apa semuanya kurang jelas? Aku sudah jujur padamu. Ini Della, calon istriku.” jawab Raditya.
Pria berusia 32 tahun itu nampak sangat santai dalam menjawab pertanyaan dari Jeanna. Bahkan dengan bangganya kembali memperkenalkan siapa itu Della, pada Jeanna yang masih berstatus sebagai istri sahnya.
Bibir Jeanna bergetar. Pandangan matanya mulai mengabur, tertutup oleh kabut air mata yang mulai menetes. Runtuh sudah pertahanan yang semula Jeanna buat.
Bagaimana pun juga, dia hanya manusia biasa yang mau sekuat apa akan tetap rapuh juga. Ya, contohnya seperti saat ini. Sakit sekali hatinya, bagaikan ditusuk oleh benda tajam. Raditya sekalinya menyakiti tak kira-kira sekali.
“Oh, apakah ini alasanmu lembur setiap hari, Mas Radit? Kau sama sekali tidak memiliki waktu denganku dan jarang pulang itu karena wanita ini?”
Jeanna menunjuk wajah wanita yang masih berdiri tegak di samping Raditya. Jeanna benar-benar benci dengan tatapan wanita yang sangat tidak tahu diri itu. Begitu santai dan tampak merasa tidak bersalah sama sekali. Kenapa pelakor selalu bangga setiap kali berhasil merebut suami orang?
“Apa yang sudah kau berikan pada suamiku?” tanya Jeanna dengan tatapan tajam. Jelas sekali ada kilatan amarah di kedua matanya. “Kau pasti sudah mengguna-guna suamiku ‘kan? Jawab! Benar kan kalau—”
“Jeanna stop!” teriak Raditya yang mana membuat fokus Jeanna kembali ke arah sang suami yang menatapnya marah. “Jangan pernah bawa-bawa hal tabu seperti itu. Tidak ada yang namanya guna-guna. Aku secara sadar memang menyukai Della. Bahkan sejak dulu.”
“Sejak dulu?” ulang Jeanna. Wanita itu mulai teringat sesuatu, namun detik berikutnya kepalanya menggeleng pelan. “Jangan bilang kalau wanita itu—”
“Ya, Della mantan kekasihku dulu. Satu-satunya wanita yang tidak pernah bisa aku lupakan. Ternyata memang perasaanku padanya tidak pernah pudar sejak dulu. Jadi saat bertemu dengannya lagi, tentu saja aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada.”
“Bisa ya, kau sesantai itu mengatakannya tanpa merasa bersalah padaku, Mas? Kau sudah menikah! Kau punya istri! Bagaimana bisa kau dengan entengnya mengatakan jika memiliki perasaan padanya? Kau menyelingkuhi aku dan tega mengatakan hal itu tanpa memiliki perasaan bersalah sama sekali padaku, hah?!”
Jeanna memukul d**a Radit sekuat yang dia bisa. Pukulannya ini benar-benar tidak sebanding dengan rasa sakit yang sudah sang suami berikan.
Sementara itu, Della yang menyaksikan bagaimana hancurnya Jeanna hanya bisa menatap malas. Wanita itu benar-benar menginginkan drama yang sedang Jeanna mainkan segera berhenti. Karena jujur saja, kaki Della sudah terasa pegal.
“Kau jahat, Mas Radit! Aku benar-benar tidak menyangka jika kau ternyata seperti ini!” teriak Jeanna. “Inikah balasan yang kau berikan padaku setelah semua yang sudah aku lakukan padamu, Mas? Kita sudah bersama cukup lama dan ini yang aku dapatkan? Mana sumpah janjimu untuk tetap bersamaku dan mencintaiku? Mana, Raditya Kurniawan?! Kau sendiri yang sudah berjanji padaku, tapi ternyata semuanya hanya omong kosong belaka! Bullshit!”
Raditya yang semula hanya diam saat dadanya dipukuli pun, sekarang sontak memasang raut wajah yang semakin tidak senang. Dia mendorong tubuh Jeanna, sampai puan itu hampir saja terjatuh ke belakang. Tapi beruntungnya, Jeanna memiliki pertahanan yang sangat bagus.
Jeanna menatap Raditya tak percaya. Selama mereka bersama, baru kali ini Raditya bersikap kasar padanya. Meskipun pria itu akhir-akhir ini sering bersikap dingin dan ketus, tidak pernah sekalipun Radit bermain fisik. Itulah mengapa, Jeanna sama sekali tidak pernah berpikiran jika Radit memiliki wanita lain di belakangnya.
“Sudah cukup ya, Jeanna. Aku benar-benar sudah muak denganmu. Keputusanku sudah bulat, kita akan bercerai dan aku akan segera menikahi Della.”
Jeanna semakin menatap tak percaya. Kepalanya lekas menggeleng, tanda jika ia tidak setuju sama sekali. Meskipun Radit sudah menyakitinya begini, Jeanna masih tetap ingin mempertahankan rumah tangganya dan berusaha untuk menyingkirkan wanita yang sudah menjadi duri dalam rumah tangganya.
“Kau tidak bisa menceraikan aku seperti ini!”
“Jeanna—”
“Kau tega menceraikan aku dan lebih memilih wanita jalang itu?!”
“Jangan pernah panggil calon ibu dari anakku sebagai wanita jalang, Jeanna!” teriak Raditya membentak. Dia bahkan menunjuk wajah Jeanna dengan mata yang melotot marah.
Sungguh, Jeanna bukan terkejut dengan teriakan, bentakan ataupun tatapan mata sang suami barusan. Jeanna justru terkejut dengan kalimat yang baru saja Raditya ucapkan. Sebuah fakta yang membuatnya sampai bertanya-tanya.
“Apa kau bilang barusan?” Jeanna melirik ke arah Della yang tampak sangat menjengkelkan dari sudut pandangnya saat ini. “Calon ibu, kau bilang calon—”
“Ya, Della calon ibu dari anakku.” Raditya menyela dengan tegas.
Kemudian Della ikutan menimpali, yang semakin membuat suasana semakin tegang. “Aku hamil anaknya Mas Radit, Jeanna.”
Sumpah demi Tuhan, tidak ada yang lebih menyakitkan dari fakta yang baru saja dia dengar. Suaminya sudah menghamili wanita lain. Rasanya benar-benar seperti dihantam oleh ombak besar.
Jeanna semakin menatap Della penuh dengan kebencian. Bagaimana bisa ada seorang wanita yang begitu bangganya mengatakan tengah mengandung anak dari suami orang? Bahkan di depan istri sah dari pria itu sendiri!
“Dasar wanita jalang tidak tahu diri!”
Plaak!