Book 2 Sexretary - 4

2613 Words
Keinginan Denisya untuk hendak balas dendam atas apa yang dilakukan Dewa tempo hari lalu jelas benar-benar gagal. Yang pertama, karena Dewa tiba-tiba saja kembali ke Singapura untuk menemui istrinya dan keluarganya selama satu minggu. Yang kedua, Denisya sedang datang bulan. Jadilah dia tidak bisa balas menggoda Dewa. Tapi karena tidak bertemu bos tampannya itu selama satu minggu. Kini rasa rindu itu makin memuncak. Denisya merindukan wajah tampan Dewa, merindukan kehangatan lelaki itu ketika bercinta dan merindukan keseksian yang dimiliki lelaki itu. Namun kini Denisya bersyukur bahwa dia tidak harus menanggung rindu itu lagi. Karena hari ini Dewa sudah kembali berada di Indonesia dan mala mini Dewa meminta Denisya untuk tidur kembali di apartemennya. Itu tandanya, Dewa juga merindukan Denisya dan rindu bercinta dengan dirinya. Denisya diam-diam mengulum senyum ketika mengira-ngira bahwa dirinya akan bercinta atau tidak dengan Dewa malam ini. Karena bagaimanapun, kini Denisya sudah berada di ruang santai, duduk di karpet berbulu sambil berpura-pura sibuk dengan tugas kuliahnya. Ya, Denisya mengambil kelas kuliah online dan itu semua dibiayai oleh Dewa—juga termasuk dalam syarat, bahwa Denisya harus melayani Dewa kapanpun Dewa menginginkannya. Jelas saja Denisya mau, siapa yang tidak mau bercinta dengan lelaki setampan dan berkharisma seperti namanya "Dewa". Bahkan sekarang Denisya sudah memakai hot pants jeans, serta crop top berwarna hijau satin dengan kain super tipis. Membuat p******a indahnya menyembul dan belahan dadanya terlihat jelas menggoda. Denisya merasa dandanannya sudah cukup oke dan menarik. Rambutnya digerai indah dengan curly dibagian ujungnya. Bahkan Denisya sudah memakai parfum dengan wangi vanilla ice cream yang begitu manis dan pernah dipuji Dewa kala itu. Tapi lelaki itu tak mengeluarkan pujian apapun ketika melihat Denisya. Malah membiarkan Denisya mengerjakan tugas kuliahnya dan Dewa fokus menonton pertandingan bola favoritnya dengan berbotol-botol kaleng bir yang baru dibukanya satu kaleng. Denisya menghela napas kecewa ketika melirik Dewa. Tatapan lelaki itu masih fokus pada layar televisi, bukannya menatap Denisya dengan tatapan lapar. Bahkan mungkin sekarang, Denisya yang sudah lapar ingin bercinta dengan Dewa. "Pertandingan bola ini kapan selesai?" Dewa membenarkan posisi duduknya begitu menyadari Denisya duduk persis disampingnya. "Enam puluh menit lagi." Sial. Dewa mengumpat dalam hati ketika aroma parfum Denisya menggoda indra penciumannya. Sebenarnya sedari tadi Dewa menahan diri ingin langsung menerjang Denisya ketika melihat wanita itu sibuk dengan tugas kuliahnya. Jadi dia lebih memilih menonton pertandingan bola. "Masih lama." Tiba-tiba Denisya merebahkan kepalanya di paha Dewa, menatap Dewa dengan manja. "Keburu aku mengantuk." Dewa sedikit tersentak ketika Denisya meraih telapak tangannya dan meletakkan telapak tangan Dewa diatas payudaranya. Sejenak, Dewa mengalihkan tatapan dari layar televisi dan menatap Denisya. "Memangnya kau mau apa?" "Setiap kau memanggilku kesini. Tujuan kita hanya untuk mencapai kepuasan bersama." Dewa mengalihkan tatapan kembali ke televisi. Namun dia tertawa kecil sejenak, membuat Denisya terdiam karena baru pertama kali bisa membuat Dewa tertawa karena ucapannya. "Apakah kau merajuk, Denisya Taran?" "Aku tidak merajuk." "Karena aku lebih memilih menonton pertandingan bola." Telapak tangan Denisya kemudian naik membelai d**a bidang Dewa dibalik kaus abu-abu tipis yang dikenakannya, kemudian mengusap tengkuk Dewa. "Apakah aku lancang jika aku berkata bahwa aku merindukanmu?" Dewa terdiam, kini benar-benar menatap wajah cantik Denisya yang begitu dirindukannya selama Dewa pulang ke Singapura. Namun Dewa memilih untuk tidak jujur bahwa dia juga merindukan Denisya. Tak mendapat respon jawaban dari Dewa, Denisya berinisiatif untuk duduk, kemudian mengusap dagu Dewa yang baru saja dicukur bersih. Lalu Denisya memejamkan matanya, menempelkan bibir lembabnya ke bibir Dewa yang begitu dia rindukan. Dewa balas memejamkan mata, perasaan bahagia yang selama ini lupa ia rasakan, menyeruak begitu saja ketika bibir seksi Denisya bergerak diatas bibirnya. Mengulum bibir Dewa dan bahkan dengan berani menggigit kecil bibir bagian bawah Dewa sehingga Dewa membuka mulutnya. Lidah Denisya menelusup masuk ke mulut Dewa, bertemu dengan lidah Dewa, membuat kuluman ciuman mereka makin dalam. Denisya mengerang pelan ketika merasakan nikmat ciuman mereka berdua. Seolah mereka saling menyalurkan kerinduan satu sama lain dan balasan ciuman Dewa yang sama laparnya, membuat Denisya yakin jika Dewa menginginkannya. Dewa memutuskan untuk melupakan pertandingan bola yang tadi di tontonnya. Ciuman Denisya seolah membiusnya, begitu memabukkan, begitu nikmat dan membuai. Suara cecapan ciuman mereka bersahutan dengan suara televisi yang ramai. Dewa tak perduli, dia mengerang dalam ciumannya ketika jemari lentik Denisya dengan berani menyapa kejantanannya yang masih dibalut celana kain panjang. Sepertinya juniornya ini merindukan sentuhan Denisya. Karena begitu jemari lentik Denisya menekannya pelan, meremasnya nikmat dan mengelusnya hingga kini, langsung membuat kejantannya berdiri dan mengeras. Terasa menyesakkan. Namun Denisya menahannya. Walaupun sudah beberapa kali napasnya tersenggal karena menahan kenikmatan ini. Tangan Dewa tak tinggal diam. Dia melepas kancing hot pants Denisya dan menurunkannya dengan cepat ketika Denisya sedikit mengangkat pantatnya. "Damn it, Taran." Ucap Dewa disela-sela ciuman mereka ketika menyadari Denisya sengaja mengenakan g-string transparan berwarna merah. "Kau betul-betul sengaja menggodaku." "Enghh," tubuh Denisya sedikit melengking ketika telapak tangan Dewa langsung bertemu dengan kewanitaannya dan dari balik g-string transparan yang dipakainya, jemari Dewa bisa langsung menyentuh klirotisnya. "Kau selalu cepat basah." Ucap Dewa sambil membiarkan Denisya kini bersandar di sofa. Sedangkan Dewa bersimpuh dihadapan Denisya, menyingkirkan tali g-string Denisya dengan jarinya dan langsung mengecup kewanitaan Denisya. Denisya makin melenguh nikmat, dia membuka kedua kakinya lebar-lebar ketika bibir Dewa mengecupi kewanitaannya yang mulai basah. Denisya benar-benar suka ketika lidah Dewa menyapu kewanitaannya. Kepalanya terasa pening namun membuat mulutnya terbuka nikmat dengan mata terpejam ketika mendesah saat lidah Dewa bergerak naik turun menjilat klirotisnya. Gerakan yang pelan berubah lama-lama menjadi cepat. Dewa makin menekan kepalanya di kewanitaan Denisya. Menghirup harum khas kewanitaan Denisya, menjilat klirotisnya dengan cepat dan menuntut. "Ahh, hahh..." Desahan Denisya tak beraturan ketika lidah Dewa menusuk-nusuk kewanitaannya, sesekali dia merasakan gigi Dewa menggigit kecil klirotisnya. Tatapan Denisya turun menatap Dewa yang juga balas menatap Denisya ketika mengulum kewanitaannya. Denisya mengigit bibir bagian bawahnya, menahan desakan orgasmenya yang hendak meledak. Dewa menjauhkan kepalanya sejenak dari bibir kewanitaan Denisya yang memerah dan lembab. Kewanitaannya makin berkedut ketika jari telunjuk dan jari tengah Dewa menyeruak masuk ke kewanitaan Denisya. Denisya memekik frustasi, kemudian mendesah ketika jemari Dewa mengocok liang kewanitaannya. Bibir Dewa kembali menyapu kewanitaannya, lidahnya kembali membelai klirotisnya. Tangan Denisya mengusap rambut Dewa, menekan kepala Dewa pada kewanitaannya ketika Denisya mendesah keras dan kakinya sampai bergetar ketika dia mendapatkan pelepasannya. Napas Denisya masih terengah dan kepalanya masih pening setelah o*****e pertamanya. Namun Dewa memang tak bisa menunggu lama. Tanpa memberi istirahat, Dewa langsung naik mencium bibir Denisya. Tangannya meremas-remas p******a Denisya yang terasa kenyal dan menggemaskan. Dewa melepas crop top yang dipakai Denisya. Membuat kini p******a Denisya yang putih mulus serta p****g merah mudanya menunggu Dewa untuk menyentuhnya.. "Aku merindukan yang ini." Dewa meremas p******a kanan Denisya, kemudian memasukan puncaknya kedalam bibir Dewa dan menyedotnya serta meremas p******a kirinya. Denisya menggumam nikmat, dia menarik kaus Dewa keatas hingga Denisnya bisa mengusap d**a bidang Dewa dan memeluk punggung polos Dewa. Dewa kembali mencium bibir seksi Denisya sambil meremas payudaranya. Dewa sedari tadi menggerakan pinggulnya, menabrakkan kejantannya ke kewanitaan Denisya yang sudah terbuka lebar dan memerah. Kewanitaan Denisya berkedut tak karuan ketika merasakan kerasnya kejantanan Dewa dibalik celana yang masih dikenakan Dewa. Denisya kemudian menurunkan celana Dewa hingga terlepas. Denisya melepaskan ciumannya sejenak, membuat iris mata Dewa menatap Denisya dengan pandangan mata menggelap. "Kiss me slowly, Dewa." Denisya mendorong Dewa dengan pelan hingga Dewa kini bersandar di sofanya yang empuk. Tatapan Dewa menggelap. Dia menjilat bibir bagian bawahnya, masih mencecap rasa bibir Denisya pada bibirnya. Tatapannya memperhatikan Denisya yang mengecup bibirnya sekilas, kemudian turun dari sofa dan berdiri dengan telanjang bulat dihadapan Dewa. Dada Dewa berdetak kencang melihat tubuh sintal Denisya yang menggoda dihadapannya. Kulit seputih susunya itu sedikit memerah di bagian tengkuk yang tadi diciumi Dewa, putingnya memerah bekas kuluman Dewa dan bagian paha Denisya memerah karena remasan gemas Dewa serta kewanitaan yang bersih itu juga memerah sedikit. Dewa menyisir rambutnya dengan jemari ketika Denisya melangkah mendekatinya dan naik ke sofa sambil berjongkok dihadapannya. "Aku ingin langsung memulainya saja." Ucap Denisya sambil memegang kejantanan Dewa yang keras dan menurunkan tubuhnya, membuat kejantanan Dewa bertemu dengan bibir kewanitaan Denisya. "I miss you, i miss you so much." Tak perlu waktu lama, kenjantan Dewa menelusup masuk menusuk kewanitaan Denisya dengan nikmat. Dewa menghela napas berat sambil menelan salivanya, dia langsung menarik tengkuk Denisya dan mencium bibir wanita itu. Denisya membalas ciuman Dewa sambil menggerakan pinggulnya. Kemudian memimpin percintaan ini dengan menggerakan tubuhnya naik turun. Denisya mengurai rambutnya dengan jemari sambil memompa tubuhnya diatas Dewa. Bibirnya tak berhenti mendesah ketika kejantanan Dewa yang keras terasa langsung menusuk dinding rahimnya dengan nikmat. Dewa sendiri tak sabaran ketika Denisya mulai lambat memompa tubuhnya, Dewa memegang pinggang Denisya dan menyentakkan kejantanannya dengan cepat dari bawah. Selalu bergantian seperti itu. Terkadang Denisya juga memompa tubuhnya dengan cepat diiringi dengan Dewa. Sambil sesekali Dewa meremas p****t Denisya dan menamparnya dengan gemas, kemudian meremasnya lagi. Kemudian meremas-remas p******a Denisya untuk menambah rangsang ke wanita itu. "Ah, God. Oh my God." Denisya memeluk leher Dewa ketika Dewa memompa tubuhnya dari bawah dengan cepat. Tubuh Denisya menegang ketika merasakan desakan o*****e dari dirinya. Dewa juga menggeram sambil mendesah ketika merasakan kejantanannya diurut nikmat oleh dinding-dinding kewanitaan Denisya yang serasa mengurut kejantannya. Kewanitaan Denisya masih terasa sempit, juga nikmat. Kejantanan Dewa serasa dijepit rapat dan ditarik makin dalam pertanda Denisya juga segera meraih pelepasannya. Remasan tangan Dewa pada p****t Denisya mengerat ketika dia merasakan ingin mendapat pelepasan terlebih dahulu daripada Denisya. Denisya sudah mendesah tersenggal-senggal, hendak mendapatkan pelepasan tapi dia langsung terkesiap frustasi ketika tiba-tiba Dewa menarik kejantannya dari kewanitaan Denisya yang menjepitnya dengan nikmat. Tanpa kata-kata, Dewa menyuruh Denisya menunduk dihadapannya dan mengulum penisnya. Walaupun sungguh kecewa karena gagal mendapatkan pelepasan, namun Denisya menurutinya. Bahkan kejantanan Dewa langsung berkedut ketika jemari Denisya menggenggamnya. Dimasukannya kejantanan Dewa dengan penuh ke mulut Denisya. Dewa membuka mulutnya, mengerang sambil menyentakkan kepalanya ketika kuluman Denisya benar-benar memabukkan. Dewa memegang kepala Denisya, membimbingnya maju mundur untuk mengulum kejantannya dengan mulutnya. Mata Denisya menatap Dewa yang balas menatapnya dengan memuja. Kedua tangannya bantu mengurut kejantan Dewa. "Ooohh, Taran!" Dewa meneriakan namanya ketika frustasi merasakan kenikmatan blow job dari Denisya yang makin berkembang. "Good girl, Taran. Good girl." Denisya makin mengulum p***s Dewa, memasukkannya penuh ke mulut, mengulumnya lagi hingga ke puncaknya dan Dewa menyemburkan spermanya ke mulut Denisya. Jujur saja Denisya sedikit tersentak. Ini baru pertama kali untuknya. Matanya sampai mengeluarkan air mata ketika terkejut saat kerongkongannya terkena semprotan s****a Dewa. Menyadari itu, Dewa menghentikan gerakannya mendorong kepala Denisya untuk makin mengulum penisnya. "Perlahan," bisik Dewa dengan suara berat nan seraknya sambil mengusap rambut Denisya. "Kulum dan nikmati dengan perlahan." Jantung Denisya berdegup kencang. Takut jika muntah dan mengecewakan Dewa. Maka dari itu Denisya memejamkan matanya, menelan s****a Dewa dengan perlahan. Menyisakan lagi ke kejantan Dewa, mengulumnya lagi hingga habis. "Kau menikmatinya, Taran?" Dewa meraih dagu Denisya, membuat Denisya balas menatap Dewa sambil mengulum bibirnya. "Kau hebat dan kau harus belajar dengan baik, Taran. Belajarlah dengan cepat memuaskanku karena aku menyukainya." Denisya mengangguk, "itu adalah tugasku." "Good." Dewa kembali mencium bibir Denisya dan menelusuri mulut Denisya dengan lidahnya. Kini saatnya Dewa balas memuaskan Denisya. Karena bagaimanapun Denisya bisa memuaskannya, tidak seperti istrinya yang hanya mau bercinta seperti apa yang disukai istrinya. Membuat Dewa jarang terpuaskan secara berlebih seperti bagaimana Denisya memperlakukannya. Denisya berbaring di sofa, dia membuka kakinya lebar-lebar hingga kejantanan Dewa dengan mudah bisa masuk ke bibir kewanitaannya. Ciuman mereka saling berbalas seiring dengan Dewa yang memompa tubuhnya dengan cepat dan kuat. Kejantanan Dewa menusuk kewanitaan Denisya dengan nikmat, dalam dan memuaskan. Kewanitaan Denisya kembali berkedut, dinding rahimnya mengurut kejantanan Dewa dengan rapat. Tangan Denisya kemudian turun ke kewanitaannya, mengocok sendiri kewanitaannya dengan begitu cepat. Secepat sentakan kejantanan Dewa pada kewanitaannya. Tubuh Denisya menegang, mulutnya terbuka namun lenguhannya tertahan karena Dewa mengulum bibirnya. Kocokan jemarinya pada kewanitannya sendiri semakin cepat, seolah menuntut pelepasan yang begitu menekan. Dewa sampai menyentakkan kejantannya berkali-kali, dia dimabuk asmara melihat Denisya yang begitu seksi dihadapannya dan berani mengejar pelepasan sendiri. Dewa menempelkan keningnya yang basah karena keringat ke kening Denisya yang juga lembab. Mata mereka saling balas tatap dengan intens. Hingga tubuh Denisya melengking keatas dan kakinya yang dibuka lebar sampai benar-benar bergetar saat cairan o*****e meledak di dalam kewanitaannya bersamaan dengan dengan kejantanan Dewa yang membesar memenuhi kewanitaannya dan menyemprotkan s****a dengan kencang ke kewanitaan Denisya. Denisya memekik nikmat hingga seluruh tubuhnya bergetar tak karuan. Dewa tanpa ampun masih memompa dirinya di dalam tubuh Denisya walau pelepasan menyerbu tubuh mereka. Hingga Dewa berusaha sekuat tenaga tak ambruk di atas tubuh Denisya. Dewa menyerukkan wajahnya ke ceruk leher Denisya dan mengerang nikmat sambil mendorong kejantannya dalam-dalam, makin menekan kewanitaan Denisya ketika menyemprotkan cairan pelepasan mereka berdua. Semuanya terasa begitu sempurna. Napas Denisya sangat terengah, dadanya naik turun mengatur napasnya yang memburu dan jantungnya masih berdebar kencang. Hebat, benar-benar hebat. Denisya sampai hanya bisa menatap langit-langit apartemen Dewa. Bodoh rasanya ketika dia merasa melihat bintang-bintang bertaburan diatasnya. Karena kenikmatan yang baru saja didapatkannya. Dewa menciumi leher Denisya, kemudian mengangkat wajahnya dan menatap Denisya sejenak. Dia tersenyum tipis, sedikit menggerakan kejantannya yang kini lengket oleh cairan pelepasan mereka berdua. Bahkan Denisya merasakan hangatnya cairan o*****e dirinya yang bercampur dengan s****a Dewa di paha bagian dalamnya. Dewa mengecup bibir Denisya. Kemudian mengusap dahi Denisya yang berkeringat. Denisya tersipu malu, dia mengusap rambut bagian belakang Dewa. "Apakah aku sudah memuaskanmu?" "Kau selalu memuaskan seperti biasa, Taran." Jawab Dewa. "Dan aku rasa kemampuan bercintamu berkembang." "Karena aku mempelajari banyak hal ketika kau pergi." Dewa menaikkan sebelah alisnya, menatap Denisya heran. Tapi dia memilih untuk tak bertanya. Lagipula Denisya juga malu mengakui kalau selama Dewa pulang ke Singapura, Denisya banyak membaca buku-buku tentang s*x dan bahkan langsung menonton blue film. "Kau mau tidur sekarang?" Tanya Dewa sambil masih memompa tubuhnya pada tubuh Denisya dengan pelan. Denisya mengernyitkan dahi. "Bagaimana aku bisa tidur jika kau kembali memancingku?" Lagi, Dewa kembali tertawa kecil dan itu membuat perasaan Denisya membuncah bahagia. Sifat kaku Dewa perlahan-lahan bisa di takhlukannya. Dewa mengecup bibir Denisya lagi. Kemudian dia mencabut kejantannya dari kewanitaan Denisya, membuat Denisya tanpa sadar mengeluh kecewa. "Tunggu disini. Aku rasa aku harus memberimu hadiah untuk malam ini." Dewa kemudian berdiri dengan telanjang bulat menuju kamar dan kembali tak lama kemudian dengan dasi berwarna hitam. "Kau mau apa?" Tanya Denisya ketika Dewa menutup matanya dengan dasi hitam ini. "Memberimu hadiah, tentu saja." Jawab Dewa sambil mengecup pipi Denisya dari belakang. Kemudian mengecup punggungnya, tengkuknya dan juga bahunya. "Tapi tak disini." "Lalu dimana? Astaga, Dewa!" Denisya memekik kaget ketika merasa Dewa menggendong tubuhnya dengan kedua tangannya. Dewa tak menjawab. Hingga Denisya menemukan jawabannya ketika merasakan dirinya direbahkan ke kasur yang empuk dan nyaman ini. "Aku butuh tempat yang lebih besar untuk memberimu hadiah." Dewa kemudian mengecup bibir Denisya lagi, membuat Denisya tersenyum. "Dewa?" Denisya memanggil Dewa ketika merasa Dewa tak ada di sekitarnya. Lagipula matanya juga masih ditutup oleh Dewa. "Aku disini, tenang saja." Dewa kembali menaiki kasur sambil mengecup dahinya. "Apa hadiahnya?" Denisya tersenyum, tapi senyumnya memudar ketika merasakan tangan kirinya ditarik keatas, sesuatu melingkari kedua tangannya dan mengaitkannya ke tiang kasur. "A-apa kau memborgolku?" "Ssst, tenanglah." "Dewa!?" Dewa diam, tersenyum sambil memborgol tangan kanan Denisya dan mengaitkannya ke tiang kasur. "Aku janji tidak akan menyakitimu, Taran." "Apakah ini berbahaya?" "Kau akan menikmatinya." Dewa mengusap rambut Denisya, mengecup dahinya dan kemudian bibirnya. Ketika merasa tubuh Denisya bergerak tak nyaman dan Denisya menarik-narik tangannya, Dewa terdiam. "Kalau kau terus memberontak, kau malah akan melukai dirimu sendiri dan membuat tanganmu patah." "Aku takut, Dewa..." Lirih Denisya. "Bisa kau buka penutup mata ini?" "Aku tidak ingin tanganmu patah dan kau tentu tidak ingin kecantikanmu hilang karena jadi cacat, bukan?" Dewa kemudian menurunkan tubuhnya. Membuka kaki Denisya lebar-lebar dan kembali mengecup serta mengulum kewanitaan Denisya. "Aahh!" Denisya tersentak, melenguh nikmat. "Nikmati saja, Taran. Kau akan baik-baik saja." Dewa memasukkan kedua jarinya ke kewanitaan Denisya dan menciumnya lagi. "Kau akan menikmatinya."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD